"Gimana reunian nya, Bu?" tanya Tono antusias. Mata dan tangannya tetap fokus pada kemudi. Situasi pertokoan sore hari mulai ramai. Â Ibu hanya tersenyum sekilas, belum berminat menjawab. Reuni kecil teman masa SMA-nya tadi membuat ia perlu waktu untuk menenangkan hati.
Di jalan, hati Ibu masih berdesir mengingat tiga sahabatnya yang bercerita tentang anaknya masing-masing. Dengan bangga mereka bergantian mengisahkan kesuksesan anaknya yang menjadi bos minyak, pejabat, atau pelaut dengan gaji selangit.
"Adat pasang berturun naik," ujar Ibu sambil menjawil mesra dagu putranya itu. Tono tergelak campur bingung melihat sikap ibunya. Tono, sang pemilik bengkel kecil di rumahnya itu berikrar untuk setia menemani Ibu selepas ayah meninggal. Ia tak tahu jika ibunya berperibahasa untuk dirinya. Ibu pun tidak tahu jika adegan Tono menggandeng tangannya pulang dari reuni itu disaksikan pandangan iri ketiga sahabat yang merindukan anak-anaknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H