Mohon tunggu...
Silva Asti Ananta
Silva Asti Ananta Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN K.H Abdurrahman Wahid Pekalongan

Hanya saya yang tahu diri saya sendiri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

PPN 12%: Kelas menengah kebawah akan menderita?

14 Desember 2024   10:38 Diperbarui: 14 Desember 2024   12:32 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dalam situasi ini, pemilik usaha kecil mungkin harus memilih antara menaikkan harga produk mereka atau menyerap biaya tambahan tersebut, yang dapat mengurangi margin keuntungan mereka secara signifikan. Jika situasi ini berlangsung lama, banyak UKM mungkin terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau bahkan tutup usaha.

Banyak pengamat ekonomi dan masyarakat umum mengkritisi kebijakan kenaikan PPN ini sebagai langkah yang tidak tepat terhadap kondisi masyarakat saat ini. Mereka berpendapat bahwa pemerintah seharusnya fokus pada memperluas basis pajak dengan cara yang lebih efisien dan adil, alih-alih membebani kelas menengah ke bawah dengan pajak yang lebih tinggi. Beberapa ekonom juga menyarankan agar pemerintah mempertimbangkan untuk mengenakan pajak lebih tinggi kepada kelompok berpenghasilan tinggi atau perusahaan besar sebagai alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani masyarakat yang sudah rentan.

Organisasi masyarakat sipil juga telah menyuarakan penolakan terhadap kebijakan ini dengan alasan bahwa kenaikan PPN akan semakin memperburuk ketimpangan sosial di Indonesia. Mereka menyerukan agar pemerintah melakukan kajian mendalam tentang dampak sosial dari kebijakan perpajakan sebelum menerapkannya. Salah satu yang menolak PPN 12% yaitu YLKI atau Yayasan Lembaga konsumen Indonesia. Ketua Pengurus Harian YLKI Indah Suksmaningsih menyebut, kenaikan PPN menjadi 12 persen akan memberi beban tambahan bagi masyarakat yang tengah menghadapi kesulitan ekonomi.

Salah satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan negara tanpa membebani kelas menengah ke bawah adalah dengan menerapkan sistem pajak berbasis kemampuan membayar. Dalam sistem ini, individu atau perusahaan dengan penghasilan lebih tinggi akan dikenakan pajak yang lebih besar dibandingkan dengan mereka yang memiliki penghasilan rendah. Dengan cara ini, pemerintah dapat mengumpulkan pendapatan tambahan tanpa harus menaikkan pajak konsumsi seperti PPN yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat.

Pemerintah juga dapat fokus pada upaya peningkatan kepatuhan pajak di kalangan wajib pajak besar dan perusahaan multinasional. Banyak perusahaan besar masih melakukan penghindaran pajak melalui berbagai cara legal maupun ilegal. Dengan meningkatkan kepatuhan pajak di sektor-sektor tersebut, pemerintah dapat memperoleh pendapatan tambahan tanpa harus membebani masyarakat kelas menengah ke bawah.

Kenaikan tarif PPN menjadi 12% di tengah kondisi ekonomi yang lemah dapat menjadi pukulan telak bagi kelas menengah ke bawah di Indonesia. Dengan daya beli yang sudah tertekan akibat berbagai faktor eksternal dan internal, penambahan beban pajak ini berpotensi memperburuk situasi sosial-ekonomi masyarakat.

Penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi alternatif yang lebih pro-rakyat guna mendukung pemulihan ekonomi tanpa membebani masyarakat lebih lanjut. Dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik saat ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan perpajakan yang adil dan berkelanjutan bagi semua lapisan masyarakat.

Dengan demikian, kita berharap bahwa keputusan-keputusan kebijakan selanjutnya akan mempertimbangkan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama demi masa depan ekonomi Indonesia yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun