Bu aku sedang bingung, uangku pas-paspan, uang kosanku juga masih kurang Bu, tapi mau bagaimana lagi Bu? Ini jalan yang aku pilih saat itu, walaupun ibu menangis melepaskan seorang putri, mungkinkah iya bisa bertahan dari dinginnya tempat ini, dari berbagai peristiwa yang mungkin terjadi, ibu begitu khawatir dengan mimik muka yang tak bisa disembunyikan, air matanya terus mengalir.Â
Ibu mungkin bukan Ibu yang diharapkan semua anak di dunia. Sekolahmu dulu kau berjuang sendiri, dari mulai menjual pangan babi, kerja serabutan sana-sini kau terus melakukan itu tanpa berhenti tanpa mengeluh di tengah keterbatasan ekonomi kau terus bermimpi ingin kuliah di sana-sini tapi gagal kembali.Â
Dulu betapa kau penuh dengan harapan dan impian. Hingga pada akhirnya kau bisa kuliah dan merasakannya sebentar saja lalu kau kembali pulang dengan ketulusan seorang anak melihat Ibu yang malang, dihadang hujatan para tetangga, disiksa ayah.Â
Apakah aku harus diam saja Bu? Aku berhenti saja, aku bekerja di tempat biasa lagi Bu, tapi kali ini aku tinggal di sana yah. Biar ibu tidak terlalu susah-susah amat memberi aku makan nantinya, yang penting setiap bulan kita ada pemasukan, setiap hari kita hidup layak yah Bu, makan tiga hari sekali Bu setiap hari itu harus terjadi. Bu ini sudah dari tahun ke tahun yang Ibu janjikan waktu itu aku boleh pergi mengejar mimpi.
Ibu sudah berjanji tahun ini aku harus pergi mengejar mimpi "Nak Ibu tak punya cukup banyak uang, bagaimana kau di sana nantinya" Bu aku gak bakalan macam-macam juga Bu, uang bisa aku cari sana-sini, soal makan, aku sudah sering gak makan Bu dan aku pasti baik-baik saja Bu. Aku yakin jika Ibu beroda terus menerus aku di sini tidak akan menjerit kelaparan Bu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H