Di era yang serba canggih ini, telah banyak teknologi-teknologi bertebaran yang dapat mempermudah manusia atau masyarakat dalam berkomunikasi. Salah satunya adalah dengan adanya smartphone. Masyarakat bisa berkomunikasi dengan orang lain dan juga dapat dengan mudah mengakses segala macam informasi yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri. Tak hanya itu, masih banyak lagi juga dampak positif atau manfaat dari adanya teknologi ini. Namun segala hal juga tidak terlepas dari adanya dampak negatif. Dalam penggunaan teknologi komunikasi adapun dampak negatifnya yaitu salah satunya adalah banyaknya berita hoax yang tersebar di jagad dunia maya. Hal tersebut membuat masyarakat banyak terprovokasi dengan adanya berita semacam itu.
Salah satu kasus tentang adanya ujaran kebencian dan provokasi dilakukan oleh inisial MIK, salah satu warga Provinsi Aceh Utara, Ia ditetapkan menjadi tersangka kasus provokasi dan ujar kebencian yang tersebar di media sosial. Diduga MIK membuat sebuah grup WhatsApp G30S STM Bangkit. Lalu MIK menyebarkan konten yang mengandung provokasi untuk mengajak para pelajar dan mahasiswa melakukan demonstrasi yang bertujuan untuk menolak adanya RUU KUHP dan RUU KPK. Tak hanya itu saja, MIK juga sempat menyebarkan video-video provokatif melalui grup Facebok Revolusi Mental menggunakan akun Teuku Aditya yang berisi kekerasan yang dilakukan oleh aparat Polri pada saat petugas polri menangani unjuk rasa. Selain itu, tersangka juga membuat teks dengan kalimat-kalimat yang tidak pantas yang bisa menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat yang dikirim melalui akun Facebook Ikhsan Az-zumar di grup cebong dan kampret. Tindakan tersebut bisa saja menjadi pemicu adanya pemahaman negatif kepada Negara Republik Indonesia. Dalam kasus ini, tersangka terjerat dalam pasal 45A Ayat (2) UU ITE yang berbunyi " Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permuuhan individu dan/ataukelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suk, agama, ras, dan antar golongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (tahun) dan/ atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) ". Dan juga dalam Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana. Yang berbunyi " Barang siapa yang menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti yang setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menertibkan keonaran dikalangan rakyat,dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun. "
Dari kasus diatas, bisa kita lihat bahwa dampak dari suatu teknologi yang disalahgunakan menjadikan masyarakat berlaku seenaknya sendiri dalam memposting segala hal. Banyaknya konten-konten ujar kebencian di media sosial bisa membuat seseorang menjadi tidak nyaman, namun bisa saja ujaran tersebut dapat memecah belah Bangsa Indonesia. Dampak dari adanya ujaran kebencian salah satunya adalah tergoyahnya psikologis seseorang yang di tuju. seseorang yang cenderung memikirkan perkataan orang lain,akan berpengaruh terhadap setiap kata yang ia dapatkan dari orang lain. Sehingga mereka akan lebih mudah untuk tersakiti ketika ada ujaran kebencian yang dhadapkan kepadanya. Maka dari itu ujaran kebencian atau hate speech sangat membahayakan bagi kelangsungan hidup seseorang bahkan bangsa dan negara kita. Selain itu, dampak lain dari hate speech adalah masyarakat menjadi terprovokasi akan hal yag tidak baik, dan akhirnya masyarakat pun ikut membenci sesuatu yang telah disampaikan oleh pelaku dari hate speech tersebut.
Namun untuk menghindari kita terprovokasi dengan berita-berita atau hate speech di media sosial, kita bisa menerapkan beberapa cara bijak dalam memilih dan menyikapi ujaran kebencian,yaitu sebagai berikut :
1. Jangan mudah percaya
Dalam media sosial banyak sekali berita yang terkadang masih belum diketahui kejelasan dari berita tersebut. Maka dari itu, kita sebagai masyarakat sebaiknya tidak langsung percaya begitu saja dengan apa yang diberitakan. Alangkah lebih baik jika kita mencari tahu kebenaran dan fakta yang ada dalam berita tersebut. Hal itu juga mengurangi resiko kita dalam mendapatkan berita-berita hoax yang bertebaran di sosial media.
2. Tidak membagikan informasi yang belum jelas
Jangan membagikan informasi yang belum jelas faktanya, apalagi kita terpancing dan emosi dalam membaca berita tersebut. Dan dari poin pertama pun telah dijelaskan bahwa lebih baik kita mencari tahu terlebih dahulu sumber-sumber dan fakta yang ada. Sehingga kita tidak menyebarkan berita hoax atau berita provokasi yang membuat orang lain pun ikut terpancing dengan berita yang salah.
3. Hindari update status yang menyinggung
Update status memang tidak ada salahnya, namun alangkah baiknya jika tidak perlu membuat status yang menyinggung dan menyulut amarah dan emosi seseorang.
4. Jangan terpancing emosi untuk berdebat