Mohon tunggu...
Simanugkalit Rai
Simanugkalit Rai Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pemerintahan Jokowi-JK Harus Kabinet Profesional Bukan Kabinet Kepentingan

22 Mei 2015   07:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:43 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti diketahui, Indonesia sendiri saat ini (setelah amandemen UUD 1945) menganut sistem presidensial atau disebut juga dengan sistem kongresional, merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara republik di mana kekuasan eksekutif dipilih melalui Pemilu dan terpisah dengan kekuasan legislatif.Dalam sistem Presidensial, presiden memiliki posisi yang relatif kuat dan tidak dapat dijatuhkan karena rendah subjektif seperti rendahnya dukungan politik. Namun masih ada mekanisme untuk mengontrol presiden. Jika presiden melakukan pelanggaran konstitusi, pengkhianatan terhadap negara, dan terlibat masalah kriminal, posisi presiden bisa dijatuhkan. Bila ia diberhentikan karena pelanggaran-pelanggaran tertentu, biasanya seorang wakil presiden akan menggantikan posisinya.Kedudukan presiden sangat kuat, karena ia merupakan kepala negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Seorang Presiden mempunyai kewenangan yang sangat banyak, tugas dan kewenangan Presiden yang sangat banyak ini tidak mungkin dikerjakan sendiri. Oleh karena itu Presiden memerlukan orang lain untuk membantunya.

Dalam melaksanakan tugasnya, Presiden Republik Indonesia dibantu oleh seorang wakil presiden yang dipilih bersamaan dengannya melalui pemilihan umum, serta membentuk beberapa kementerian negara yang dipimpin oleh menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara ini dipilih dan diangkat serta diberhentikan oleh Presiden sesuai dengan kewenangannya.Keberadaan Kementerian Negara Republik Indonesia diatur secara tegas dalam Pasal 17 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan :  Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara, Menteri-menteri  diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang-undang.Selain diatur oleh UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, keberadaan kementerian Negara juga diatur dalam sebuah undang-undang organik, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Undang-undang ini mengatur semua hal tentang kementerian Negara, seperti kedudukan, tugas pokok, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan, menggabungkan, memisahkan dan/atau mengganti, pembubaran/ menghapus kementerian, hubungan fungsional kementerian dengan lembaga pemerintah non kementerian dan pemerintah daerah serta pengangkatan dan pemberhentian menteri.Pergantian pimpinan negara di Indonesia pada tahun 2014 lalu, Joko Widodo-Jusuf Kalla menggantikan pasangan SBY-Boediono.

Pergantian pemimpin negara dengan dilantiknya Jokowi sebagai Presiden RI menggantikan SBY, membuat masyarakat berharap banyak kepemimpinan Jokowi membawa perubahan taraf hidup masyarakat seperti yang dijanji-janjikan dalam kampanye pada Pilpres yang lalu. Namun demikian seiring berjalannya waktu, menurut pandangan pengamat dan publik, tiga bulan pertama pemerintahan Jokowi kebijakannya tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan untuk masyarakat, yang ada kebijakannya menuai kontroversi karena dianggap tidak menguntungkan masyarakat kecil. Kebijakan yang dianggap meresahkan masyarakat antara lain  naik-turunnya harga BBM bersubsidi dimasyarakat mengikuti harga pasar internasional, naiknya tarif dasar listrik, gas dan lainnya, sehingga daya beli masyarakat khususnya masyarakat menengah kebawah  semakin tertekan dalam menghadapi kehidupannya. Kebijakan yang tidak pro rakyat ini ditengarai pemerintah sebagai antek neoliberalisme, antek-antek barat dan hanya mengikuti perintah dari luar negeri sebagai pendukung ketika Jokowi mencalokan sebagai calon presiden pada Pilpres 2014. Walaupun demikian tidak semua pandangan  publik menganggap menteri kabinet kerja mempunyai kinerja buruk. Banyak juga menteri yang sudah mulai melakukan kerjanya sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.

Sampai bulan ke 6 pasca dilantik pemerintahan Jokowi, secara umum   pemerintahan Jokowi menurut pandangan pengamat dan  partai oposisi, kinerjanya  dianggap  kurang memuaskan, yang otomatis kinerja  menteri menjadi sorotan publik terutama yang menangani masalah strategis. Akibatnya wacana reshuffle kabinet mengemuka. Publik mengharapkan menteri yang kinerjanya kurang memuaskan diganti dengan yang lebih baik dan profesional sesuai dengan kemampuannya. Wakil Presiden Jusuf Kalla membenarkan akan ada perombakan posisi menteri, tapi tidak menjelaskan jelas, kapan waktunya. Sementara kabar yang beredar  dimasyarakat  perombakan menteri akan dilaksanakan beberapa bulan kedepan atau setelah Lebaran Juli 2015. Wapres Jusuf Kalla  menyampaikan ‎ada beberapa menteri yang kinerjanya jauh dari yang diharapkan, sehingga reshuffle perlu dilakukan. Nantinya akan diisi kandidat yang benar-benar memiliki kemampuan di bidangnya, karena peningkatan kinerja, tentu dibutuhkan orang-orang yang sesuai dengan kemampuannya.

Beberapa menteri yang diisuka‎n akan diganti, antara lain Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, dan Menteri Perdagangan Rahmat Gobel. Pernyataan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno serta Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu,  menyerahkan sepenuhnya keputusan tersebut kepada Presiden. Apapun yang disuarakan oleh elemen masyarakat untuk terjadinya resuffle Kabinet Kerja pemerintahan Jokowi  semata-mata untuk memperbaiki kinerja dari pemerintahan Jokowi yang dianggap kurang maksimal terutama kementerian yang membidangi masalah-masalah strategis yang langsung berhubungan dengan rakyat. Namun demikian Resuffle Kabinet juga harus dipandang sebagai resuffle untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan partai atau kelompok tertentu. Karena dengan adanya resuffle kabinet mau, tidak mau, suka tidak suka pasti ada yang di kecewakan.

Harus kita ketahui reshuffle merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi. Presidenlah yang mengetahui kinerja dari kementerian yang dianggap tidak memuaskan yang menyebabkan pemerintahannya dianggap tidak maksimal dalam menjalankan pemerintahan. Oleh karenanya orang-orang terdekat ataupun pengamat publik dan elemen masyarakat harus memberikan masukan-masukan yang positif apabila resuffle kabinet dilakukan. Jangan mengorbankan menteri yang kinerjanya sudah baik sementara mempertahankan menteri yang kurang baik karena kepentingan. Kita harus mendukung kabinet  yang profesional bukan kabinet kepentingan dan adanya sinergi antara kementerian dan lembaga-lembaga terkait dengan didukung oleh masyarakat  untuk menyukseskan program pemerintah agar dibawah kendali presiden Jokowi dapat berjalan sesuai harapan masyarakat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun