Dalam rangka sosialisasi manajemen bencana ke masyarakat termasuk pembuat kebijakan daerah (Pemda), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencari sesuatu yang berbeda dari lembaga lain. Bapak Sutopo selaku humas BNPB saat acara Nangkring Kompasiana mengatakan bahwa masyarakat Indonesia belum siap dalam menghadapi bencana. Meskipun tingkat pengetahuan masyarakat sudah baik, namun sikap dan perilaku belum menunjukkan hal yang sama. Hal tersebut menjadi PR bagi BNPB untuk bagaimana agar sikap dan perilaku masyarakat khususnya di daerah rawan bencana dapat meningkat.Â
Komunikasi persuasif melalui media diharapkan mampu mempengaruhi politik, sikap masyarakat, & menyelamatkan nyawa manusia. Tetapi daerah seperti di Gunung Kelud & rawan bencana lainnya paparan medianya sangat kurang, namun radio banyak dimiliki masyarakat sehingga dapat dijadikan media sosialisasi. Radio juga memiliki sasaran yang lebih tersegmentasi berdasarkan karakteristik demografi dan minat. Menurutnya jalur informal seperti kebudayaan, kesenian lebih disukai oleh masyarakat. Selain radio, BNPB juga melakukan sosialisasi siaga bencana melalui media lain seperti film, komik, dan majalah.
Sandiwara Radio Asmara Di Tengah Bencana
Asmara Di Tengah Bencana berlatar kesultanan Mataram Yogyakarta dan meletusnya Gunung Merapi. Bapak S. Tijab selaku penulis naskah menceritakan sedikit mengenai sandiwara radio tersebut yaitu berkisah tentang sepasang kekasih bernama Jatmiko dan Setianingsih, Jatmiko yang merupakan anak seorang tumenggung dan Setianingsih yang hanya seorang gadis biasa. Perbedaan status sosial tersebut membuat orang tua Jatmiko tidak menyetujui hubungan mereka dan pada akhirnya gagal menuju pelaminan tepat saat meletusnya Gunung Merapi.Â
Sandiwara radio ini berdurasi 30 menit tiap episodenya (total episode 50). Ada episode yang mengangkat masalah bencana yang kemudian dimasukkan edukasi mengenai siaga bencana. Dalam satu cerita ada seorang tokoh yang mengorbankan nyawanya untuk Jatmiko, adapun pesan moral yang dititipkan sang penulis naskah disini adalah orang kecil (rendahan) maupun rakyat biasa asal jujur, setia, punya kredibilitas tinggi bisa memberikan sesuatu bagi orang lain.Â
Seorang praktisi radio Bapak Ahmad Zaini yang juga turut hadir sebagai narasumber memaparkan bahwa kekuatan radio adalah suara sehingga pendengar dituntut untuk berimajinasi seolah-olah berada di cerita tersebut. Kemudian beliau juga memaparkan bagaimana agar sosialisasi siaga bencana melalui sandiwara radio menjadi efektif, antara lain:
- Pemilihan cerita : cerita bernilai kebudayaan sangat mudah diterima oleh masyarakat
- Packaging : meliputi kekuatan suara narator, pengisi suara, musik, dan pemilihan sound effect
- Target pendengar : pendengar radio bersifat heterogen, sasaran harus jelas. Untuk drama yang agak kolosal harus diperhatikan pendengar usia muda.Â
- Pemilihan stasiun radio : harus menjangkau pelosok-pelosok, memiliki basis pendengar (seberapa banyak jumlah pendengar, pada jam berapa pendengar banyak mendengar radio), kualitas daya siar, promosi program (untuk awareness pada pendengar, bisa melalui website, sosmed, atau program di radio lainnya)
- Pemilihan jam siar : programnya dibatasi durasi waktu dan memiliki jumlah  pendengar paling banyak
- Siaran ulang : karena sifat radio adalah sekilas dengar dan tidak dapat mendengarkan dalam waktu yang sama
- Survey popularitas program : ini bisa dijadikan evaluasi saat program berlangsung, apakah masyarakat dapat menerima sandiwara radio dan memahami edukasi yang ada di dalam cerita tersebut. Tambahan kuis setelah acara dirasa cukup menarik pendengar untuk selalu mengikuti tiap episodenya & membuat acara menjadi populer
- Acara off air : tujuannya membuat program lebih dekat dengan masyarakat misal dengan diadakan temu & sapa dengan pengisi suara dan pihak BNPB yang kemudian diisi dengan kegiatan edukasi secara langsung.
Namun demikian, saya pribadi menunggu evaluasi akhir BNPB dari program yang masih berlangsung ini sehingga bisa dilihat keefektifan program serta keberlanjutan program. Karena kesuksesan dari sosialisasi media berada pada apakah penyebaran komunikasi informasi efektif dalam merubah sikap penerima pesan secara langsung dan apakah modifikasi sikap ini pada akhirnya mempengaruhi perilaku seseorang ? Sehingga maksud dan tujuan program tercapai. Bapak Sutopo juga berharap kepada blogger untuk sering menulis hal-hal yang terkait bencana khususnya tahap prabencana karena dapat mengurangi kerugian bencana selama 7 bulan. Selain itu BNPB juga merangkul wartawan dengan membentuk wartawan peduli bencana (Wapena) sebagai pemberdayaan komunitas melalui pengalaman mengatasi dan menghadapi bencana yang berfokus pada kegiatan partisipatif untuk melakukan kajian, perencanaan, pengorganisasian kelompok masyarakat, serta pelibatan dan aksi dari berbagai pemangku kepentingan, dalam menanggulangi bencana sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana serta wartawan yang belum mengetahui system penanggulangan bencana dapat memahami  prosedur penanganan bencana dan ketersediaan data bencana dapat membantu kerja wartawan dalam membuat berita dan menginformasikannya kepada masyarakat luas dengan data yang tepat, cepat dan akurat.
Masyarakat juga dapat mengakses informasi pada web BNPB mengenai siaga bencana, apa yang harus dilakukan ketika menghadapai bencana tertentu.
Semoga masyarakat Indonesia dapat semakin sadar mengenai pentingnya siaga bencana :)
Twitter : @silvisshi , Facebook : Silvi Enggar Budiarti