Museum Negeri Banten. Bangunan megah yang berseberangan dengan Kawasan Keraton Surosowan ini menarik perhatian saya setiap melewatinya saat gowes. Terlebih ketika saya membaca ulasannya di media sosial. Saya tambah penasaran dan ingin mendatanginya secara langsung.
Namun, mengunjunginya saat gowes di akhir pekan tidak memungkinkan bagi saya. Alasannya karena museum ini hanya buka Senin-Jumat, pukul 08.00 s.d.15.00. WIB. Â Libur saat weekend dan hari besar nasional.Â
Jadilah saya dan keluarga memanfaatkan libur akhir tahun ini untuk berkunjung ke Museum Negeri Banten. Â
Lengkapnya, teruskan baca, ya!ÂHalaman Museum
Lokasi museum cukup dekat dari rumah saya, sekitar 15 Km. Â Setelah Rabu dan Kamis libur Natal, Jumat pagi kami mencoba datang ke sana.
"Buka, Bu! Mari..., mari...," kata salah satu petugas sekuriti yang sebelumnya berfoto bersama di depan gedung. Ia menyambut ramah, menepis keraguan saya karena melihat suasana yang masih sepi.
Museum yang beralamat Jl. Masjid Agung Banten, Banten, Kec. Kasemen, Kota Serang, Banten ini, mulai menempati bangunan barunya pada September 2023.
Sebelumnya museum ini sejak tahun 2015 berlokasi di Gedung Negara eks Pendopo Gubernur Alun-alun Barat Kota Serang.Â
 Ruang Utama Museum
ruang utama. Meja resepsionis di sebelah kanan, dan stand souvenir di sebelah kiri.
Sampai di pintu masuk, pandangan saya langsung tertuju pada patung badak bercula satu di tengahKami disambut ramah oleh petugas bernama Pak Mumu di resepsionis. Beliau mempersilakan kami untuk menitipkan tas di tempat penitipan barang. Pengunjung hanya dipersilakan membawa ponsel dan dompet saja saat masuk ke ruangan.
Museum ini terdiri atas 3 ruangan, yaitu ruang koleksi, ruang galeri, dan studio.
Ruang Koleksi
Setelah mengisi buku tamu tepat di samping pintu ruang koleksi, saya tertarik mengamati  virtual assistance yang terletak di seberangnya. Penjelasan dari Nong Banten itu memberikan informasi peninggalan sejarah dan budaya Banten.
Pak Mumu menemani saya dan keluarga menyusuri ruang koleksi. Sepertinya kami menjadi pengunjung pertama hari itu. Jadi kunjungan terasa privat sehingga kami bisa leluasa di sana.
Di bagian kanan ruangan terdapat Pundan Berundak Lebak Cibedug yang merupakan masterpiece pada masa pra sejarah fase peradaban Megalitik. Â Punden ini disebut sebagai pundan berundak terbesar di Asia Tenggara.
Selanjutnya ada Miniatur Prasasti Munjul. Salah satu bukti bahwa Banten telah memasuki masa sejarah sekitar abad ke-6 dan bagian dari Kerajaan Taruma. Â Terdapat pula replika Arca Ganesha Pulau Panaitan.
Bukti pada zaman Kesultanan Banten salah satunya terlihat dari lukisan dan replika duta besar Banten.Â
Terdapat pula informasi tentang sejarah perjalanan panjang mata uang Banten lengkap dengan media visual, koin-koin kuno, dan  mesin cetak uang.
Di depannya ada miniatur kapal Eropa dan model rempah-rempah dalam kaca. Rempah yang ditampilkan di antaranya jahe, kayu manis, dan cengkih.Â
Di bagian tengah ruangan terdapat kerangka asli badak bercula satu dan informasinya. Serta keterangan dan display hewan endemik Banten.
Di seberang display hewan endemik, terdapat area gerabah, baik utuh maupun pecahan. Menurut keterangan, gerabah ini sering kali tidak ditemukan secara utuh, melainkan berupa pecahan-pecahan.
Di sebelah kiri ruangan, terdapat area yang menampilkan senjata tradisional. Di antaranya golok jengkolan, Golok Pasundan, dan perisa tradisional.Â
Di sampingnya terdapat informasi mengenai Suku Baduy dan hasil kriyanya. Orang Baduy atau  urang Kanekes, merupakan komunitas adat yang tinggal di daerah Lebak,Banten. Â
Mendekati pintu keluar, terdapat area kids corner yang penuh warna khas anak-anak.Â
Ruang Galeri Budaya
Setelah keluar dari Ruang Koleksi, kami menuju Ruang Galeri Budaya yang terletak di seberangnya.
Memasuki Ruang Galeri, terdapat sofa sebagai pojok literasi. Ada juga display kaleidoskop kegiatan museum. Terdapat pula foto-foto beserta keterangan peristiwa Geger Cilegon.
Di seberangnya terdapat foto-foto wajah bangunan Banten Lama, seperti Menara Banten dan Benteng Speelwijk.
Di tengah ruangan terdapat aneka alat musik tradisional, di antaranya angklung, gamelan, dan gong.
Wasana Kata
Ruangan yang luas dan ber-AC membuat kami betah berlama-lama di sini. Namun, kami tidak mengunjungi ruang studio atau film, karena masih ada destinasi lain yang dituju.
Museum ini terbuka untuk umum, baik perorangan maupun rombongan. Pengunjung tidak dikenakan tiket masuk, alias gratis. Â
Hadirnya museum ini menjadi sarana wisata edukasi sejarah di Kawasan Banten Lama. Selain wisata religi, pengunjung dapat menambah wawasan tentang sejarah Banten di sini.
Mari kunjungi, pelajari, dan hargai sejarah di Museum Negeri Banten!
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H