Pada Januari 2014, profesor Benjamin Edelmann dan Michael Luca mempublikasikan Working Paper Harvard Business Scholl tentang desain platform Airbnb yang memungkinkan diskriminasi ras terhadap tuan rumah Afrika-Amerika, yang memulai temuan awal tentang diskriminasi ini. Airbnb diminta Kongres AS untuk mengubah platformnya sebagai tanggapan atas penelitian tersebut. Selain itu, pelanggan mulai menyatakan ketidakpuasan mereka. Dengan tagline "Belong Anywhere", kampanye pemasaran Airbnb yang sering berfokus pada inklusi bertentangan dengan diskriminasi yang terjadi di platformnya.
Munculnya tagar #AirbnbWhileBlack menunjukkan ketidakpuasan pelanggan. Tagar ini pertama kali diunggah oleh Quirtina Crittenden, seorang wanita berusia 23 tahun, yang menghadapi banyak pembatalan dan kesulitan saat mencoba menyewa properti di Airbnb. Crittenden mengubah fotonya dari selfi menjadi gambar pemandangan kota yang lebih umum.Â
Dia juga memendekkan namanya menjadi Tina. Setelah itu, permintaan sewa propertinya diterima. Berbagai cerita tentang pengalaman yang tidak menyenangkan saat menggunakan Airbnb menjadi tagar #AirbnbWhileBlack trending di Twitter (yang sekarang dikenal sebagai X) pada mei 2016.
Itu adalah sepenggal masalah dan kesulitan yang dihadapi Airbnb selama menjalankan operasi bisnisnya. Penasaran dengan tugas Airbnb berikutnya? nantikan artikel selanjutnya untuk mengetahui dan menambah wawasan tentang perusahaan Airbnb ini. Semoga tantangan seperti ini bisa menjadikan kita semua dalam membangun suatu bisnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H