Mohon tunggu...
Bang SB
Bang SB Mohon Tunggu... Jurnalis -

Bang SB dimasa kanak kanaknya kerap jualan bakwan, menulis untuk diri sendiri, pernah jadi supir angkot nasib baik memberinya rezeki hingga mampu beli android

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kisah Nyata: Ibu, Sakit ... Aku Lelah Ibu

1 Desember 2016   22:35 Diperbarui: 2 Desember 2016   00:53 965
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi"][/caption]

Bu ... Sakit bu ... 

Sakit kali lo pak ... 

Aku lelah ibu ...

Kata kata itu, terus hadir di telinga rahma. Rahma yang hadir diacara seorang bupati yang memimpin kabupaten simalungun, sebuah kabupaten di pinggiran danau toba. 

Rahma hadir di acara itu, untuk bertemu dengan bapak satu anak yang dia dengar dari tetangganya seorang yang dermawan. 

Rahma bahkan sudah mempersiapkan diri mana tau dia akan diusir karena menjadi tamu tak diundang di acara itu. Apa yang harus ku jaga lagi, aku dah pernah diusir pemilik klinik bahkan dimaki maki karena tidak mampu membayar tagihan pengobatan anakku dulu batinnya 

Acara tersebut ternyata adalah acara terbuka, yang bebas dihadiri oleh siapa saja, bahkan sebenarnya bupati itu ingin bertemu dengan semua warganya.

Kata sambutan dari bapak bupati simalungun, kata seorang wanita berhijab yang agak gendut dengan kaca matanya membuatnya terlihat manis. 

Dari tenda yang paling ujung, rahma memperhatikan orang naik ke atas pentas. Ini orangnya .. Ini yang harus kujumpai nanti, kata rahma dalam hatinya. 

Dalam berpidato, bupati muda itu sering menyelipkan candaan yang sering membuat orang tertawa. Tapi rahma, rahma tidak bisa tertawa karena dia hanyut dalam jeritan amri, bocah mungil yang ditinggalnya sendiri di rumah, menahan sakit. 

Lamunannya melayang juga kepada satu penolakan dari tetangganya yang kaya, yang didengarnya suka memberikan pinjaman kepada warga di sekitarnya. 

Apa ? Kau mau meminjam uang, sepuluh juta, untuk mengobati anakmu, lalu jaminannya ngga ada? Lalu kamu mau mbayarnya pake apa kata bu warti. Sudah pergi sana, disini bukan pantai sosial katanya lagi. Bu warti tak bergeming, meski air mata rahma dan suaminya sudah tumpah di rumah itu ...

Bercerai kita runtuh, bercerai kita ... Kawin lagi, canda bupati, disambut tawa semua hadirin di acara itu, kecuali rahma. Bupati menutup pidatonya dan duduk kembali ke kursinya. 

Rahma berjalan pelan, berdesak desakan menuju tempat duduk bupati itu. Aku harus bertemu gumamnya. 

Doa penutup itu adalah kesempatan bagi rahma bergerak leluasa, maafkan aku Tuhan, aku tidak ikut berdoa, kata rahma dalam hatinya. Dia terus berjalan menuju tenda, yang diduduki oleh pejabat dan orang penting se kabupaten.

Jantung rahma berdegub kencang, debar debar tak menentu, dia takut tak akan sempat bertemu, dia ragu, terus melangkah atau berhenti?. Ketika acara ditutup, semua yang hadir berdesak desakan, berebutan untuk berjabat tangan, 

Mendadak, 

Bu ... Sakit buu... Amri capek bu ... Mendengung keras di telinga rahma 

Rahma berjuang menerobos kumpulan orang yang ada, ketika dia sudah mendekat, sang bupati rupanya sudah berjalan menuju mobil dinas, 

Rahma panik, tak terasa air matanya mengucur deras dengan berlari dan ketika dia sampai didepan bupati muda itu, entah setan apa yang membuatnya begitu berani memeluk bupati itu, dengan air mata yang semakin deras mengucur sampai membasahi bajunya, dia menangis, dia berteriak menumpahkan semua keluhannya ... 

Yach beberapa orang yang berada di dekat beliau, berusaha memisahkannya, tapi bupati itu memberi kode untuk membiarkan ibu muda, dengan kerut wajah yang terlihat jelas serta uban tak beraturan memenuhi kepalanya. 

Tenang ibu, kenapa ibu? Ayo kita duduk dulu, ceritakan apa yang bisa saya bantu, ujarnya. Rahma mulai tenang dan berusaha menjelaskan apa yang menjadi bebannya,

Semua usaha, semua aksi nekatnya, semua tangisan dan air mat ini karena amri, iya amri, putra buah jalinan kasihnya dengan suaminya. Amri, bocah cilik berusia sepuluh tahun, sedang menangis menahan sakit karena terjadinya pembengkakan tubuhnya. Pembengkakan yang membuatnya ngga bisa bermain lagi bahkan sudah berhenti sekolah. Amri, bocah cilik yang biasanya riang, sekarang sering menangis dan menahankan sakit, bersama rasa takutnya, berteman dengan cita citanya, dibalik anyaman bambu dinding rumahnya, menanti sang ibu yang sedang mencari keberuntungan, berharap keajaiban sang ayah yang mendayung becak dengan keringatnya, membawa uang yang cukup untuk membawa amri ke rumah sakit.

Enam bulan sudah, Rahma dan suaminya, hanya mengobati amri dengan belaian, kadang memberinya minyak minyak tradisional, mengolesi bagian yang bengkak dengan daun daun yang dijumpai di pinggir pinggir jalan. Rahma tau dan sadar bahwa minyak yang diolesi, daun yang diremas tidak akan menyembuhkan derita amri. Ah mana tau, coba coba ternyata berkhasiat, gumamnya dalam hati. Berapa rumah sakit dan puskesmas yang ditemui, hanya menyarankan operasi, namun ketika rahma bercerita tentang ketiadaan uang, semua mengelak. Ada yang mengelak dengan simpati, bahkan ada yang menolak dengan kasar.

Di tengah malam yang larut, ketika amri sudah tertidur karena tenaga yang terkuras menahan sakit, rahma dan suaminya, berserah kepada ilahi, berpelukan dan larut dalam tangis yang lebih dalam karena amri. rahma merasa gagal, rahma malu kepada amri, rahma hanyut dalam ketersiksaan dan hampir hampir saja mereka menyerah kepada takdir, tak jarang mereka mengutuki diri. Air mata tumpah setumpah tumpahnya, kami semua diam, beliau diam dan awanpun ikut hanyut, menutup mentari, mendung hadir serasa ikut rasakan pedihnya erangan amri dirumah petak kecil itu. Puas berkeluh kesah, bupati dengan sabar mendengarnya, akhirnya menepuk nepuk kecil pundak rahma dan mengajaknya naik ke kendaraan dinasnya. 

Aku ingin bertemu dengan amri, ayo kita ke rumah sama sama, bupati itu dengan senyuman.

Ngga usah pak, baju saya kotor, biarlah saya berlari atau naik angkot saja, rumah saya di dekat pom bensin itu, kata rahma.

Ayo naiklah, kita harus cepat menolong amri. Akhirnya rahma naik ke mobil dinas bupati itu. Yach supir, ajudan, rahma dan semua di atas mobil itu hanyut dalam bayangannya masih masing, 

Rahma sendiri dalam hatinya, masih bertanya tanya, apakah bupati ini seperti yang diceritakan orang, sangat perhatian dan dermawan ? 

Apakah mungkin dia membawa anakku ke rumah sakit dan mengobatinya sampai sembuh? Kata rahma dalam hatinya. Tapi minimal aku sudah melakukan tugasku berjuang untukmu amri ... Jangan jangan bupati ini akan sama dengan caleg yang kemarin datang ke rumah dan memberikan sembako saja ? 

Rahma berdoa dengan berlinang air mata, Tuhan gerakkan hati semua orang untuk menolong amri katanya. Hanya itu pintanya dalam diam, dalam tangis dan dalam air matanya.

Mobil itu sampai di depan rumah kecilnya berdinding tepas, dia mendengar rintihan amri menahan sakit yang terus menemaninya. 

Bupati dan rombonganya masuk kerumah dan menyapa amri, dan seorang gadis muda yang juga tadi ada didalam mobil dinas itu memeriksa amri, menuliskan sesuatu dan memberikannya kepada beliau. Tak berapa lama, bupati muda itu menelpon seseorang, rahma tidak tahu juga. 

Selesai amri diperiksa dokter itu,  bupati itu mengelus amri, mengajaknya cerita, meskipun amrinya hanya menjawab dengan jawaban yang tidak jelas. Karena dia menjawab bersamaan dengan menahan sakitnya rongrongan penyakit di badannya.

Beliau menoleh ke rahma, tenang ya ibu, ibu kemasi barang barang, sebentar lagi, ibu berangkat ke rumah sakit di berastagi ujarnya.

Teruslah berdoa dan berpengharapan ibu katanya.

Tak berapa lama, Helikopter meraung raung di atas rumah rahma dan turun di tanah lapang kota kecil itu, beberapa rombongan membopong amri, mengangkatnya ke mobil dinasnya dan membawanya ke tanah lapang itu.

[caption caption="Ilustrasi"]

[/caption]

Rahma terus menangis, dan mengucap syukur, dalam hati dia berdoa, Terima kasih Tuhan, telah engkau kirimkan orang yang bersedia membantuku, doa rahma dalam hatinya

Sampai di tanah lapang, rahma, amri, dokter muda yang memeriksa amri, naik ke heli itu, Helicopter itu terbang menembus angkasa, disambut dengan suara burung burung yang riang gembira di langit yang cerah.

Jika ada disekitarmu yang sedang sakit dan tidak mampu, tugasmu sebagai manusia adalah membawanya kerumah sakit, meskipun karena itu kamu harus berhutang pada orang lain. (Dr. JR Saragih, SH, MM)

-------
Kisah nyata, 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun