[caption id="attachment_358522" align="aligncenter" width="600" caption="Beras Maret 2015, sumber:kemendag.go.id"]
[caption id="attachment_358523" align="aligncenter" width="600" caption="Cabe Maret 2015, sumber:kemendag.go.id"]
[caption id="attachment_358524" align="aligncenter" width="600" caption="Telur Maret 2015, sumber:kemendag.go.id"]
Jika dilihat harga pada bulan Maret 2014 (setahun sebelumnya), telur, beras, dan cabe mengalami kenaikan sesuai laju inflasi. Yang berubah signifikan adalah bawang merah. Saya tidak bisa menjelaskan perubahan harga bawang (mungkin di Brebes sedang sering hujan), tapi yang saya mengerti, perubahan harga ‘gila-gilaan’ sejak Jokowi naik tidak dapat didukung oleh data. Yang menarik, harga-harga justru ‘menggila’ pada presiden sebelumya.
[caption id="attachment_358525" align="aligncenter" width="630" caption="Harga di masa SBY, sumber:bps.go.id"]
Apakah yang bisa kita tarik dari sini? Ada beberapa hal. Pertama, kita harus kritis terhadap opini yang beredar di berbagai saluran pendapat di sekitar kita. Jangan mudah terhasut oleh sesuatu yang belum tentu benar. Disinilah seharusnya mahasiswa mengambil peran yang aktif. Data-data yang saya gunakan tersedia gratis dari BPS, Kemendag, dan Bank Dunia. Mereka dapat ditemukan dengan sedikit ‘googling’, jadi kalau anda mengaku intelektual dan punya akses internet, tidak ada alasan untuk tidak riset sedikit sebelum beropini (termasuk pengamat kelas kambing macam Enny Sri Hartati). Musuh utama demokrasi adalah rakyat yang tidak membuka mata.
Kedua, kita harus sadar kalau Indonesia adalah bagian dari ekonomi dunia. Kejadian di satu tempat yang jauh seperti New York dapat mempengaruhi kehidupan kita. Jadi, jangalah seperti katak dalam tempurung yang dunianya terbatas oleh besar tempurungnya itu. Kalau memang sesuatu terjadi (baik atau tidak), kita harus sadar bahwa mungkin ada satu hal besar lain yang lebih besar terlibat di situ.
Terakhir, anda boleh percaya sama data yang saya kutip. Anda juga berhak untuk tidak percaya. Bukan urusan saya, seperti kata Jokowi. Yang penting, kalau anda yakin bahwa BPS dan Kemendag adalah tukang mengarang bebas yang tidak hidup dalam kenyataan, silahkan bawa data anda sendiri yang bisa dibuktikan didapatkan secara kredibel. Saya tunggu....he...he...he...
Update: Tulisan lanjutan tentang BBM vs harga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H