Mohon tunggu...
Silvia Paramita
Silvia Paramita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya silvia paramita merupakan mahasiswa Akademi Telekomunikasi prodi Teknik Telekomunikasi dan Universitas Nahdatul Ulama prodi Ilmu Hukum Domisili Jakarta Barat

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perbandingan Konsep Negara Menurut Pandangan Ilmuwan Barat Versus Ilmuwan Muskim

21 Desember 2024   16:36 Diperbarui: 21 Desember 2024   16:36 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perbandingan pandangan konsep negara antara ilmuwan Barat dan Muslim merupakan tema yang menarik untuk menjadi bahan perbincangan antara tokoh pemikiran politik dan filosifi dalam merumuskan nilai-nilai budaya. Ilmuwan Barat sering kali menekankan konsep negara sebagai entitas yang berlandaskan pada kontrak sosial, hak individu, dan demokrasi liberal. Sebaliknya, ilmuawan Muslim mengedepankan perspektif yang lebih holistik, di mana negara tidak hanya berfungsi sebagai pengatur urusan publik tetapi juga sebagai penjaga moralitas dan keadilan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. 

Ilmuwan barat mengartikan negara memiliki fungsi untuk melindungi hak-hak individu dan menjamin kebebasan. Demokrasi, hak asasi manusia, dan prinsip-prinsip sekuler menjadi pilar utama dalam pemikiran politik Barat. Konsep negara di Barat sering kali menekankan rasionalitas dan empirisme, yang berakar pada pengalaman sejarah. Berbeda dengan Ilmuan muslim yang mmenempatkan kekuasaan tertinggi berada di tangan Allah, dengan Al-Qur'an dan Sunnah sebagai sumber hukum utama. Konsep syura (musyawarah) menjadi penting dalam proses pengambilan keputusan, di mana umat diajak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Ini menciptakan kerangka kerja di mana kedaulatan tidak sepenuhnya berada di tangan rakyat, melainkan harus selalu merujuk kepada ketentuan ilahi.

Memahami perbedaan ini sangat penting untuk memberikan perspektif yang kaya tentang politik dan pemerintahan. Dengan menggali pandangan yang beragam ini, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai bagaimana nilai-nilai budaya dan agama dalam memengaruhi struktur dan fungsi negara, serta bagaimana hal ini berkontribusi pada dinamika sosial dan politik di berbagai belahan dunia.

George H. Smith (10 Februari 1949 -- 8 April 2022) adalah seorang penulis, editor, pendidik, dan pembicara asal Amerika Serikat yang dikenal karena karya-karyanya di bidang atheisme dan libertarianisme. Dalam tulisannya, Smith menekankan pentingnya individual liberty dan skeptisisme terhadap otoritas pemerintah. Smith percaya bahwa individu harus memiliki kebebasan untuk hidup dan berbuat sesuai dengan preferensi mereka sendiri, tanpa intervensi yang berlebihan dari negara. 

Definisi Negara menurut Smith

Menurut George H. Smith, negara adalah institusi yang mengklaim monopoli atas kekuatan koersif dalam suatu wilayah tertentu. Negara memiliki hak eksklusif untuk menggunakan kekerasan secara sah melalui lembaga seperti militer, polisi, dan sistem peradilan. Kekuasaan negara seringkali dipaksakan pada masyarakat, baik mereka menyetujuinya maupun tidak, menjadikannya sebagai institusi koersif yang tidak selalu berdasarkan persetujuan sukarela.

Smith berpendapat bahwa negara tidak lahir secara alami dari masyarakat yang damai atau melalui kontrak sosial, tetapi melalui proses sejarah yang melibatkan kekerasan, penaklukan, dan eksploitasi oleh kelompok dominan terhadap kelompok lain.

Kritik terhadap Legitimasi Negara

Smith sangat kritis terhadap legitimasi kekuasaan negara. Ilusi Legitimasi menyebutkan jika negara mempertahankan kekuasaannya dengan menciptakan narasi bahwa keberadaannya adalah "perlu" atau "tak terhindarkan." Narasi ini didukung oleh propaganda, agama, dan sistem pendidikan yang membiasakan masyarakat untuk menerima otoritas negara tanpa pertanyaan.

Selanjutnya, Smith juga mengkiritik atas adanya kemampuan alat negara yang menjadi alat yang digunakan oleh elite penguasa untuk mempertahankan dominasi mereka atas masyarakat, alih-alih melayani kepentingan umum. Atas hal itu, Smith melihat negara sebagai ancaman terbesar bagi kebebasan individu. Negara memanfaatkan otoritasnya untuk memberlakukan hukum yang membatasi hak-hak individu, memungut pajak secara paksa, dan menegakkan kebijakan yang sering kali tidak mencerminkan kepentingan masyarakat luas.

Smith mempertanyakan apakah negara benar-benar dapat berfungsi untuk melindungi kebebasan dan hak-hak individu, atau justru menjadi sumber utama penindasan dan ketidakadilan.

