Mohon tunggu...
faradeela yumna
faradeela yumna Mohon Tunggu... -

seorang ilustrator yang kadang sulit untuk mengilustrasikan perasaannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Filosofi Cappuccino

18 Januari 2014   17:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

http://warnaaksara.blogspot.com/
Suatu sore di lantai dua sebuah Kafe di Tembalang. Seperti biasa aku memesan secangkir cappuccino panas. Belakangan aku memang lebih suka cappuccino daripada kopi-kopi lainnya. Pahit enak, manis juga enak.


Tak lama kemudian, cappuccino pesananku datang berserta kotak berisi gula, biskuit, dan sebuah sendok serta sebuah filosofi hidup.
Hidup itu seperti Cappuccino. Kita butuh gula sebagai pemanis, butuh biskuit sebagai pelengkap, dan kita butuh sendok supaya semua komponen cappucinno bersatu padu dan bisa dinikmati.
Biskuit bisa diibaratkan sebagai cinta. Dan gula bisa diibaratkan sebagai sahabat. Sedangkan sendok diibaratkan sebagai sikap kita.
Biskuit bisa saja habis sebelum cappuccino yang kamu minum habis, dan bisa juga habis bersama dengan tetes terakhir cappuccinomu. Begitu juga cinta, kamu bisa bertahan dengan satu biskuit untuk menghabiskan cappuccinomu, tapi kamu bisa saja menghabiskan banyak biskuit untuk satu cangkir cappuccino.
Lain halnya dengan gula, dia bisa membuat cappucinno jadi manis. Dan dia larut, jadi dia tidak mungkin meninggalkan cappucinno sendirian setelah dia memberi rasa manis.
Tapi gula tidak akan bisa membuat cappuccino manis kalau tidak ada sendok. Gula ada didekat cappucinno tapi tidak bisa tercampur. Begitu pula dengan persahabatan, kalau sikap kita benar, sahabat pasti bersedia ada buat kita, kita harus menjaga sikap supaya sahabat kita tidak pernah ragu untuk menemani kita, sampai cappucino kita habis.
Waktu itu aku hanya diberi sebuah biskuit, tapi sayangnya biskuit itu habis jauh sebelum cappucinnoku habis.
Oleh: F. Yumna

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun