Indonesia sebagai negara hukum telah mengatur tentang perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974. Persoalan pernikahan dini memang memang tidak dijelaskan secara eksplisit akan tetapi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) pasal 29 dijelaskan bahwa usia minimal laki-laki adalah 18 tahun dan perempuan 15 tahun. Sedangkan batas kedewasaan berdasarkan KUHPer pasal 330 ialah pada usia 21 tahun dan belum pernah menikah.
Â
Pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 7 ayat 1 dijelaskan batasan usia minimal seseorang dapat menikah bagi laki-laki yakni di usia 19 tahun dan 16 tahun untuk perempuan. Dengan berdasar pada peraturan pemerintah tentang pernikahan maka memperlai harus mendapat izin dari orang tuanya (UU RI 1974). Merujuk pada pasal 2 bila terjadi penyimpangan terhadap pasal 1 maka seseorang dapat meminta dispen terhadap pengadilan atau pejabat lain. Pejabat dan pengadilan merupakan yang ditentukan oleh orang tua kedua mempelai. [4]
Â
Terdapat peraturan lain yang membahas yang termuat dalam Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 Tentang Pencatatan Nikah Bab IV pasal 8 "Apabila seorang calon suami belum mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan seorang calon isteri belum mencapai umur 16 (enambelas) tahun, harus mendapat dispensasi dari pengadilan". Dalam peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 Bab IV pasal 8, menyebutkan adanya dispensasi nikah apabila calon suami dan calon isteri belum genap berusia 21 (duapuluh satu) tahun maka diwajibkan adanya perizinan  yang diberikan oleh orang tua atau wali nikah, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Agama No.11 tahun 2007 tentang pencatatan nikah Bab IV pasal 7 "Apabila seorang calon mempelai belum mencapai umur 21 (duapuluh satu) tahun, harus mendapat ijin tertulis kedua orang tua"(Munandar et all, 2023). [5] Kelonggaran itu diberikan pemerintah pasangan yang akan melaksanakan pernikahan namun belum cukup umur.[6] Berdasarkan hal tersebut, maka sudah  seharusnya ada tindakan dari pemerintah dalam penegakan hukumnya.
Â
Pemantauan ketat yang dilakukan oleh pemerintah serta lembaga terkait diberikan
Â
untuk mengonfirmasi tidak adanya perkara terhadap ketentuan usia perkawinan. Dalam hal terjadi pernikahan dini, hukum perdata memberikan beberapa jalur perlindungan, seperti kemungkinan pembatalan perkawinan jika dilakukan di bawah usia yang ditetapkan atau tanpa persetujuan yang sah. Korban pernikahan dini juga dapat meminta perlindungan hukum melalui pengadilan untuk mendapatkan hak-haknya, didalamnya hak atas pendidikan serta perlindungan dari penyalahgunaan.
Â
Untuk meningkatkan perlindungan terhadap korban pernikahan dini, beberapa usulan perbaikan regulasi dan kebijakan dapat dilakukan. Pertama, reformasi legislatif untuk menaikkan batas usia minimal pernikahan menjadi 21 tahun. Kedua, penerapan dan penegakan hukum pernikahan anak harus mempertimbangkan penyediaan keadilan, solusi, dan layanan perlindungan bagi korban pernikahan anak dan pelanggaran hak asasi manusia yang terkait. Selain itu, strategi nasional untuk pencegahan pernikahan usia dini harus mencakup perlindungan dari diskriminasi dan perlakuan buruk lainnya, termasuk praktik pernikahan anak. Di Indonesia sendiri, studi tentang perlindungan hukum terhadap pernikahan anak telah dilakukan dan menunjukkan bahwa analisis normatif dari berbagai sumber tertulis sangat diperlukan. [7]