Mohon tunggu...
Silvany Dianita
Silvany Dianita Mohon Tunggu... Psikolog - I'm a Adult Clinical Psychologist

When you care for yourself first, the world will also find your worthy of care.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Citayam Fashion Week: Kemunculan Interaksionalisme Simbolik dan Kebutuhan Ruang Publik untuk Ekspresi

24 Juli 2022   14:52 Diperbarui: 25 Juli 2022   07:40 2201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lima remaja di Sudirman, Jakarta Pusat, Senin (11/6/2022).(Kompas.com/Cynthia Lova)

Interaksionalisme simbolik merupakan salah satu kajian sosial yang menjelaskan tingkah laku manusia melalui analisis makna sosial.

Secara sadar atau pun tidak sadar, setiap hari kita selalu disuguhi oleh berbagai yang sedang "hype" dan yang sedang hangat menjadi pembicaraan kaum urban terutama di kota Jakarta adalah kemunculan dari anak-anak yang berasal kota-kota penyanggah di sekitaran kota Jakarta.

Anak-anak yang berasal dari daerah Citayam, Bojong Gede, dan Depok serta sekitarannya menjadi topik hangat setiap kalangan.

Kemunculan mereka dikenal sebagai istilah "Citayam Fashion Week" dikarenakan kehadiran mereka memberikan warna yang kreatif dan yang menjadi sorot perhatian juga adalah tempat "nongkrong" mereka adalah berada di kawasan SCBD (Sudirman Central Business District) yang kini diplesetkan sebagai singkatan Sudirman, Citayam, Bojong Gede, dan Depok (SCBD, sekarang). It happens! Termasuk saya pun juga tertarik untuk mengulas singkat keberadaan mereka.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Kemunculan anak-anak muda di pinggiran jakarta yang ingin mencicipi bagian perhatian dari kelompok urban memang sedang menjadi buah bibir setiap golongan masyarakat mulai dari pemerintah sendiri, politisi, penggiat media sosial, berita di televisi maupun berita sacara daring, tidak ingin ketinggalan untuk membicarakan anak-anak "SCBD" ini.

Sekarang kita perlu lihat profil dari kelompok SCBD ini dari beberapa sudut pandang baik secara psikologi, sosial, dan peran pemerintah.

Remaja dan Permasalahannya

Kelompok "SCBD" yang sedang viral adalah terdiri dari anak-anak remaja yang di bawah berusia 20 tahun dan memiliki kondisi status sosial yang rendah serta putus sekolah. Sekarang kita perlu memahami, sosok anak-anak remaja ini dari segi tipologi dan permasalahan umum yang dirasakannya.

Mengutip pernyataan John W. Santrock seorang penulis anak dan remaja mengatakan masa remaja adalah periode perkembangan transisi dari masa kanak-kanak hingga masa dewasa yang mencakup perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

Sementara, World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa masa remaja merupakan suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali yang menunjukkan perubahan pada seksualitas sampai mencapai kematangan seksualitasnya, mereka akan mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial yang penuh, kepada keadaan yang relatif menjadi lebih mandiri.

Maka dapat disimpulkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju masa dewasa sehingga dalam fase perubahannya mereka mengalami sejumlah pola perubahan mulai dari kondisi fisik, psikologis, sosial, hingga membentuk pola identitas yang membutuhkan adaptasi.

Pada masa remaja akan merasakan perubahan peralihan yang ditandai dengan gaya hidup yang berbeda dari masa sebelumnya. Remaja akan melewati masa perubahan yang semula belum mandiri remaja akan cenderung lebih mandiri. Remaja akan melewati masa pencarian identitas untuk menjelaskan tentang siapa dirinya.

Dan, tidak jarang dalam mengalami perubahan tersebut, seorang remaja akan mengalami berbagai persoalan yang mempengaruhi perilaku mereka sendiri. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan perilaku remaja biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal:

Roy (Citayam), Mami (Tanah Abang), dan Oman (Tanah Abang) memanfaatkan zebra cross untuk ajang unjuk pakaian di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (20/7/2022) | (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO) 
Roy (Citayam), Mami (Tanah Abang), dan Oman (Tanah Abang) memanfaatkan zebra cross untuk ajang unjuk pakaian di kawasan Dukuh Atas, Jakarta, Rabu (20/7/2022) | (KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO) 

1. Gaya hidup

Dengan adanya perkembangan teknologi saat ini, gaya hidup seseorang juga mengalami perubahan. Setiap kelompok masyarakat berlomba-lomba untuk menunjukan status sosialnya melalu perubahan gaya hidup.

Mereka yang yang berasal dari sub budaya, kelas sosial, kelompok masyarakat dan lintas generasi memiliki gaya hidup yang tidak sama.

Gaya hidup diekspresikan melalui minat, pandangan, kreativitas, keunikan, dan ragam aktivitas oleh karena gaya hidup menjadikan sebuah identitas dan entitas atas interaksi diri seseorang kepada lingkungannya. Dan, kelompok remaja juga menjadi salah satu subjek atas perubahan gaya hidup dimaksud.

2. Kondisi keluarga

Keluarga menjadi satu unit terkecil dari masyarakat dan menjadi bagian yang sangat esensi dalam mempengaruhi lingkungan sosial, berbangsa dan bernegara. Kelompok anggota keluarga menjadi patokan yang memberikan pengaruh satu dengan yang lain, mulai dari pembentukan karakter, orientasi agama, ekonomi, minat, bakat, pendidikan, pembentukan konsep diri yang mempengaruhi karakter seseorang.

Dengan pentingnya keberadaan keluarga, maka tidaklah heran jika kekuatan sebuah bangsa yang besar sangat tergantung dari pilar unit terkecil dimaksud. Termasuk seorang remaja. Keberadaan remaja yang berkarakter baik atau tidak tergantung dari entitas keluarga yang membentuknya.

3. Teman sebaya

Bagi remaja, teman sebaya memberikan pengaruh yang lebih dari pada orang tua. Anak remaja merasa lebih nyaman bercerita kepada teman sebaya mereka, atau yang sering mereka sebut sebagai sahabat, darip ada bercerita kepada orang tua.

Melalui teman sebaya mereka juga dapat mengetahui macam-macam kepribadian orang lain di luar diri mereka. Melalui teman sebaya, mereka pun mulai membentuk kesamaan dalam berinteraksi sosial maupun adanya pengakuan untuk tetap eksis.

4. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat membentuk perilaku seseorang karena adanya interaksi sosial yang dilakukan secara terut-menerus hal ini disebabkan seseorang akan berperilaku baik atau tidak dipengaruhi dari lingkungan dimana mereka berada. Lingkungan sosial yang baik cenderung memberikan pengaruh pergaulan yang baik begitu juga dengan sebaliknya

Kreativitas yang Ingin Diakui

Anak-anak remaja dari "SCBD" menampilkan diri yang apa adanya sesuai dengan status sosial mereka berkumpul bersama dan memiliki untuk berekspresi seni mulai menampilkan konten fashion dan ekspresi budaya akibat paparan budaya barat namun berbiaya rendah.

Mereka tampil dengan diri apa adanya dan hadir di tengah-tengah kawasan bisnis kaum elite pengusaha muda Jakarta Selatan, membuat daya tarik bagi anak-anak ini sekaligus memperoleh perhatian dari berbagai kalangan.

Kehadiran mereka memunculkan berbagai reaksi dan tidak jarang mereka mendapatkan kritikan dan komentar negatif. Banyak yang berpendapat bahwa kehadiran mereka sebagai bentuk ekspresi kreativitas yang ingin diakui sebagai bentuk eksistensi di tengah riuhnya kesibukan warga Jakarta. Banyak juga yang mengapresiasi cara mereka berbusana yang dinilai unik dan nyentrik persis dengan kondisi fashion yang umumnya.

Namun, dalam sekian banyak dukungan tentunya juga hadir komentar kontra mulai dari sindiran dan bahkan juga kehadiran mereka sendiri menjadi "bumper" politik untuk melancarkan visi personal dari beberapa kelompok orang.

Terlepas dari hal itu semua, saya melihat kehadiran anak-anak remaja tanggung ini memang sudah mendapatkan tempat bagi warga Jakarta. Dengan menampilkan outfit yang hype untuk menyerupai gaya anak Jakarta itu sendiri, mereka juga tampil percaya diri melalui konten media sosial yang unik melalu platform TikTok dan Instagram. 

Berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 e ayat 3 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas berserikat, berkumpul, dan mengerluarkan pendapat. Maka, dapat dimaknai bahwa setiap orang memang sudah dijamin oleh negara untuk melindungi, menghormati, dan menjamin setiap warganya tanpa terkecuali.

Hal ini seringkali kurang diperhatikan oleh setiap kelompok masyarakat termasuk juga oleh pemerintah, sehingga ketika terdapat suatu kelompok masyarakat yang berbeda dengan kelompoknya maka tidak jarang muncul resistensi di antara kelompok itu sendiri. Bukankah kita perlu mengakui bahwa negara Indonesia memiliki ragam status kelompok sosial yang berbeda, maka dari sisi kebebasan seseorang berkumpul dengan cara mereka sendiri, perlu kita apresiasi dengan catatan bahwa kreativitas yang ditampilkan tidak kebablasan dan mengganggu kenyamanan di ruang publik.

Kemunculan Interaksionalisme Simbolik

Pengamatan saya terhadap munculnya Citayam Fashion Week tidak ubahnya dengan kehadiran komunitas-komunitas anak remaja lainnya yang sudah ada pada setiap zamannya, yaitu adanya interaksionalisme simbolik.

Interaksionalisme simbolik merupakan salah satu kajian sosial yang menjelaskan tingkah laku manusia melalui analisis makna sosial. Teori ini dipopulerkan oleh George. H. Mead.

Mead mengatakan bahwa suatu interaksi sosial merupakan sebuah proses pemersatuan segmen masyarakat tertentu untuk memperoleh kesamaan simbol karena membuat keputusan berdasarkan lingkungan yang ditempatinya sehingga membentuk dasar seseorang untuk melakukan suatu perilaku yang diinginkan oleh lingkungannya.

Keberadaan bonge, jeje, dan kawan-kawan yang hadir untuk melakukan pertunjukan aktivitas sosial melalui gaya busana, pembuatan konten sebagai tindakan ekspresionisme, namun aktivitas mereka mendapatkan reaksi yang berbeda dari kelompok sosial lainnya.

Yang menjadi istimewanya adalah aksi mereka ditunjukan pada ruang publik yang aktif dan cenderung tidak tertib namun mendapat reaksi dari pemilik kebijakan dengan terkesan yang membiarkan atas ketertiban fasilitas publik yang saat ini menjadi penguasaan atas kelompok sosial tertentu.

Nah, melalui teori interaksi simbolik dijelaskan bahwa struktur sosial tertentu dapat membentuk simbol dalam interaksi sosial masyarakat. Dalam interaksi dimaksud tentunya membutuhkan kelompoknya untuk saling menunjukan kesamaan minat, kreativitas, keunikan, kerumitan, dan sering kali sulit interpretasikan.

Oleh karenanya, masyarakat memang terbentuk atas kesamaan simbol tersebut maka sering kali menekankan pada dua hal utama, yang pertama, manusia memang tidak akan terlepas dari interaksi sosial dan kedua, interaksi dimaksud mewujudkan simbol tertentu yang memiliki format dinamis.

Fenomena anak-anak remaja ini sebagai adanya perspektif interaksi simbolik yang menekankan pola budaya melalui perilaku individu yang terefleksikan melalui pola komunikasi. Interaksi simbolik memberikan pemaknaan terhadap interaksi budaya sebagai sebuah komunitas.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Catwalk di Dukuh Atas, Jakarta Pusat Bersama Jajaran Bank Investasi Eropa, Selasa (19/7/2022)(Dokumen Pemprov DKI Jakarta)
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Catwalk di Dukuh Atas, Jakarta Pusat Bersama Jajaran Bank Investasi Eropa, Selasa (19/7/2022)(Dokumen Pemprov DKI Jakarta)

Peran Pemerintah: Penyediaan Ruang Publik yang Seluas-luasnya

Kemunculan komunitas anak-anak remaja yang saat ini ada perlu menjadi sebuah pemantik bagi pemerintah bahwa fenomena ini bukanlah hal yang pertama kali ada namun sudah menjadi kesekian dari kelompok sosial yang ada dengan corak yang berbeda. Tentunya, kemunculan kelompok masyarakat yang senantiasa berkumpul, berserikat, dan berekspresi bukanlah hal yang dilarang namun tentunya perlu diberikan ruang yang memang sudah menjadi tempatnya.

Hal ini terjadi karena perubahan adalah hal yang pasti termasuk anak remaja yang hadir sebagai akibat terbatasnya ruang ekspresi dan pengakuan diri di lingkungannya, maka pemerintah pun perlu memandangnya sebagai komunitas yang perlu disalurkan sesuai dengan kapasitasnya melalui penyediaan ruang yang cukup dan bisa menempatkan mereka menjadi duta-duta perubahan melalui proses pembimbingan berdasarkan kebutuhan interaksi simbolik dimaksud. 

Menurut PPS (Project for Public Spaces) sebuah lembaga dari New York, terdapat 4 (empat) kualitas utama yang perlu dimiliki ruang terbuka, yaitu ruang publik yang aksesibel, menumbuhkan aktivitas pengunjung, nyaman serta memiliki visual yang baik dan memiliki nilai sosial dimana setiap individu dapat bertemu satu dengan lainnya dan menjadikan tempat tersebut menarik bagi pengunjung.

Pendekatan placemaking yang dilakukan oleh PPS bagi ruang publik kota memberikan penekankan terhadap kualitas ruang kota sebagai daya tarik masyarakat sehingga mampu membangun kualitas tersebut untuk keberhasilan program dan kepada masyarakat penggunanya.

Tata ruang kota yang dibangun oleh pemerintah perlu menyediakan tempat bagi setiap orang untuk bergerak, bermain, relaksasi di luar ruang berlangsung di ruang terbuka publik.

Kawasan SCBD saat ini dirasakan sebagai kawasan yang memadai oleh kelompok anak remaja "SCBD" untuk unjuk diri, namun apakah hal tersebut juga memberikan pengalaman yang serupa dengan warga kota lainnya.

Jika memang tidak menyeluruh demikian, maka pemerintah perlu menata konsep ruang bekumpul melalui penataan yang lebih tertib dan dinamis sehingga semua warga kota mampu memiliki kenyamanan yang sama tanpa mengurangi esensi atas peminatan dari beragam kelompok masyarakat lainnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun