Food waste atau sampah makanan menjadi salah satu sumber limbah yang menjadi perhatian global belakangan ini. Salah satunya sampah yang berasal dari buah.
Berbagai jenis buah yang terlalu matang atau mendekati masa busuk, biasanya tidak dikonsumsi dan dibuang begitu saja karena penampilannya yang kurang baik, sehingga tidak laku untuk dijual ke pasar. Buah yang terlalu matang memiliki kadar glukosa yang cukup tinggi, sehingga berpotensi untuk dimanfaatkan.
Hal ini tentu menjadi perhatian bagi kita semua. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengurangi sampah buah yaitu dengan pemanfaatan buah melaui fermentasi ragi.
Pemanfaatan fermentasi ragi untuk sisa atau sampah buah ini dapat diolah menjadi sesuatu yang memiliki nilai ekonomi di pasaran, salah satunya wine yang berasal dari anggur terlalu matang yang memiliki daya jual yang tinggi.
Di Provinsi Xinjiang Cina, salah satu wilayah yang terkenal sebagai penghasil wine, merupakan tempat yang memiliki iklim dan karakteristik geografis yang ideal untuk pertumbuhan anggur.
Cabernet Sauvignon adalah varietas anggur utama yang ditanam di wilayah Xinjiang. Namun, karena musim panas yang terik dan paparan sinar matahari yang intens di wilayah tersebut, anggur sering kali mengandung gula yang berlebihan (terlalu matang). Namun, disana buah anggur yang terlalu matang tersebut dimanfaatkan menjadi wine dengan penggunaan ragi untuk fermentasinya.
Wine yang diperoleh dari fermentasi anggur terlalu matang menghasilkan kualitas wine yang berbeda dari wine pada umumnya. Penggunaan jenis ragi yang berbeda juga akan menghasilkann kualitas wine yang berbeda. Perbedaanya dapat terlihat dari rasa, aroma, tekstur, kandungan akohol dan kandungan gula didalamnya dari hasil akhir fermentasi.
Ragi merupakan mikroorganisme atau mahluk hidup kecil yang hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop, berperan dalam melakukan fermentasi gula yang diubah menjadi alkohol. Pada penelitian Zhu dkk (2019) ragi jenis Saccharomyces cerevisiae dan Pichia kudriavzevii merupakan jenis ragi terbaik dalam pengoptimalan kualitas wine.
Berdasarkan uji organoleptiknya, wine ini memiliki aroma buah, herba atau bunga. Kandungan gula yang dihasilkannya pun lebih rendah, dibandingkan dengan kandungan gula pada anggur matang tanpa fermentasi. Wine tentu mengandung alkohol sebagai hasil samping fermentasi, dan asam serta senyawa lainnya yang dapat meningkatkan kualitas nutrisi wine tersebut.
Di Indonesia wine bukanlah minuman yang sering dikonsumsi oleh masyarakat, tetapi proses pemanfaatan ragi untuk fermentasi anggur terlau matang, dapat dijadikan solusi agar buah -- buahan terlalu matang atau mendekati masa busuk memiliki nilai ekonomis di pasaran. Pemanfaatan ragi ini berlaku untuk berbagai jenis buah.
Contoh pemanfaatan ragi lainnya yaitu pembuatan apple cider vinegar (cuka apel) atau nata de apple dari apel terlalu matang dan pembuatan nata de pinna dari buah nanas terlalu matang.
Produk -- produk tersebut dapat dipasarkan karena memiliki daya jual. Selain itu, ragi juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan bioaktivator dari buah yang terlalu matang dan dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi limbah buah. Bioaktivator tersebut digunakan untuk mempercepat proses pengomposan.
Referensi
Zhu, L., Wang, G., Aihaiti, A. (2020). Combined indigenous yeast strains produced local wine from over ripen Cabernet Sauvignon grape in Xinjiang. World Journal of Microbiology and Biotechnology, 36: 122
Wiryanti, Ilma. (2014). Pemanfaatan limbah buah -- buahan dalam pembuatan bioaktivator sederhana untuk mempercepat proses pengomposan (studi pendahuluan). Seminar Nasional Riset inovatif 2, 1229-1233.
Gazali, A., Munawwaroh, A. (2017). Pemanfaatan buah apel (Malus sylvestris MILL.) lewat matang sebagai subsrat nada de apple. Jurnal Biota, 3(2): 60-65
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H