Mohon tunggu...
SILVIA AGUSTINA
SILVIA AGUSTINA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

An INFJ

Selanjutnya

Tutup

Surabaya

Kondisi Perekonomian Kampung Arab Di Surabaya Tahun 1900-an

29 Mei 2023   02:23 Diperbarui: 29 Mei 2023   03:06 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Surabaya. Sumber ilustrasi: KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Kampung Arab merupakan suatu istilah dimana terdapat banyak penduduk yang bertempat tinggal di suatu wilayah pemukiman (yang selanjutnya disebut dengan perkampungan) secara berkelompok dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Kampung Arab tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya di Surabaya. D.G Stibbe mengatakan bahwa kampung Arab berada di sekitar Masjid Ampel. Di sekitar kampung tersebut terletak makam kuno Raden Rahmat atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel, satu dari sembilan tokoh utama wali songo sebagai penyebar agama Islam di Jawa, khususnya di Kota Surabaya. Pemukiman Kampung Arab di Surabaya merupakan pemukiman terbesar yang menjadi pusat dari seluruh pemukiman di Jawa Timur. Pemukiman orang-orang Arab di Indonesia berpusat di daerah sekitar pantai karena menyesuaikan dengan mata pencaharian mereka yang dominan sebagai pedagang di sekitar pantai. Selain di dominasi oleh orang-orang yang berasal dari Arab dan berbagai etnis lain yang beragama Islam, juga terdapat etnis dan agama lain yang mendiami perkampungan ini. Etnis Arab yang datang di Nusantara mayoritas dari berbagai wilayah di Jazirah Arab, mayoritas berasal dari Hadramaut.

Surabaya merupakan salah satu wilayah yang sangat penting di Jawa dan seluruh Hindia Belanda. Mengutip dari tulisan Howard Dick yang mengatakan bahwa Karesidenan Surabaya di pergantian abad 19 ke 20 merupakan daerah konsentrasi industri di Hindia Belanda yang kedudukannya dapat disejajarkan dengan kota-kota industri besar yang ada di Asia seperti Calcutta, Bombay, dan Osaka. Menurut Mustopo, pemukiman orang-orang Arab di Surabaya pada awalnya merupakan orang-orang yang melakukan migrasi dari Gresik. Kemudian mereka mendirikan pemukiman di Surabaya dan memilih untuk menetap akibat usaha pelayaran mereka mengalami kemunduran. Inilah yang menjadikan pemukiman di Surabaya mengalami pertumbuhan yang berkaitan erat dengan kondisi Surabaya sebagai kota dagang. Jumlah orang Arab di Surabaya ditentukan oleh proses migrasi, faktor mata pencaharian dengan mayoritas sebagai pedagang menjadi alasan mereka berpindah dan menetap di suatu wilayah.

Orang-orang Arab lebih mengutamakan faktor ekonomi dengan berdagang dibandingkan faktor agama dengan misi keagamaan. Hal ini terlihat dalam kegiatan berdagang yang dilakukan oleh orang-orang etnis Arab di Nusantara yang berlanjut hingga masa kemerdekaan Indonesia. Selain itu, konflik internal yang terjadi di Hadramaut dan sumber daya alam yang tidak memadai menjadi penyebab kedatangan orang-orang Arab ke Indonesia. Pemusatan ekonomi perdagangan menjadi faktor situasi yang berkembang pada saat itu serta menjadi instrumen penting di hampir setiap negara sekaligus sebagai faktor pendorong bagi orang-orang Arab untuk ikut terlibat di bidang perdagangan. 

Dalam kenyataannya, selama berabad-abad lamanya, komunitas Arab selalu turut serta dalam meramaikan perdagangan dan aktivitas perekonomian di Indonesia. Namun, pada tahun 1900-1942 dibanding etnis Cina dan pribumi, komunitas Arab memiliki pergerakan yang lebih lambat. Aktivitas yang dilakukan oleh komunitas Arab di Indonesia mayoritas memiliki keterkaitan dengan masuknya agama Islam ke Nusantara. Menurut Uka Tjandrasasmita, orang-orang Arab datang ke Nusantara dikarenakan faktor ekonomi, yaitu mencari jenis mata pencaharian baru sebagai pedagang. Aktivitas itu diikuti pula dengan menyebarkan agama Islam (Ricklefs, 1991, 3). Aktivitas perekonomian orang-orang Arab dimulai dari berbagai kota dekat pantai lalu menyebar ke pedalaman untuk kemudian membentuk komunitas ekonomi baru.

Tahun 1930 merupakan masa depresi dimana sektor perdagangan mengalami kemunduran yang berdampak pada perekonomian orang-orang Arab. Pengaruh tersebut terlihat dari usaha mereka dalam mencari daerah baru yang memberikan keuntungan secara ekonomi. Mereka melakukan perpindahan dari Jawa Timur ke daerah Semarang dan Batavia. Disisi lain, orang-orang Arab yang kaya, mereka pergi menunaikan Ibadah haji di Mekkah dan melakukan Umrah ke Madinah. 

Sering kali aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang Arab di Hindia Belanda tidak sama dengan prinsip agama yang dianutnya, namun mereka tetap menjalankannya dalam aktivitas perekonomiannya. Dalam laporan van den Berg sangat jelas digambarkan bagaimana orang-orang Arab menjalankan praktik riba di tengah komunitas yang juga beragama Islam (Berg, 1989, 87–89). Seperti halnya kredit termasuk dalam golongan riba, yang  dalam Islam hukum riba adalah haram. Praktik inilah yang dianggap pemerintah Hindia Belanda sebagai aktivitas yang memberatkan masyarakat pribumi. Oleh karena itu, pemerintah Hindia Belanda seringkali tidak berhasil dalam usaha mengatasi hal tersebut karena sasaran riba adalah orang-orang pribumi. Sebenarnya, orang-orang pribumi dapat melakukan peminjaman uang dengan bunga yang lebih rendah pada etnis lain selain orang-orang Arab. Akan tetapi, orang-orang Arab pandai dalam memberikan berbagai kemudahan untuk menarik perhatian masyarakat pribumi. Disisi lain, aktivitas seperti inilah yang dapat menyelamatkan orang pribumi dari berbagai keterpurukan. Melalui cara kredit (riba) dari orang Arab, orang-orang selamat dari kebangkrutan untuk sementara waktu, meskipun persyaratan yang harus dipenuhi berat (Berg, 1989, 135). Selain orang-orang Arab, etnis Cina juga melakukan aktivitas tersebut kepada masyarakat pribumi.

L.W.C van den Berg mengatakan bahwa terdapat aktivitas mata pencaharian lain orang-orang Arab yakni penjualan secara eceran dan dengan metode cicilan. Biasanya orang Arab seperti itu mereka menjual barang dagangannya secara eceran kepada orang-orang yang melintas sembari menghisap pipa di muka pintu dan mayoritas dari mereka tidak mempunyai toko. Orang Arab yang melakukan cara dagang seperti itu bukanlah orang Arab yang kaya, mereka yang kaya biasanya memiliki toko sendiri dan barang eceran dijual di tokonya sendiri juga di kota lain. Para pedagang Arab menjual barang dagangannya dengan pola jajakan, baik resiko ditanggung mereka sendiri maupun ditanggung si penjaja. Melalui cara tersebut penjaja memperoleh upah sebanyak 2,5 % hingga 5 % dari laba yang didapat, dengan peraturan yang mempunyai barang menerima barang dagangan dengan syarat mengembalikan barang tersebut atau membayar hasil penjualan yang telah disepakati. Jika penjaja berhasil menjual barang tersebut di atas harga yang telah disepakati sebelumnya, maka kelebihan keuntungannya menjadi milik si penjaja. Penjaja itu lebih suka menjual barang dagangannya di kalangan masyarakat pribumi dengan harga tinggi dengan cara cicilan (Berg, 1989, 92). 

Komoditas utama perdagangan orang Arab adalah cita katun dan katun India yang di impor dari Eropa. Komoditas kedua yang diperdagangkan berupa berlian, batu permata, dan aneka komoditi impor dari Eropa (seperti barang emas dan perak, arloji, makanan yang diawetkan, tembikar, dan berbagai barang yang berasal dari logam). Selain itu, bahan bangunan juga turut diperdagangkan oleh orang Arab. Peran para pedagang Arab sebenarnya menguntungkan orang-orang pribumi, karena menjadi penghubung bagi orang Eropa dan orang Cina, khususnya komoditas yang dihasilkan oleh penduduk pribumi untuk selanjutnya dipasarkan kepada para pedagang Cina atau Eropa (Berg, 1989, 93). Orang-orang Arab juga melakukan impor kuda dari pulau Sumba beserta kain tenunnya, mengelola pabrik ubin kecil, percetakan, dan usaha bioskop. Orang-orang Arab lebih suka menginvestasikan modalnya pada bidang properti, seperti gedung dan membeli rumah yang kemudian dikontrakan. Selain itu, orang Arab juga turut dalam menjual batik di Nusantara dan menjual hidangan kuliner Arab.

Kampung Arab di Surabaya merupakan suatu perkampungan yang berlokasi di Kota Surabaya dengan mayoritas penduduk beragama Islam serta didominasi oleh orang-orang yang berasal dari Arab. Penduduk di kampung tersebut sebagian besar bermata pencaharian sebagai pedagang di sekitar pantai. Berbagai macam barang yang mereka jual, antara lain kain katun, emas dan perak, arloji, batu permata, bahan bangunan, hingga menjual hidangan kuliner Arab. Selain berdagang, mereka juga turut serta dalam menyebarkan agama Islam. Namun, pada tahun 1930 orang-orang Arab mengalami kemunduran pada sektor ekonomi yang berdampak pada kondisi perekonomiannya yang mengakibatkan orang-orang Arab melakukan migrasi ke wilayah lain yang dianggap dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi mereka. Selain itu, orang-orang Arab melakukan praktik riba pada aktivitas perekonomiannya padahal dalam Islam hukumnya haram. Pemerintah Hindia Belanda begitu sering memberantas aktivitas tersebut karena dapat memberatkan masyarakat pribumi, namun upaya tersebut kerap gagal karena orang Arab dan Cina pandai dalam menarik perhatian masyarakat pribumi. Di sekitar Kampung Arab tersebut terdapat juga makam kuno Raden Saleh atau Sunan Ampel, yang merupakan salah satu anggota wali songo yang turut berperan menyebarkan agama Islam ke masyarakat pribumi, khususnya di Surabaya. Hingga saat ini, keberadaan dan aktivitas perekonomian seperti berdagang yang terjadi di Kampung Arab Surabaya masih terus berjalan dan dapat kita temui hingga sekarang. (*)

Daftar Pustaka

Rabani La Ode. dan Artono. 2005. "Komunitas Arab: Kontinuitas Dan Perubahannya Di Kota Surabaya 1900–1942". Jurnal Masyarakat dan Budaya 7, no. 2: 113-130.

Fatma. "Aktivitas Ekonomi etnis Arab secara Umum di Surabaya". Skripsi, Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga.

Albatati. 2017. "Pembekuan Kampung Arab Surabaya Sebagai Heritage". Diakses 30 November 2022. http://www.kampungnesia.org/berita-pembekuan-kampung-arab-surabaya-sebagai-heritage.html#ixzz7jDiKuTb6

*Silvia Agustina, Mahasiswa Program Studi Ilmu Sejarah, Universitas Airlangga

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun