Mohon tunggu...
Silvi AuliaRahmah
Silvi AuliaRahmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Armh

Just be slow

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kesaksian Christianto Wibisono dan Romo Sandiawan tentang Kerusuhan Mei 1998

20 Desember 2021   09:09 Diperbarui: 20 Desember 2021   09:13 543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Isu politik global, keadaan politik nasional, dan krisis ekonomi 1997 adalah latar belakang dari terjadinya peristiwa Mei 1998. Isu Politi global merupakan pandangan dunia internasional yang mengkritik pemerintahan Soeharto kala itu di Indonesia, kritikan itu kemudian memantik para rakyat untuk menyampaikan suara mereka kepada pemerintah. 

Keadaan makin di perburuk oleh krisis ekonomi 1997, nilai tukar rupiah terhadap dolar menurun yang mengakibatkan sejumlah harga bahan pokok naik, hal ini juga berdampak kepada PHK dan sikap anarkis yang mengakibatkan kriminalitas di tengah masyarakat meningkat, sehingga mahasiswa melakukan aksi keprihatinan. Aksi keprihatinan ini berkembang menjadi aksi turun ke jalan untuk menuntut reformasi secara menyeluruh oleh pemerintah. 

Puncak aksi itu terjadi pada tanggal 12 Mei 1998, empat mahasiswa Trisakti menjadi korban penembakan tragedi itu. Penembakan terhadap keempat mahasiswa Trisakti ini malah makin menyulut kemarahan masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jakarta. Pada tanggal 13-15 Mei 1998 kerusuhan makin menjadi, mendorong para mahasiswa dan politikus untuk terus melanjutkan aksi demi tuntutan reformasi secara total dan turunnya Soeharto dari kepemimpinannnya di Indonesia, sebab dianggap gagal menyetabilkan ekonomi Indonesia saat itu. Kemudian pada tanggal 21 Mei 1998 Soeharto Resmi memutuskan mundur dari jabatan Presiden.

Selain itu, dampak daari tragedi ini juga terjadinya intimidasi dan kekerasan seksual termasuk pemerkosaan yang berkaitan dengan kerusuhan 13-15 Mei 1998. TGPF (Tim Gbaungan Pencari Fakta) mengemukakan bahwa terjadinya kerusuhan ini di sejumlah daerah di Indonesia memiliki pola yang sama, yaitu adanya persoalna situasi sosial, ekonomi, politik yang memantik pecahnya suatu kerusuhan. Kondisi itu memamng sebagian pecah secara alamiah, namun ada juga sarana-sarana yang menjadi pemicunya. 

Pelakunya ini beragam mulai dari aktivis massa yang awalnya pasif namun kemudian menjadi pelaku aktif kerusuhan, provokator, hingga ditemukannya anggota aparat keamanan.

Dalam sumber lain di kemukakan bahwa akibat dari terjadinya krisis moneter, mengakibatkan kesenjangan sosial ekonomi antara si kaya dan si miskin sehingga muncullah berbagai prasangka buruk terhadap etnis Tionghoa yang banyak menjadi pedagang, seperti di Pasar Glodok, Jakarta. Peristiwa kerusuhan di 13 Mei 1998 juga menjadi gerakan anti Tionghoa dengan melakukan perampokan, penjarahan, pembakaran dan perusakan toko, kendaraan, dan bangunan lain milik etnis Tionhoa. 

Pada tanggal 14 Mei 1998 menjadi puncak penjarahan di Pasar Glodok, hal ini mengakibatkan trauma bagi para pedagang disana. Korban dari kersuhan ini di derita oleh etnis Tionghoa secara materil, namun warga pribumi juga banyak yang menjadi korban karena kehilangan pekerjaan mereka sebab tempat kerja mereka banyak yang rusak. 

Lambannya penanganan dari pemerintah terhadap kerusuhan Mei 1998 juga menjadi faktor meluasnya kerusuhan ini. Selain itu, orang Tionghoa juga dianggap kuran menjalin komunikasi budaya dan bersatu dengan rakyat pribumi, hal ini sering memunculkan prasangka-prasangka buruk terhadap etnis Tionghoa oleh warga pribumi. 

Kemudian seringkali ditemukan sikap pemerintah yang sering memberi kemudahan bagi etnis Tionghoa untuk berdagang, seperti ditempatkannya mereka di tempat strategis, hal ini seringkali menimbulkan kecemburuan sosial dari warga pribumi. Hingga puncaknya terjadi pada tanggal 13 Mei 1998.

Berkaitan dengan kasus yang sudah banyak dijabarkan sebelumnya, berikut merupakan kesaksian dari Christianto Wibisono dan Romo Sandiawan mengenai tragedi kerusuhan Mei 1998. Christianto merupakan seorang keturunan etnis Tionghoa dan merupakan seorang jurnalis, sedangkan Romo Sandiawan merupakan relawan kemanusiaan yang menangani dan membantu korban kerusuhan Mei 1998. 

Christianto mengemukakan bahwa pada tanggal 12 Mei 1998 dia sedang menghadiri seminar di UNTAR, kemudian pada jam tiga dia pulang, kemudian pada jam enam tepat dia menghadiri rapat bersama Gubernur Sutiyoso, kemudian dia di telpon oleh istrinya yang mengabarkan berita tentang 4 mahasiswa Trisakti di tembak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun