Â
Sejak kapan kita mulai membenci hujan?
Apakah sejak kita terlalu sibuk mengurusi urusan duniawi? Atau sejak kampung halaman kita mengenal banjir? Betapa lucunya, kita sering menyalahkan hujan atas terhambatnya kegiatan kita. Padahal, manusia telah menciptakan alat canggih seperti payung dan jas hujan. Lalu, soal banjir apakah benar hujan yang patut disalahkan? Ataukah karena kebiasaan manusia yang gemar membuang sampah sembarangan, membabat hutan, menambangan emas? Â Hujan tidak pernah turun dengan niat buruk. Waktu dan keadaanlah yang membuatnya terasa begitu. Â
Awal tahun 2025, Kalimantan mengalami curah hujan yang sangat tinggi. Hampir setiap hari hujan turun tanpa henti, membuat banyak pekerjaan menjadi terhambat. Tetesan air dari langit seolah menciptakan simfoni deras yang mengingatkan kita akan masa lalu---masa ketika kita masih berlari-lari di bawah hujan, bercanda tanpa beban, tertawa riang tanpa peduli bagaimana kondisi tubuh setelahnya. Bukan soal nostalgia, tetapi kenyataannya curah hujan belakangan ini memang tinggi. Akibatnya, banjir terjadi di mana-mana, disertai tanah longsor, jalan rusak, dan kerusakan lainnya. Itulah drama khas musim hujan di Kalimantan. Â
Salah satu peristiwa yang ramai diperbincangkan saat ini adalah banjir di Kabupaten Landak, tepatnya di Desa Darit, Kecamatan Menyuke. Sungai Menyuke yang meluap menyebabkan banjir besar dengan ketinggian mencapai empat meter. Pemukiman warga dan fasilitas umum terendam. Banyak warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman. Aktivitas warga lumpuh, dan transportasi darat terputus. Tidak hanya Desa Darit, banjir serupa juga melanda beberapa titik lain di Kecamatan Menyuke. Â
Apa yang bisa kita pelajari dari peristiwa ini?
Kita perlu menjaga keharmonisan antara Tuhan, sesama, dan alam. Ketika keharmonisan ini rusak, dampaknya akan kembali kepada kita. Saat manusia berlomba-lomba membabat hutan demi kepentingan pribadi dan mendangkalkan sungai, mereka lupa bahwa alam juga bisa "marah." Apa yang kita tabur, itulah yang kita tuai. Oleh sebab itu, tidak ada gunanya saling menyalahkan. Â
Hujan yang sejatinya dirindukan oleh makhluk hidup berubah menjadi bencana bagi sebagian manusia ketika hubungan kita dengan alam rusak. Lalu, apa yang harus kita lakukan? Tidak ada kata terlambat untuk memperbaikinya. Mulailah dari langkah kecil. Lebih baik mencoba daripada hanya berdiam diri dan saling menyalahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H