Teman-teman sebangsa dan setanah air, hari ini (15 Januari 2011) ketika saya membaca Kompas, khususnya kolom olahraga, ada dua hal yang menarik perhatian saya.
Pertama, sebuah gambar para penggemar sepakbola yang membawa poster-poster Irfan Bachdim dan spanduk bertuliskan, “Indonesia menangis tanpa Irfan Bachdim.” Menurut saya, hal ini sangat memalukan. Jelas hal ini secara tidak langsung menunjukkan rendahnya pemikiran kritis dari masyarakat kita.
Mengapa saya berani mengatakan demikian? Alasannya adalah Irfan itu tidak terlalu apik permainannya seperti yang dielu-elukan banyak orang. Jangan merasa karena dia mendapat pelajaran di negeri asing tentang sepakbola, membuat kita butuh sekali pada dia.
JUSTRU IRFAN BACHDIM-lah yang butuh kita! Di luar negeri, ia mungkin tidak punya jam terbang lebih. Jadi, lebih baik main di Indonesia yang penggemarnya banyak dan laga pertandingannya pun tidak sulit. Entah kenapa, saya agak merasa Irfan kurang pintar. Untuk menjelaskan kekurangpintarannya, kita bisa merujuk pada satu ungkapan. ”Raihlah cita-citamu setinggi langit”, setiap orang yang punya cita-cita itu pasti menginginkan yang lebih daripada yang ia miliki sekarang. Irfan dulu bermain di FC Utrecht, langkah yang baik. Dinaturalisasi juga merupakan langkah yang menguntungkan Indonesia. Kurang pintarnya adalah kenapa dia harus ikut berlaga di tanah air. Kompetisi kita memang peringkat ke 8 di Asia tenggara, kata pelatih timnas u-16 Mundari Karya, tapi kenapa harus main di Indonesia? Hal ini jelas menurunkan kualitasnya.
Dari poin pertama ini, saya berharap pada siapa pun yang membaca tulisan ini untuk paham bahwa Irfan itu (sekarang) bukan siapa-siapa. Lebih baik kita puji Okto Maniani. Menurut komentator Starsports, ia termasuk 10 pemain Asia yang pantas bermain di Eropa.
Lalu, poin saya yang kedua adalah menanggapi artikel yang berjudul “Lahirnya LPI sebagai Koreksi PSSI”. Disitu ada satu kalimat yang mengatakan jangan indrusti saja yang ditingkatkan tapi pembinaan juga ditingkatkan.
Mari kita semua tertawa! Sadarkah Anda bahwa kompetisi yang mereka hadirkan kurang lebih sama seperti Liga Super Indonesia. Pemain asing yang banyak didatangkan jadi masalahnya. Jadi, Dari mana mau muncul pembinaan? Bagaimana LPI bisa memberikan kontribusi untuk Sepakbola Indonesia?
Sudah pasti pemain lokal kita akan kalah saing dan kalah jam terbang. Karena logikanya, tidak ada pemain asing yang diambil dari luar tanpa tidak dimainkan.
Berikut ini beberapa pemain asing di Liga Primer Indonesia yang memiliki kiprah cukupgemilangdi negara mereka (yang akan membuat jam terbang pemain lokal menurun):
1. Alexandre da Silva Mariano (Brasil)
Alexandre da Silva Mariano lebih dikenal dengan Amaral. Amaral telahsepakatbermain di klub Manado United. Gelandang bertahan asal Brasil ini sempat memperkuat dua tim serie A Italia, Parma dan Fiorentina. Amaral pernah memperkuat tim nasional senior Selecao 31 kali dalam kurun waktu 1996-2002. Ia terakhir bermain untukPerth Glory, klub asalAustralia.
2. Amancio Fortes (Angola)
Satu lagi pemain bintang yang sudah menandatangani kontrak adalah Amancio Fortes. Penyerang muda berbakat berusia 20 tahun asal Angola yang dikenal sebagai The African Wonder Boy ini, siap merumput dan menciptakan gol-gol indah bagi Semarang United.
3. Diego Bogado (Argentina)
Bogor Raya memboyong bek Diego Bogado dari River Plate. Meski terbilang berada di usia emas karier pesepakbola profesional, Bogado tidak ragu bertualangdi Indonesiauntuk membela Bogor Raya. Pemain 24 tahun yang sama baiknya dimainkan di kedua sayap itu sudah tiba di Bogor dari Argentina pada 10 Desember.
4. Aleksandra Vrteski (Australia)
Aleksandar Vrteski resmi dikontrak Solo FC. Bekas kiperPerth Glorydi LigaAustraliaitu mengaku tak sabar merasakan atmosfer kompetisisepak boladi Indonesia. Vrteski tergolong kiper berusia muda, 22 tahun. Saat membela timnas yunior Australia, kiper dengan tinggi 1,94 m itu sempat tampil pada Youth World Cup 2005 di Peru.
5. David Micevski (Australia)
Bersama Vrteski, Micevski menjadi legiun asing asal Australia yang memperkuat Solo FC. Gelandang berusia 24 tahun ini menjadi motor kesuksesan Perth Soccer Clubs saat menjuarai WA State League (satu level di bawah Liga Australia atau A-League) dan Piala Liga pada 2005. Mantan Manajer TeknikPerth GloryMich d’Avray menilai Micevski sebagai salah satu bintangmasa depanLiga Australia. Pada 2009, Micevski dinobatkan sebagai Pemain Terbaik WA State League.
Dari poin kedua, saya berharap pada para pembaca, jangan sampai tertipu angin segar dari LPI. Jangan-jangan angin segar itu nantinya berubah menjadi puting beliung. Waspada politisasi pilpres 2014. Saya punya ketakutan bahwa rakyat menjadi objek dalam usaha politisasi parpol. Waspada, kita harus KRITIS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H