"Mak, kami pergi dulu!" Â suara Bu Rani membuyarkan lamunanku.
"Oya, ini daftar belanjaan hari ini!" Bu Rani menyodorkan selembar kertas dan uang pada Emak.
Selepas mereka pergi, aku bekerja membantu Emak.  Menyapu dan mengelap kaca.  Lalu  menjemur pakaian dan memotong sayuran.  Duh, capeknya!
"Istirahatlah dulu!" ujar Emak. Â Ia menyodorkan gelas berisi air putih dan menyuruhku duduk di lantai.
"Emak?" tanyaku pendek.
Emak tersenyum tipis. "Emak sudah biasa. Â Nanti saja istirahatnya kalau semua sudah beres!"
Seketika aku terkesiap. Seingatku, Emak jarang sekali tersenyum.
Aku kemudian memandang punggung Emak saat mencuci piring di wastafel. Â Sejak di rumah, Emak sudah sibuk menyiapkan ini-itu untuk keluarga kami. Â Bapak yang kakinya luka karena kecelakaan kerja, sudah setahun ini tidak bekerja. Â Otomatis Emaklah yang mencari nafkah.
Emak pasti capek, ujarku dalam hati. Â Tiba-tiba aku malu dengan diriku sendiri. Â aku minder karena emakku pembantu rumah tangga. Â Padahal pekerjaan Emak halal dan mulia.
"Maaak....!" ucapku sambil memeluknya dari belakang. Suaraku begetar menahan tangis.
Emak membalas pelukanku.Â