Mohon tunggu...
Silva Oktaviana Suwandi
Silva Oktaviana Suwandi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya seorang mahasiswi Hubungan Internasional di Universitas lslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya merupakan mahasiswi Hubungan Internasional semester 6 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya memiliki minat dalam hal politik, ekonomi, hukum, dan politik dalam negeri maupun luar negeri.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Nuklir Korea Utara dan Dampak Geopolitiknya: Sejarah dan Strategi Pencegahan

14 September 2024   16:16 Diperbarui: 14 September 2024   16:23 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Upaya diplomasi kembali dilakukan pada tahun 2012 ketika Amerika Serikat dan Korea Utara menyepakati moratorium uji coba nuklir dan peluncuran rudal. Namun, kesepakatan ini gagal setelah Korea Utara meluncurkan rudal jarak jauh pada 13 April dan mendeklarasikan diri sebagai "Nuclear State" pada 9 Maret.

Perkembangan kebijakan nuklir Korea Utara semakin tegas dengan penerapan kebijakan "Byungjin" pada 31 Maret, yang bertujuan mendorong pembangunan ekonomi dan kekuatan nuklir secara bersamaan. Hal ini diperkuat dengan pemberlakuan undang-undang tentang penguatan posisi negara bersenjata nuklir pada 1 April, dan penggabungan kebijakan Byungjin ke dalam peraturan Partai Pekerja Korea pada Mei 2016. 

Tahun 2018 membawa harapan baru dengan tercapainya beberapa kesepakatan antara Korea Selatan, AS, dan Korea Utara melalui tiga KTT antar-Korea dan KTT AS-Korea Utara pertama. Namun, KTT AS-Korea Utara kedua di Hanoi pada 27-28 Februari 2019 berakhir tanpa hasil signifikan. Sejak saat itu, Korea Utara menolak seruan perundingan denuklirisasi dari masyarakat internasional.

Pada tahun 2021, Korea Utara semakin menegaskan tujuannya untuk memperkuat kekuatan nuklir dan pertahanan. Mereka meningkatkan uji coba rudal, termasuk jenis hipersonik dan SLBM. Periode 2022-2023 ditandai dengan peningkatan drastis peluncuran rudal balistik. Lebih jauh lagi, Korea Utara meresmikan kebijakan nuklir yang lebih agresif dalam undang-undang dan konstitusi mereka, menunjukkan komitmen kuat terhadap program nuklir mereka.

DAMPAK GLOBAL DAN STRATEGI PENCEGAHAN: RESPONS TERHADAP ANCAMAN NUKLIR KOREA UTARA 

Ancaman nuklir di Semenanjung Korea telah menimbulkan gelombang dampak yang meluas hingga ke Asia Selatan dan Tenggara. Sebagai respons terhadap tindakan Korea Utara, negara-negara sekitar telah mengambil langkah-langkah strategis. India dan Pakistan telah melakukan uji coba rudal balistik, sementara Rusia dan China menyelenggarakan latihan militer bersama. Hal ini menunjukkan bahwa krisis keamanan di Semenanjung Korea memiliki implikasi geopolitik. 

Menghadapi situasi ini, Korea Selatan telah mengambil berbagai inisiatif dan langkah strategis untuk menghadapi ancaman ini. Salah satunya adalah dengan memperkuat aliansi jangka panjang melalui peningkatan kerja sama trilateral keamanan antara Korea Selatan, Jepang, dan Amerika Serikat. Selain itu, Korea Selatan juga menjalin kemitraan dengan organisasi internasional seperti United Nations Command (UNC) dan NATO.

Di sisi lain, Korea Utara terus mengembangkan kemampuan nuklir dan rudal balistiknya, bahkan mengerahkan 250 peluncur rudal balistik taktis baru di sepanjang Zona Demiliterisasi yang memisahkan kedua Korea. Korea Utara juga menjalin kemitraan strategis dengan Rusia, yang dinilai oleh Korea Selatan sebagai faktor destabilisasi di Semenanjung Korea dan seluruh kawasan Indo-Pasifik. Dalam merespons ancaman ini, Korea Selatan telah memfokuskan strateginya pada penguatan kemitraan dengan Amerika Serikat, terutama dalam hal pencegahan nuklir. 

Kedua negara telah mendirikan Nuclear Consultative Group (NCG) untuk menyelaraskan upaya perluasan pencegahan nuklir dan pada pertengahan 2024 mereka menerbitkan panduan bersama yang menjelaskan cara menerapkan pencegahan nuklir untuk menghadapi ancaman dari Korea Utara.

Selain itu, aliansi antara Korea Selatan dan Amerika Serikat juga bertujuan untuk mengintegrasikan kemampuan militer Korea Selatan dengan aset strategis AS. Melalui latihan militer seperti Freedom Edge yang mencakup operasi udara, siber, dan maritim, kemitraan antara Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat memiliki nilai strategis dalam melawan ancaman dari Korea Utara, China, dan Rusia. Upaya-upaya pencegahan lainnya termasuk latihan militer gabungan dan penempatan sistem pertahanan rudal seperti  Terminal High Altitude Area Defense (THAAD). 

Peningkatan kerja sama keamanan internasional, seperti kolaborasi erat Korea Selatan dengan UNC dan NATO, serta bergabungnya Jerman ke UNC menunjukkan dukungan global yang meningkat untuk pertahanan Korea Selatan. Kolaborasi ini diharapkan dapat memperkuat upaya Korea Selatan dalam menjaga keamanan dan perdamaian di wilayahnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun