" Ibu, hanya dengan aku memanggil namamu, kenapa hati ini sakit seperti ini ? Kau sudah memberikanku segalanya. Sosok yang sangat berharga, yang sangat cantik dibanding siapapun. Itulah kau, ibuku" penggalan arti dari lirik lagu korea yang dibawakan oleh Ra.D yang selalu berhasil membuat mata saya berkaca-kaca ketika mendengarnya.
Mendengar atau menceritakan tentang ibu biasanya saya suka merasa sensitif apalagi kalau sedang menyimak muhasabah mengenai ibu.Â
Mengingat hal-hal yang sudah banyak diberikan oleh ibu dan apa yang sudah saya lakukan untuk ibu termasuk saat berselisih pendapat, kadang membantah  rasanya masih tidak ada apa-apanya dan tidak akan pernah sebanding dengan apa yang sudah dilakukan oleh sosok seorang ibu. Sama halnya ketika saya menonton film bertema keluarga khususnya yang fokus ke ibu, tidak jarang saya menahan tangis atau bahkan keluar bioskop dengan keadaan mata yang sembab. Â
Aku Ingin Ibu Pulang
Bicara tentang film dengan tema keluarga, tanggal 16 Desember 2017 lalu dan saat itu dalam rangka menyambut Hari Ibu, KOMiK mendapat kesempatan nonton bareng film Aku Ingin Ibu Pulang yang diselenggarakan oleh Desa Anak SOS bertempat di Kinosaurus. Â Aku Ingin Ibu Pulang merupakan film keluaran tahun 2016 garapan rumah produksi Maxima Pictures yang disutradari oleh Monty Tiwa dan berhasil membuat saya mengeluarkan air mata.
Berlatar belakang sisi lain dibalik gemerlapnya kehidupan di Jakarta, terdapat sebuah keluarga kecil yang hidup sederhana. Scene awal menampilkan Andi F. Noya yang sedang siaran Kick Andy dengan bintang tamu seorang anak SD, Jempol Budiman (Jefan Nathanio) yang mencari ibunya.Â
Dikisahkan bapak Jempol yang bernama Bagus (Teuku Rifnu Wikana), seorang buruh bangunan mendapat musibah kecelakaan kerja hingga dirinya tidak produktif lagi dan hanya mampu berbaring di tempat tidur. Sang istri, Â Satri (Nirina Zubir) terus membujuk suaminya untuk berobat namun Bagus menolak karena berpikir jika biaya berobat dapat digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Satri yang seorang karyawan di toko obat Cina akhirnya membawakan obat dari toko tersebut untuk perawatan luka suaminya.
Kondisi keuangan juga makin terhimpit namun Satri tetap ingin membawa suaminya berobat ke rumah sakit. Hingga akhirnya Satri rela mencuri uang di toko tempat ia bekerja. Perbuatan Satri diketahui oleh suaminya dan membuat keduanya bertengkar hebat hingga Satri memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah.Â
Perlombaan  tersebut juga dimanfaatkan Jempol untuk mencari ibunya dengan mengalungkan foto dan informasi mengenai Satri. Sudah hampir sampai di garis finish, Jempol mendapat kabar bahwa bapaknya meninggal dan akhirnya dia memutuskan tidak menyelesaikan lomba tersebut dan segera pulang ke rumah.
Desa Anak SOS (SOS Children's Villages)
Sebagai gambaran, keluarga SOS tinggal dalam satu rumah yang berisi 8 sampai 10 anak dengan seorang Ibu Asuh (Foster Mother).  Desa Anak SOS memiliki komponen nilai sosial diantaranya  anak-anak yang beresiko, ibu, kakak-adik, keluarga, rumah, masa kecil dalam keberagaman budaya, desa, dan momen kebahagiaan masa kecil.Â
Kompetisi Video
Oh iya, hari itu juga ada diskusi film bersama dosen Kajian Film IKJ, Satrio Pamungkas dan seorang sutradara dan produser, Lianto Luseno. Mereka memberikan tips dalam membuat film/video yang dapat diikuti untuk mengikuti kompetisi video Desa Anak SOS ini. Kalau kamu ga punya alat rekam professional yang canggih, jangan menyerah dulu karena alat rekam apapun juga dapat menghasilkan karya yang bagus tinggal bagaimana kreatifnya orang yang ada dibalik lensa dalam  menggambil gambar, mengangkat cerita, dan mengolahnya menjadi kisah yang akan disukai oleh penonton. Cerita dapat diangkat dari realita sehari-hari yang terjadi di sekitar kita.Â
So, tuangkan idemu, ambil perangkatmu, dan ikuti kompetisinya :D Good LuckÂ
Lebih lanjut mengenai Desa Anak SOS, kunjungi website : http://www.sos.or.id/Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H