Mohon tunggu...
Paul Simanjuntak
Paul Simanjuntak Mohon Tunggu... -

Kerjaan sih mikir angka, tapi doyannya politik

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Apakah Benar Ekonomi Indonesia Hancur Setelah Jokowi Menjadi Presiden?

1 April 2015   05:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:42 9475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_358522" align="aligncenter" width="600" caption="Beras Maret 2015, sumber:kemendag.go.id"]

14278400701767453324
14278400701767453324
[/caption]

[caption id="attachment_358523" align="aligncenter" width="600" caption="Cabe Maret 2015, sumber:kemendag.go.id"]

14278401461336818568
14278401461336818568
[/caption]

[caption id="attachment_358524" align="aligncenter" width="600" caption="Telur Maret 2015, sumber:kemendag.go.id"]

1427840211731877084
1427840211731877084
[/caption]

Jika dilihat harga pada bulan Maret 2014 (setahun sebelumnya), telur, beras, dan cabe mengalami kenaikan sesuai laju inflasi. Yang berubah signifikan adalah bawang merah. Saya tidak bisa menjelaskan perubahan harga bawang (mungkin di Brebes sedang sering hujan), tapi yang saya mengerti, perubahan harga ‘gila-gilaan’ sejak Jokowi naik tidak dapat didukung oleh data. Yang menarik, harga-harga justru ‘menggila’ pada presiden sebelumya.

[caption id="attachment_358525" align="aligncenter" width="630" caption="Harga di masa SBY, sumber:bps.go.id"]

14278402602066327339
14278402602066327339
[/caption]

Apakah yang bisa kita tarik dari sini? Ada beberapa hal. Pertama, kita harus kritis terhadap opini yang beredar di berbagai saluran pendapat di sekitar kita. Jangan mudah terhasut oleh sesuatu yang belum tentu benar. Disinilah seharusnya mahasiswa mengambil peran yang aktif. Data-data yang saya gunakan tersedia gratis dari BPS, Kemendag, dan Bank Dunia. Mereka dapat ditemukan dengan sedikit ‘googling’, jadi kalau anda mengaku intelektual dan punya akses internet, tidak ada alasan untuk tidak riset sedikit sebelum beropini (termasuk pengamat kelas kambing macam Enny Sri Hartati). Musuh utama demokrasi adalah rakyat yang tidak membuka mata.

Kedua, kita harus sadar kalau Indonesia adalah bagian dari ekonomi dunia. Kejadian di satu tempat yang jauh seperti New York dapat mempengaruhi kehidupan kita. Jadi, jangalah seperti katak dalam tempurung yang dunianya terbatas oleh besar tempurungnya itu. Kalau memang sesuatu terjadi (baik atau tidak), kita harus sadar bahwa mungkin ada satu hal besar lain yang lebih besar terlibat di situ.

Terakhir, anda boleh percaya sama data yang saya kutip. Anda juga berhak untuk tidak percaya. Bukan urusan saya, seperti kata Jokowi. Yang penting, kalau anda yakin bahwa BPS dan Kemendag adalah tukang mengarang bebas yang tidak hidup dalam kenyataan, silahkan bawa data anda sendiri yang bisa dibuktikan didapatkan secara kredibel. Saya tunggu....he...he...he...

Update: Tulisan lanjutan tentang BBM vs harga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun