Mohon tunggu...
Silvi Ratika sari
Silvi Ratika sari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Pembangunan Infrastruktur terhadap Kondisi Ketahanan Pangan di Indonesia

26 Juni 2024   11:33 Diperbarui: 26 Juni 2024   11:40 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pembangunan infrastruktur di Indonesia harus sejalan dengan Undangundang dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005- 2025 yaitu dengan terwujudnya Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur (Yogyakarta, 2019). 

Guna menciptakan hal tersebut perlu sebuah upaya yang ditransformasikan ke dalam delapan misi pembangunan nasional, di antara misi pembangunan nasional tersebut salah satunya bertujuan untuk menghadirkan pemerataan pembangunan yang berkeadilan agar dapat menumbuhkan pembangunan daerah, meminimalisir adanya bentuk kesenjangan sosial, berpihak untuk masyarakat, wilayah dan kelompok yang masih lemah, menanggulangi dan mengurangi angka kemiskinan dan pengangguran, menyediakan fasilitas yang sama dan memadai untuk masyarakat kepada pelayanan sosial dan sarana prasarana ekonomi, kemudian misi terakhir ialah menghapus diskriminasi dari berbagai sisi termasuk diskriminasi terhadap gender (N, dkk., 2018).
Konsep ketahanan pangan memiliki beberapa aspek. Terdapat 8 aspek perihal konsep ketahanan pangan menurut Pramono (2014), sebagai berikut.
1. Pertama, kebutuhan rumah tangga. Hal ini menyangkut dengan ketahanan pangan nasional, individu dan komunitas semua mahluk hidup yang membutuhkan pangan baik dari wilayah manapun, tetapi kebutuhan pokok setiap rumah tangga memang berbeda, untuk wilayah Indonesia barat mengkonsumsi beras, dan Indonesia timur mengkonsumsi sagu.
2. Kedua, peran pemerintah. Dalam melibatkan ketahanan pangan baik dari masyrakat kecil maupun masyarakat dominan, pemerintah harus menjamin hak pangan dan tidak membedakan pangan untuk wilayah timur, barat, dan tengah. 425 Sri Mulyani, Firda Mardhatillah Putri, Bhimo Widyo Andoko, Paishal Akbar, Savira N
3. Ketiga, cakupan aspek ketahanan pangan. Ketersediaan mutu paangan (food quality) dan jumlah pangan (food sufficien).
4. Keempat, mutu pangan. Ini penting karena masalah yang sering terjadi di Indonesia pembagian sembako selalu tidak diperhatikan seperti raskin dengan kualitas dengan mutu yang sangat rendah.
5. Kelima, produksi pangan. Setiap daerah juga harus diperhatikan, mulai dari pengelolaan, produksi, pengemasan, serta distribusi. 6. Keenam, food safety. Food safety merupakan hal yang perlu diperhatikan jika makanan tercemar oleh bahan kimia dan dapat menghambat ketahanan pangan.
7. Ketujuh,pemerataan,yaitumengupayakanpemerataanmakan terutama dalam kasus diskriminasi ketahanan pangan Indonesia timur dan barat, agar hal ini dievaluasi kembali oleh pemerintah.
8. Kedelapan, kesamaan derajat. Kesamaan derajat dalam persebaran pangan, keterjangkauan pangan, dan hak masyrakat memenuhi kebutuhanan pangan.
Dalam mewujudkan ketahanan negara diperlukan ketahanan dalam kestabilan ekonomi, pemerintah, masyarakat, ketersediaan akses distribusi, serta ketahanan pangan yang diwujudkan dengan penjaminan ketersediaan dan kemampuan akses setiap rumah tangga untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari (Arlius, dkk., 2017; Janti, 2016). 

Pada tahun 2011 Konferensi Boon menyelenggarakan sebuah diskusi terkait permasalahan ketahanan pangan dengan akademisi dari Singapura. Dalam pertemuan tersebut kemudian merumuskan kesepakatan bersama terkait konsep ketahanan pangan (Rivani, 2012).

Ketertinggalan suatu daerah dalam membangun dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya adalah rendahnya daya tarik suatu daerah yang menyebabkan tingkat aktivitas ekonomi yang rendah. Suatu daerah yang tidak memiliki sumber daya (baik manusia maupun alam) serta kurangnya insentif yang ditawarkan (prasarana infrastruktur, perangkat keras dan lunak, keamanan dan sebagainya) dapat menyebabkan suatu daerah tertinggal dalam pembangunan (Aziz, 1994:65). 

Untuk mengejar ketinggalan dari daerah lainnya, terdapat beberapa alternatif pengembangan suatu daerah. Alternatif tersebut dapat berupa investasi yang langsung diarahkan pada sektor produktif atau investasi pada bidang socialoverhead seperti pembangunan jalan, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan prasarana infrastruktur lainnya. Pilihan di tentukan oleh kondisi ciri daerah serta masalah institusionalnya (Aziz, 1994:66)
Pada banyak negara berkembang, investasi pada prasarana infrastrruktur menjadi suatu pilihan yang disukai dan mempunyai porsi yang sangat besar dari total pengeluaran pemerintah. Ini menunjukkan besarnya peran pemerintah dalam pengadaan prasarana inftrastrukur, khususnya sektor transportasi, komunikasi maupun energi.
Negara-negara berkembang melakukan investasi sebesar US$ 200 milyar per tahun untuk infrastruktur baru, nilai ini lebih kurang 4 pesen dari output nasional dan 1/5 dari total investasi. Dampak investasi ini di dalam meningkatkan jasa infrastruktur diharapkan sangat besar, namun performan infrastruktur sering mengecewakan. 

Salah satu penyebabnya adalah adanya kesalahan dalam pengalokasian dana. Misalnya dengan terus melakukan pembangunan infrastruktur baru tanpa melakukan perawatan terhadap infrastruktur yang sudah ada. Dengan tingkat perawatan yang kurang mencukupi, tingkat efektifitas tenaga listrik di negara berkembang hanya 60 persen dari kapasitas terpasangnya (optimal 80 persen). Perawatan yang buruk ini tentunya akan mengurangi jasa pelayanan serta meningkatkan biaya bagi penggunanya (World Bank, 1994).

Pentingnya infrasruktur dalam pertumbuhan ekonomi menjadi perdebatan di kalangan ekonom bahkan ketersediaan infrastruktur merupakan salah satu hal yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan. 

Salah satu faktanya adalah sebelum krisis ekonomi pada tahun 1997, Indonesia mengalokasikan sekitar 6 persen dari PBB untuk infrastruktur dan angka tersebut turun menjadi 2 persen saja dan sangat berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia (BPS, 2006).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun