Mohon tunggu...
Silvany Dianita
Silvany Dianita Mohon Tunggu... Psikolog - I'm a Adult Clinical Psychologist

When you care for yourself first, the world will also find your worthy of care.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Museum Nasional Indonesia sebagai Destinasi Edukasi dan Rekreasi Keluarga

7 Januari 2025   08:30 Diperbarui: 6 Januari 2025   20:41 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Di depan Arca Ganesha,  Koleksi Foto Pribadi

Akhir pekan tanggal 5 Januari 2024, saya kembali mengunjungi Museum Nasional Indonesia (MNI) untuk ketiga kalinya. Terletak di Jalan Medan Merdeka Barat No. 12, Jakarta Pusat, museum ini dikelola langsung oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Untuk masuk ke sini, Warga Negara Indonesia (WNI) dikenakan tiket sebesar Rp 25.000 per orang dewasa, sedangkan Warga Negara Asing (WNA) membayar Rp 50.000. Salah satu pameran yang menarik perhatian saya adalah IMERSIFA, yang menampilkan sejarah Indonesia melalui konsep alam, masyarakat, dan budaya dari masa ke masa. Sayangnya, tiket IMERSIFA telah habis saat kunjungan saya.

Lalu, apa yang membuat Museum Nasional Indonesia begitu menarik? Izinkan saya bercerita.

Sering disebut Museum Gajah karena patung gajah yang menghiasi halamannya, museum ini menjadi salah satu ikon wisata edukasi di Jakarta. Berdiri sejak 24 April 1778, MNI memiliki koleksi lebih dari 140.000 benda, mulai dari artefak prasejarah, keramik kuno, hingga naskah bersejarah. Dengan arsitektur megah bergaya klasik, museum ini mengajak pengunjung menjelajahi kekayaan sejarah dan budaya Indonesia dari Sabang sampai Merauke.

Salah satu kisah yang membuat museum ini begitu istimewa adalah upaya repatriasi benda-benda bersejarah dari luar negeri. Proses repatriasi ini melibatkan diplomasi dan hukum internasional untuk memulangkan artefak yang sebelumnya dibawa penjajah atau pedagang. Di antara benda-benda yang berhasil dikembalikan adalah patung Amoghapasa dan prasasti dari era Sriwijaya dan Majapahit. Repatriasi ini menjadi simbol penting yang memperkuat identitas bangsa. Berdasarkan informasi, sekitar 760 artefak, termasuk koleksi dari Pangeran Diponegoro dan seni Pita Maha dari Bali, telah dipulangkan dalam beberapa tahun terakhir.

Saat memasuki museum, saya langsung disambut koleksi arca besar seperti Ganesha dan Buddha dari era Hindu-Buddha. Museum ini memiliki berbagai galeri menarik, seperti Galeri Prasejarah yang menampilkan fosil manusia purba dari Sangiran, dan Galeri Arkeologi dengan koleksi prasasti serta perhiasan emas dari kerajaan-kerajaan kuno. Galeri Etnografi menampilkan kerajinan tangan, alat musik tradisional, dan senjata khas dari berbagai suku di Indonesia.

Salah satu fitur interaktif favorit saya adalah Mengenal Paras Nusantara, yang terletak di lantai 1. Dengan teknologi pemindai wajah dan kecerdasan buatan (AI), fitur ini mencocokkan wajah pengunjung dengan ciri khas suku-suku di Indonesia. Betapa terkejutnya saya saat hasil pemindaian menunjukkan bahwa wajah saya memiliki kemiripan dengan suku Dayak, padahal saya berasal dari suku Batak. Pengalaman ini memberi saya wawasan baru tentang kekayaan budaya bangsa dan bagaimana teknologi dapat menghidupkan kembali karya seni klasik, seperti lukisan wajah suku Nusantara karya Raden Pirngadie.

Mengenal Paras Nusantara, Sumber: Koleksi  Foto Pribadi
Mengenal Paras Nusantara, Sumber: Koleksi  Foto Pribadi

Tidak jauh dari sana, saya mengunjungi pameran fosil manusia purba yang juga menarik perhatian. Koleksi seperti tengkorak Homo Erectus dan artefak dari situs arkeologi seperti Sangiran dan Trinil dipamerkan dengan informatif, memberikan gambaran tentang evolusi manusia dari masa ke masa. Saya bersama suami mencoba tampilan foto teknologi menjadi figur manusia purba, hasilnya menarik sekali.

Foto Menjadi Manusia Purba, Sumber: Koleksi Foto Pribadi
Foto Menjadi Manusia Purba, Sumber: Koleksi Foto Pribadi

Fosil, Sumber: Koleksi Pribadi
Fosil, Sumber: Koleksi Pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun