"Untuk apa sih Papa beli tangga kayu itu?", tanya Rika keheranan.
"Tenang saja Ma", Ujar Joni setelah membayar 300ribu Rupiah kepada Om penjual tangga yang kebetulan lewat, sore itu.
Mungkin, keputusan Joni untuk membeli tangga dari penjual keliling itu adalah tindakan "impulsif buying" dalam penilaian Rika, menteri keuangan sekaligus polisi dapur keluarga Joni.
"Alaah, type laki-laki tempe kayak Papa megang martil aja tak bisa, sok beli tangga mau jadi tukang ya?"
"Kedua, tangga itukan hanya perlu sesekali, mending kala perlu pakai penyangga meja, kursi atau panggil tukang aja sekalian"
"Ketiga, mana ada Papa punya waktu betulin apa-apa di rumah, Papa saban hari pulang malam dari kantor sampek tak dikenal sama tetangga."
"Itu dia Ma, tangga ini akan jadi solusi bagi pendatang baru seperti kita di kompleks ini", ujar Joni mantap.
"Atau, jangan-jangan ni, tangga tuh mau dibikin fasilitas Papa 'tuk mengintip tetangga di sebelah tembok ."
"Huss, Piktor kalilah kau ini Ma?"
...setahun sudah perbincangan itu berlalu,
Kini, Pak Joni, pekerja kantoran yang pergi pagi pulang malam dan kurang gaul itu malah sangat dikenal di kompleks perumahan tempat tinggal kami.
Pak Joni, satu-satunya pemilik tangga yang berbaik hati iklas meminjamkan tangga bercat hijau bertuliskan Joni kepada siapa saja. Sudah dua pertiga dari 200 KK warga penghuni kompleks perumahan ini pernah memakai tangga itu. Pun tanpa pernah bertemu Pak Joni. [*by. Simahir]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H