Istilah strawberry untuk generasi yang mudah rapuh dan sering kali butuh kata "healing" untuk memulihkan potensi gangguan kesehatan mentalnya memberikan anggapan kepada mereka sebagai generasi mudah sekali lari dari masalah dari pada untuk menghadapi masalahnya. Namun, apakah serapuh itu generasi ini ke depannya?
Saya rasa kita perlu coba belajar mengenali mereka lebih dekat. Segala sesuatu memiliki potensi sebab dan akibat. Terdapat fakta menarik yang bisa dipelajari dari generasi strawberry.
Pertama, generasi strawberry merupakan generasi digital. Dilansir dari beberapa sumber yang ada, disebutkan bahwa generasi strawberry adalah generasi yang hadir dalam era yang serba disruptif dan digital.Â
Pada masa disruptif dan digital tersebut, generasi ini sangat diuntungkan dalam sisi kemudahan teknologi yang serba praktis dan segala sesuatu menjadi lebih terkoneksi melalui jaringan internet.
Media sosial menjadi wadah ekspresi kreativitas berpikir, berperilaku dan berpendapat. Dalam hal ini generasi strawberry sangat fasih!
Kedua, kehadiran generasi strawberry yang anti FOMO (Fear of Missing Out). Dari beberapa hal yang saya coba amati, generasi masa kini ingin dikenal sebagai generasi yang anti FOMO.Â
Sebagai dampak kemajuan teknologi dan kemudahan semua orang melakukan akses tanpa batas melalui berbagai platform media sosial.Â
Maka, hal tersebut dimanfaatkan untuk dapat selalu tampil paling hype di antara kalangannya, mulai dari tidak ingin ketinggalan untuk menggunakan ponsel tercanggih dengan merk ternama, ikut dalam beragam kegiatan sosial, fashion, tempat nongkrong, dan sebagainya.Â
Generasi anti FOMO jika tidak diberikan batasan yang bijak memberikan kekhawatiran dengan munculnya fenomena gangguan kecemasan yang mulai banyak dirasakan oleh mereka yang takut tertinggal dari tren yang ada.
Ketiga, Generasi Fixed Mindset. Ya, walaupun generasi ini dikenal dengan kreativitasnya dan serba aktif, namun kenyataanya mudah terjebak dalam pola pikir yang menetap.Â