Namun, ironisnya ketika ada seseorang yang terkena penyakit diabetes/ penyakit gula maka yang disalahkan bukannya kopi atau teh, melainkan gula. Mungkin ada benarnya, kebaikan seseorang tidak selamanya  menghasilkan apresiasi, pujian dan sanjungan dari orang lain.
Demikian besar pembelajaran dari gula itu, memahami fungsi gula dapat menumbuhkan rasa keikhlasan kita. Oleh karena itu segala aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilakukan dengan ikhlas dan karena mengharap ridha Allah SWT semata.
Selain gula, kita dapat belajar memahami keikhlasan dari akar tanaman. Kita tahu pohon dapat tumbuh sempurna karena adanya akar. Akar rela berusaha sekuat tenaga bisa masuk ke dalam tanah untuk mencari bahan makanan dan minuman. Bahkan  menembus bebatuanpun ia lakukan demi tumbuhnya sebatang pohon. Pohon kemudian bisa tumbuh dengan rindang penuh dedaunan, kemudian berbunga dan berbuah  Orang yang melihat akan mengatakan, "sungguh indahnya pohon itu,". Lagi-lagi akar tidak pernah sakit hati walaupun  tidak pernah diberi pujian.
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana upaya  yang bisa dicoba untuk menjaga keikhlasan?. Ketika melakukan kebaikan apapun dan kepada siapapun maka perlu memperhatikan 5 H, yaitu
Hindari mengharapkan pujian/sanjungan dari orang lain
Hindari berharap mendapat imbalan dari orang lain, biasakan beramal tanpa pamrih
Hindari mengingat-ingat kebaikan yang telah dilakukan, tetapi segera lupakan saja
Hindari melakukan kebaikan yang tidak jelas, sebaiknya berbuat kebaikan sesuai dengan ilmu
Hindari melakukan kebaikan yang asal melakukan, tetapi melakukan kebaikan perlu niat berbuat baik karena Allah semata.
Semoga  kita tidak sekadar mendapat lapar dan dahaga sebagaimana level puasanya orang  awam. Namun momentum puasa bulan ramadhan ini dapat dijadikan sarana membentuk pribadi yang mukhlis.  Insyaallah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H