Sharenting. Terus terang, saya baru tahu istilah sharenting setelah membaca topik pilihan Kompasiana kali ini, hehehe. Kompasiana memang selalu ter-update. Sering sekali menambah wawasan saya.
Dalam tulisan kali ini, saya akan berbagi pengalaman seputar sharenting yang saya lakukan sebagai orang tua dan guru. Juga tips agar terhindar dari oversharenting.
Sharenting: POV Saya Sebagai Orang Tua
Meskipun baru mengenal istilahnya, praktik sharenting telah saya terapkan sejak lama. Tepatnya mungkin sejak penggunaan medsos begitu massiv, di mana orang-orang dengan mudah membagikan apa saja, termasuk momen atau foto perkembangan anaknya.
Saya pribadi kagum dengan beberapa artis yang ketika mengunggah foto anaknya, mereka menutupi wajah si anak.Â
Menurut salah seorang artis tersebut, dia tidak akan mengunggah foto anaknya secara berlebihan, sampai anaknya itu bisa menyampaikan persetujuan atau keberatan jika fotonya diunggah. Â Anak-anak punya hal untuk bersuara apakah dirinya boleh tampil atau tidak di medsos orangtuanya. Saya pikir, langkah itu sangat bijak.
Itulah yang kemudian saya coba terapkan pada diri saya sendiri. Saya mencoba selektif dalam mengunggah foto atau video bersama anak di medsos.
Karena anak saya sudah cukup besar, saya bisa mintai pendapat mereka sendiri, bolehkan saya mengunggah foto mereka? Terus terang, senang juga berbagi momen bersama teman-teman lama, mengetahui perkembangan anak masing-masing.
Lalu apa jawaban anak saya ketika saya minta izin? Seringnya sih mereka menolak, hehehe....Â
Kalau kata si bungsu, ga nyaman rasanya dikenal oleh teman-teman medsos Ibu.Â