Mohon tunggu...
Silvany Dianita
Silvany Dianita Mohon Tunggu... Psikolog - I'm a Adult Clinical Psychologist

When you care for yourself first, the world will also find your worthy of care.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Mengenali Diri Lewat Overthinking: Perspektif dari The Anxious Generation pada Era Digital

3 Januari 2025   14:05 Diperbarui: 3 Januari 2025   14:15 405
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi dari Canva.com

Pendahuluan

 

Dalam era digital yang serba cepat, di mana informasi dan tekanan sosial datang bertubi-tubi, banyak individu terjebak dalam pusaran overthinking. Kehidupan modern, yang didorong oleh kemajuan teknologi dan media sosial, menawarkan peluang tanpa batas, tetapi juga menciptakan tekanan yang luar biasa. Media sosial, misalnya, memperburuk kecenderungan ini dengan menghadirkan gambaran kehidupan yang sering kali tidak realistis. Melalui platform seperti Instagram atau TikTok, individu terus-menerus terpapar pada kehidupan yang tampak ideal, liburan mewah, hubungan harmonis, atau kesuksesan karier. Ini memicu kecenderungan untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain, sehingga menciptakan perasaan tidak cukup baik.

Fenomena overthinking sering kali muncul ketika seseorang merasa terbebani oleh pilihan hidup, ekspektasi, atau pengalaman masa lalu. Misalnya, seorang karyawan mungkin terus-menerus memikirkan keputusan besar seperti apakah harus menerima promosi dengan tanggung jawab lebih besar atau tetap di posisi yang nyaman tetapi stagnan.

Di sisi lain, seorang pelajar yang baru saja menyelesaikan pendidikan mungkin terjebak dalam lingkaran pemikiran tentang pilihan karier yang tepat, takut membuat kesalahan yang dapat berdampak jangka panjang pada hidupnya. Ilustrasi lain yang relevan adalah seorang pengguna media sosial yang melihat unggahan pernikahan teman-temannya. Ini dapat memicu overthinking tentang hubungan mereka sendiri: apakah hubungan mereka cukup baik? Apakah mereka siap untuk menikah? Atau, bahkan lebih jauh, apakah mereka layak untuk dicintai? Pikiran-pikiran ini sering kali tidak hanya menguras energi, tetapi juga memengaruhi kesehatan mental dan emosional.

Overthinking, atau kebiasaan berpikir berlebihan, sering kali dianggap sebagai hambatan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, di balik sisi negatifnya, overthinking juga dapat menjadi alat introspektif yang membantu individu memahami diri mereka dengan lebih baik.

Dalam era modern yang ditandai dengan arus informasi yang deras dan ekspektasi sosial yang terus meningkat, overthinking menjadi fenomena yang umum terjadi, terutama di kalangan generasi muda.

Perspektif dari berbagai tokoh seperti Jonathan Haidt, Viktor Frankl, dan Susan David memperkaya pemahaman kita tentang dimensi-dimensi kompleks overthinking dan bagaimana hal ini dapat dikelola secara efektif. Mari kita lihat seperti apa yang dikatakan oleh tokoh-tokoh ini untuk dapat memahami lebih jauh mengenai overthinking.

Overthinking dan Tekanan Sosial Digital

Dalam The Anxious Generation, Jonathan Haidt (2024) mengungkapkan bahwa overthinking sering kali muncul sebagai respons terhadap tekanan sosial yang semakin intens. Menurut Haidt (2024), media sosial dan budaya perbandingan menciptakan lingkungan di mana individu merasa harus terus memenuhi standar tertentu untuk dianggap berhasil atau bahagia. Lingkungan ini diperkuat oleh paparan terhadap kehidupan ideal yang sering ditampilkan di media sosial seperti liburan mewah, pencapaian karier, atau hubungan romantis yang tampak sempurna.

Akibatnya, banyak orang terjebak dalam pusaran pikiran yang tidak produktif, memikirkan apakah mereka cukup baik atau mampu memenuhi ekspektasi tersebut. Contohnya, seseorang mungkin terus-menerus merenungkan keputusan mereka hanya karena merasa orang lain lebih sukses atau bahagia. Namun, Haidt juga menyoroti bahwa jika dikelola dengan baik, overthinking dapat menjadi alat untuk mengevaluasi nilai-nilai dan prioritas pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun