Mohon tunggu...
Silvi AuliaRahmah
Silvi AuliaRahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Armh

Just be slow

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesaksian Christianto Wibisono dan Romo Sandiawan tentang Kerusuhan Mei 1998

20 Desember 2021   09:09 Diperbarui: 20 Desember 2021   09:13 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kemudian Romo Sandiawan menjelaskan kedatangannya ke Amerika dalam delegasi itu. Dia menyatakan saat pergi ke Amerika dia bersama dengan ibu Karlina dan beberapa korban, termasuk korban kekerasan seksual yang sekitar sembilan jam diperkosa di dalam taxi. Korban itu kebetulan seorang Tionghoa dan baru lulus dari sebuah sekolah ekonomi terkenal di Inggris. Ketika dia masuk ke dalam taxi, justru diperkosa oleh sopir taxi dan sekitar tiga orang massa.

Menurut Sandiawan korban kekerasan seksual itu sangat pandai karena bisa mengidentifikasi dan mendengar seluruh percakapan, dan dia bisa mendengar bahwa itu memang aparat keamanan. Korban mengatakan dirinya diancam bahwa keluarganya akan dibakar dan sebagainya. Tapi dengan kemauan sendiri, korban ingin ikut menghadiri delegasi ke PBB, menurut Sandiawan korban ini sangat cerdas karena di perjalanan mereka menceritakan korban-korban kekerasan seksual sebagai sistem teror di Aceh dan sejumlah daerah lainnya di Indonesia saat itu. 

Sandiawan melanjutkan kejadina ini, kekerasan seksual juga kam miskin urban waktu itu dijebak dengan sistematik, seperti disiapkan sejumlah kelompok masyarakat sipil untuk melakukan kekerasan dan dipimpin secara sistematik, menjadi provokator. Hal ini jelas memenuhi prasyarat untuk disebut sebagai Crime's again humanity karena terencana dengan matang, peristiwanya pun sistematik, korbannya pn masif massal, korbanyya begitu banyak. 

Dia melanjutkan, ketika dia bersama Palang Merah mendata korban di RSCM, para korban banyak yang terbakar hangus dan juga ada yang seperti setengah matang, korban banyak yang kondisinya mengerikan. Mereka juga mendampingi keluarga korban yang saat ini menjadi sebuah paguyuban di Klender mencari keadilan, sedangkan justru ada pernyataan bahwa peristiwa Mei ini tidak perlu diinvetigasi karena pelakunya sudah meninggal semua.

Kemudian Christianto melanjutkan bahwa menurut PBB kalau negara atau oknum membiarkan peristiwa kerusuhan terjadi maka itu dianggap bersalah, apalagi memprovokasi. 

Dia berharap untuk kedepannya tidak terulang lagi peristiwa seperti itu sebba bangsa ini akan mengalamii kemunduran yang luar biasa di tengah persaingan global, dimana bangsa-bangsa lain sudah memasuki masa kelas menengah keatas sedangkan kita sudah 70 tahun merdeka masih tetap setiap kali ganti presiden harus mengalami hal serupa, jadi jika ingin mengganti presiden ya ganti saja presidennya jangan sampai rakyat juga ikut berkorban seolah rakyat tidak memiliki namam, seenaknya saja dibiarkan mati sampai beribu-ribu. Lanjutnya, pembiaran dan melecehkan nama jiwa kemanusiaan itu harus dituntut agar tidak terulang lagi oleh siapapun.

Sandiawan menambahkan, dia teringat ketika berkunjung ke Holocoust Museum, disana selalu ada catatan agar tidak melupakan peristiwa yang terjadi meskipn mengandung torehan luka, nmaun menajdi harapan agar bangsa menjadi bermartabat kembali, kalu peristiwa keusuhan Mein ini tidak diungkap secara jujur maka kita akan hancur akrena mesin kekerasan politik itu bisa terulang dan logikanya menyangkut korban, seperti halnya korban pedoflia, jika tidak didampingi oleh psikiater bisa menjadi pelaku pedofilia lainnya, hal itu juga sama seperti kasus kerusuhan ini dikhawatirkan para korban justru tumbuh menjadi pelaku kekerasan-kekerasan lainnya, seperti gejala Stockholm Syndrome seorang korban yang diculik namun mengidolakan dan berperilaku seperti penculiknya. Keadaan sperti ini harus diatasi dan dihentikan rantai kekerasannya. Maka agar tidak terjadi lagi, maka presiden yang akan datang jika betul-betul ingin pelanggaran HAM berhenti maka harus berani memberi wewenang penyidikan kepada Komnas HAM seperti kepada KPK agar peradilan HAM bisa terjadi.

Demikianlah penuturan dua orang saksi kerusuhan Mei 1998. kasus besar seperti ini memnag kadang menjadi hal yang sulit di redam dan diselidiki, namun bersama kita dapat berusaha dan menghindari hal-hal yang memicu terjadinya kejadian serupa dimasa yang akan datang. Tragedi Mei 1998 merupakan sejarah bangsa Indonesia yang kelam yang dapat memberikan pelajaran untuk memperbaikinya agar menjadi bangsa yang lebih baik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun