Siapa yang ingin jadi pemimpin? Sudah bukan berandai-andai, semua kalangan pasti mendambakannya. Termasuk penulis oret-oretan ini juga berkeinginan menyandang gelar tersebut, begitu berharganya pemimpin sehingga berbagai usaha terus dilakukan manusia untuk menempuhnya. Banyak penafsiran tentang sosok pemimpin, tapi idealnya seorang pemimpin harus jujur, berintegritas dan tidak seenaknya sendiri. Ya, itulah pemimpin, selalu dinantikan dan tak ada habisnya diperbincangkan. Artinya bergantung pada perspektif masing-masing personalia saja, penting diketahui juga bahwa memimpin dan berkuasa itu gampang, yang sulit itu menjadi pemimpin apa lagi bijaksana.
Tentang inspirasi, penulis ingat sebuah trilogi Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto, sang raja jawa tanpa mahkota atau lebih dikenal dengan julukan guru Soekarno isinya adalah setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. HOS Cokroaminoto juga memberi petuahnya pada murid-muridnya, jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator. Bermula dari pekikan kata-kata inilah penulis menebar semangat yang menggelora, ditambah lagi penokohan sosok pengusaha sukses Arif Cahyadi dalam film republik twitter yang namanya melejit sehingga menjadi populer karena hastag #ArifCahyadi4DKI1 dimedia sosial.
Entah kebetulan atau pun bagaimana, dalam momentum musyawarah anggota biasa komisariat pertanian ini penulis merasa bingung dan cemas akan status komisariat. Tentunya, pembaca harus peka terhadap perasaan tersebut dan setelah penulis mendefinisikan, mengurai dan meringkas kesimpulan itu intinya memiliki keinginan untuk ikut serta dalam kompetisi. Oleh karenanya, kemampuan untuk mempengaruhi sesuatu kelompok ke arah tercapainya tujuan itu sangat penting untuk kondisi seperti saat ini. Sungguh membingungkan dan kontradiksi, #ABDUSSYUKUR4PERTANIAN1.
Dilema yang berasal dari dinamika komisariat, semua bisa saja terus terjadi apa bila segala sesuatunya selalu disesuaikan dengan keadaan. Dikomisariat, kita hanyalah belajar bukan bekerja, meskipun demikian bukan berarti disengaja untuk melalaikannya. Ketidaksempurnaan, ketimpangan bahkan cacat agaknya demikian akan terjadi. Penulis ingat apa yang dipesankan alumni, komisariat pertanian itu usianya tua, jadi butuh dirawat dan dijaga. Memperlakukannya pun juga beda, sekarang saatnya pertanian membutuhkan pembaharu yang mampu mengembalikan kebesarannya yang seakan-akan telah hilang itu, dan sudahlah amanahkan sepenuhnya pada yang meyakinkan bahwa dirinya.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H