Pandangan Ibn Khaldun tentang Negara

Ibn Khaldun melihat negara sebagai struktur yang sangat penting dalam kehidupan sosial, tetapi negara tidaklah kekal. Proses kemunculan, perkembangan, dan keruntuhan negara mengikuti pola yang alami, tergantung pada kualitas moralitas pemimpin dan solidaritas sosial dalam masyarakat. Dengan penekanan pada moralitas, agama, dan solidaritas sosial, Ibn Khaldun menegaskan bahwa negara yang stabil adalah negara yang dipimpin oleh individu yang bermoral dan adil, serta mengutamakan kesejahteraan rakyat.

Konsep Negara (Dawlah) sebagai Kebutuhan Alamiah

Ibn Khaldun memandang negara (dawlah) sebagai kebutuhan alami bagi masyarakat manusia untuk menciptakan keteraturan sosial. Dalam pandangannya, negara bukan hanya sebuah institusi administratif atau pemerintahan, tetapi sebuah sistem yang penting untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dalam masyarakat.

Dawlah atau negara adalah hasil dari kebutuhan manusia untuk hidup dalam komunitas yang teratur, di mana kekuatan kolektif diperlukan untuk mengatur berbagai aspek kehidupan sosial. Tanpa adanya struktur pemerintahan yang terorganisir, masyarakat akan terperosok dalam kekacauan dan konflik antar individu atau kelompok.

Negara, dalam pandangan Ibn Khaldun, adalah entitas yang diperlukan untuk mengatasi masalah ketidakadilan, ketidakseimbangan ekonomi, dan ancaman eksternal yang dapat merusak kesejahteraan sosial. Oleh karena itu, negara berfungsi sebagai alat untuk memastikan keamanan dan stabilitas.

Peran Pemimpin (Umara) dan Pentingnya Moralitas serta Agama dalam Menjaga Stabilitas Negara

Ibn Khaldun memberikan penekanan khusus pada peran pemimpin (umara) dalam menjaga kestabilan negara. Pemimpin negara tidak hanya bertanggung jawab untuk memimpin secara politik, tetapi juga untuk memastikan bahwa pemerintahan dijalankan sesuai dengan prinsip moral dan agama yang tinggi.

Moralitas dan Agama

Pemimpin negara harus memiliki integritas dan moralitas yang baik, serta menjalankan tugasnya berdasarkan hukum Islam (syariah). Agama memainkan peran penting dalam pandangan Ibn Khaldun, karena ajaran agama memberikan pedoman untuk keadilan, kebaikan, dan kesejahteraan umat. Pemerintahan yang adil, menurut Ibn Khaldun, adalah yang berlandaskan pada prinsip moral yang kuat dan hukum Tuhan.

Peran Pemimpin (Umara)

Pemimpin bukan hanya penguasa, tetapi juga figur yang harus menjaga keseimbangan sosial, merawat kesejahteraan rakyat, dan memerintah dengan adil. Kekuatan negara sangat bergantung pada kualitas moralitas dan kepemimpinan yang baik. Pemimpin yang adil akan menciptakan pemerintahan yang stabil dan sejahtera, sementara pemimpin yang buruk dapat menyebabkan keruntuhan negara.

Perbandingan Pandangan George H. Smith dan Ibn Khaldun tentang Negara

George H. Smith melihat negara sebagai alat eksploitasi yang lahir dari kekerasan dan dominasi. Baginya, negara adalah institusi koersif yang melanggar kebebasan individu dan menciptakan ketidakadilan. Sementara itu, Ibn Khaldun memandang negara sebagai kebutuhan alami yang diperlukan untuk menjaga keteraturan sosial. Ia menekankan bahwa negara adalah instrumen untuk menjaga stabilitas, dengan pemimpin yang bertanggung jawab untuk menjalankan pemerintahan secara moral dan adil.

Kedua pemikir ini sepakat bahwa negara rentan terhadap korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Smith mengkritik negara karena sering digunakan untuk kepentingan kelompok elite, sementara Ibn Khaldun memperingatkan bahwa negara dapat runtuh jika pemimpinnya kehilangan moralitas dan nilai-nilai agama.

Kesimpulan

Perbedaan utama antara Smith dan Ibn Khaldun terletak pada pandangan mereka terhadap peran negara Smith menganggap negara sebagai entitas yang merugikan kebebasan individu, sedangkan Ibn Khaldun melihatnya sebagai mekanisme yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sosial. Meskipun pandangan mereka berbeda, keduanya memberi peringatan tentang potensi penyalahgunaan kekuasaan. Dalam konteks modern, pandangan Smith relevan bagi mereka yang mendukung kebebasan individu dan pembatasan kekuasaan negara, sementara pandangan Ibn Khaldun mengingatkan kita akan pentingnya pemerintahan yang bermoral dan adil untuk menjaga kesejahteraan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun