Pada era digital yang serba cepat ini, teknologi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari, terutama bagi anak-anak yang tumbuh di tengah kemajuan perangkat modern. Smartphone, tablet, dan komputer tidak hanya menjadi alat untuk hiburan, tetapi juga menawarkan berbagai kemudahan dalam proses belajar dan komunikasi.
Di satu sisi, teknologi memberikan berbagai manfaat yang tidak dapat disangkal, seperti kemudahan akses informasi secara instan, sarana belajar interaktif yang dapat memacu kreativitas, menikmati konten edukatif yang menarik, serta ragam hiburan yang mendidik dan menghibur.
Teknologi juga memungkinkan anak-anak menjelajahi dunia tanpa batas, mempelajari keterampilan baru, dan bahkan memperluas lingkaran sosial mereka melalui platform digital.
Namun, di balik segala manfaat tersebut, terdapat tantangan yang tidak dapat diabaikan, khususnya terkait kesehatan mental anak. Orang tua perlu memahami potensi risiko yang muncul dan mengambil langkah proaktif untuk melindungi kesejahteraan psikologis anak mereka.
Apa yang dimaksud dengan kesehatan mental dan Perkembangan Data Kesehatan Mental Terhadap Anak
Menurut World Health Organization (WHO, 2018), kesehatan mental didefinisikan sebagai kondisi kesejahteraan di mana individu mampu menyadari potensi diri mereka, menghadapi tekanan hidup sehari-hari, bekerja secara produktif, dan berkontribusi kepada komunitasnya.
Kesehatan mental yang baik tidak hanya mencakup ketiadaan gangguan psikologis, tetapi juga melibatkan kemampuan untuk mengelola emosi, membangun hubungan interpersonal yang sehat, serta beradaptasi dengan perubahan dan tantangan. Pada anak-anak, kesehatan mental yang optimal menjadi landasan penting bagi perkembangan kognitif, emosional, dan sosial mereka.
Sementara, Goleman (1995), dalam bukunya Emotional Intelligence, menguraikan bahwa kesehatan mental mencakup lima dimensi utama kecerdasan emosional: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, memahami emosi orang lain (empati), dan membangun hubungan sosial yang positif. Keseimbangan emosi ini berperan penting dalam membentuk resiliensi, yakni kemampuan untuk bangkit dari kesulitan dan menghadapi tantangan hidup dengan sikap yang sehat.
Bagi anak-anak, resiliensi adalah keterampilan yang membantu mereka mengelola stres, beradaptasi dengan perubahan, dan tetap optimis meskipun menghadapi kegagalan atau konflik.
Di era digital, tantangan terhadap kesehatan mental semakin kompleks. Teknologi yang seharusnya mempermudah interaksi justru sering kali mengurangi kualitas hubungan sosial.