19 Juli 2011
Akhirnya bisa juga bangun pagi. Ya, dari terakhir aku menulis catatan harian ini, aku sangat sibuk. Aku sekarang sudah bekerja di Kompas.com.
Aku senang kerja di Kompas.com, apalagi aku bekerja di bidang yang aku inginkan, olahraga. Betul, panggil aku wartawan olahraga sekarang. Tujuh hari pengalaman kerja sudah kudapat. Awalnya memang susah tapi lambat laun, aku mulai terbiasa.
Di hari pertama masuk kerja, aku hanya bisa membuat 5 berita. namun, sekarang aku sudah bisa membuat rata-rata 10 berita per hari. Hari ini aku bisa bangun pagi karena kemarin aku tidak pulang larut. Jam kerja wartawan olahraga itu berbeda dengan jam kerja wartawan lain.
Lebih spesifiknya, aku bekerja di desk internasional. Berita yang kudapat tentunya harus mengikuti berita di negara asing, yang produktifnya di malam hari. Karena, malam hari di Indonesia berarti siang hari di luar negeri. Jadi, sebagai media online, aku harus follow-up.
Selama tujuh hari kerja ini, aku sudah dua kali datang ke konferensi pers tingkat internasional. Memang lokasinya masih di Jakarta, tapi eventnya adalah event internasional. Saat menghadiri konfernsi pers event golf di Pantai Indah Kapuk, aku berkenalan dengan dua jurnalis wanita. Satu dari progol.co.id (Martiana Sihombing) dan satu lagi dari Jakarta Post (aku lupa namanya).
Saat di media room, aku melihat sekelilingku, di ruangan itu hanya aku yang paling muda. Cukup takut saat itu dan membuat jantungku ini bedegup lumayan kencang. Pertama kali datang ke konferensi pers internasional memang menambah pengalaman.
Di situ, aku mendapat tiga hal penting. Pertama, bagi jurnalis olahraga sangat disarankan untuk menguasai bahasa inggris, tidak hanya bisa mengartikan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia tapi juga harus bisa mendengarkan dengan baik.
Saat konferensi pers, aku duduk di baris kedua bagian kanan. Untungnya cukup dekat dengan speaker. Para narasumber yang semuanya orang asing (ada wakil Indonesia (Rory Hie), tapi tampaknya ia tidak cinta bahasa Indonesia, jadi ia lebih memilih berbahasa asing) langsung menyerangku dengan bahasa Inggris. Bicaranya sangat cepat, sangat membuatku kelabakan.
Kedua, perbedaan tingkah laku wartawan Indonesia dan wartawan asing. Selesai konferensi pers, wartawan asing langsung membuka laptop mereka dan langsung membuat berita. Sedangkan, sebagian besar wartawan lokal langsung secepat kilat memegang kertas menu makanan dan memilih makanan yang ingin mereka santap. Memang tidak semua wartawan lokal seperti itu tingkahnya, karena itulah aku menggunakan kata ‘sebagian besar’.
Lawan sebagian besar adalah sebagian kecil. Sebagian kecil wartawan lokal yang langsung bekerja adalah Martiana Sihombing, aku, dan wartawan Media Indonesia. Jika aku tidak bertemu dengan Mba Martiana mungkin aku juga ikutan pesan makanan. Salut aku dengan etos kerja Mba Martiana yang tak kalah dengan wartawan asing.
Ketiga dan yang terpenting adalah menurut Mba Martiana menjadi wartawan olahraga tidak perlu pusing memikirkan ekonomi, sosial, dan politik Indonesia yang meresahkan. Pagi ini saja, aku membuat tulisan ini sambil menonton TV. Di Redaksi Pagi (Trans 7), ada berita tentang demo mahasiswa yang ingin menurunkan SBY, kenaikan harga bahan pokok, dan tawuran di Bandung. Wow, sangat rumit, ruwet, dan menyakitkan kepala.
Tapi, aku agaknya sedikit tidak setuju dengan pendapat Mba Martiana (bisa saja aku salah menafsirkan maksud Mba Martiana). Sebagai wartawan, setidaknya kita harus memberi perhatian dan empati kita pada situasi Indonesia. Karena, di atas semuanya, kita warga Indonesia.
Untuk masalah-masalah yang muncul di Indonesia, rasanya aku punya sedikit solusi. Solusinya adalah benahi para pemimpin kita yang bobrok. Belakangan ini aku lagi suka-sukanya dengan lagu Iwan Fals. Berikut di bawah ini aku cantumkan dua lirik lagu Iwan Fals. Siapa tahu, ada pemangku kekuasaan yang baca dan terenyuh membaca catatan harianku lalu membenahi Indonesia jadi lebih baik.
Manusia Setengah Dewa
Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Suara yang keluar dari dalam goa
Goa yang penuh lumut kebosanan
Walau hidup adalah permainan
Walau hidup adalah hiburan
Tetapi kami tak mau dipermainkan
Dan kami juga bukan hiburan
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Masalah moral masalah akhlak
Biar kami cari sendiri
Urus saja moralmu urus saja akhlakmu
Peraturan yang sehat yang kami mau
Tegakkan hukum setegak-tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Turunkan harga secepatnya
Berikan kami pekerjaan
Tegakkan hukum setegak-tegaknya
Adil dan tegas tak pandang bulu
Pasti kuangkat engkau
Menjadi manusia setengah dewa
Wahai presiden kami yang baru
Kamu harus dengar suara ini
Surat Buat Wakil Rakyat
Untukmu yang duduk sambil diskusi
Untukmu yang biasa bersafari
Di sana, di gedung DPR
Wakil rakyat kumpulan orang hebat
Bukan kumpulan teman teman dekat
Apalagi sanak famili
Di hati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam
Di kantong safarimu kami titipkan
Masa depan kami dan negeri ini
Dari Sabang sampai Merauke
Saudara dipilih bukan dilotre
Meski kami tak kenal siapa saudara
Kami tak sudi memilih para juara
Juara diam, juara he’eh, juara ha ha ha……
Wakil rakyat seharusnya merakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Jangan tidur waktu sidang soal rakyat
Wakil rakyat bukan paduan suara
Hanya tahu nyanyian lagu ’setuju’
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H