"Kalau tidak mau sekolah, ayo ikut Emak.  Bantu kerja!" Emak  meraih botol plastik dan menaruh di  tas lusuhnya.
"Iya, Mak!" ujarku pelan. Â Senin ini aku tidak masuk sekolah. Aku sedih karena diejek teman-teman sekolah sebagai anak pembantu.
"Huh, masih jauh ya Mak?" tanyaku. Â Aku menyeka keringat untuk yang ke sekian kali.
Sambi terus berjalan, Emak mengangguk. Â "Ayo cepat sedikit," lanjutnya pendek.
Perjalanan sejauh dua kilometer itu pun akhirnya berakhir. Â Kami sampai di rumah keluarga Pak Bima, tempat Emak bekerja.
"Maaf cucian hari ini  banyak.  Akhir minggu kemarin kami menginap di luar kota!" ujar Bu Rani, istri Pak Bima.Â
Emak mengangguk sambil menaruh cucian ke dalam keranjang. Â Ia kemudian menyuruhku mendekat ke Ibu Rani dan Pak Bima. Dengan malu-malu aku mendekati suami istri itu untuk cium tangan.
"Ami sudah besar, ya! Â Tidak sekolah hari ini?" tanya Bu Rani ramah.
Aku menggeleng pelan sambil tertuduk. Â Untunglah Bu Rani tidak banyak bertanya. Â Ia kembali sibuk menyiapkan perlengkapan kantor suaminya..
Aku memperhatikan Pak Bima. Beliau tampak gagah berseragam polisi. Â Kalau aku jadi polisi, cocok nggak ya? tanyaku dalam hati.
Kemudian aku memandang penampilan Bu Rani. Â Seorang guru SMP. Â Sama seperti guruku di sekolah, Bu Rani tampil rapi dengan seragam, kerudung, dan tas kerjanya. Â Cantik sekali. Pasti anak-anak beliau di pesantren bangga punya orang tua yang hebat. Â Tidak seperti aku yang....