Mohon tunggu...
Silva Ahmad F
Silva Ahmad F Mohon Tunggu... Guru - Penulis Pemula

Kesadaran adalah matahari, kesabaran adalah bumi, keberanian menjadi cakrawala, dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-Kata (WS Rendra. Depok, 22 April 1984)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ambiguitas Istilah Tukang Sampah

23 April 2019   09:18 Diperbarui: 23 April 2019   09:32 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada istilah yang selama ini selalu mengganggu pikiran penulis terkait salah satu profesi yang ada di negeri ini: Tukang Sampah. Ketika menyebut istilah ini, spontan pikiran kita akan mengarah pada sosok-sosok berbaju oranye yang biasanya tampak kumuh karena setiap harinya memang bergelut dengan sampah. 

Kelihatan sepele dan tak jarang diremehkan. Tapi tanpa profesi ini, takkan ada kenyamanan yang bisa kita rasakan di berbagai tempat di pelosok negeri. Gajinya memang kecil, tapi sumbangsihnya sangat besar bagi kehidupan yang higienis.

Coba saja bayangkan, semisal tak ada orang yang memegang profesi ini, sampah-sampah pasti menumpuk tak karuan. Limbah rumah tangga, limbah plastik dan kotoran-kotoran sisa tercecer di mana-mana. 

Tak ada pengolahan yang tepat untuk timbunan sampah yang semakin menumpuk. Jangankan ketika tanpa tukang sampah, wong ketika mereka ada saja sampah terserak di mana-mana; di jalanan, di perkantoran; di rumah-rumah makan; di tempat perbelanjaan; dsb. Kesadaran orang-orang di negeri kita memang sangat lemah di bidang kebersihan macam ini.

Di London, Inggris, tugas tukang sampah tak begitu berat. Sampah yang mereka ambil dari rumah ke rumah sudah berada dalam tempat sampah khusus yang memiliki roda (wheelie bin), bahkan sampah-sampahnya sudah terkelompokkan pada tempatnya masing-masing, istilah kerennya recycle box. 

Sampah yang tercecer atau tidak tebungkus dengan rapi, tidak akan diambil oleh tukang sampah di negeri tersebut. Ketidaksesuaian prosedur pembuangan sampah di tempat sampah khusus tersebut mengakibatkan sampah mereka tidak akan diambil oleh petugas sampah.

Dengan kerja yang sangat ringan seperti itu, London bahkan memberikan gaji profesi tukang sampah dengan penghasilan bersih 1700 poundsterling, atau jika dirupiahkan sekitar 31 juta. 

Sedangkan jika kita bandingkan dengan di Indonesia yang dari teknis kerjanya saja sudah jauh lebih berat dan lebih kumuh, gaji yang didapatkan hanya sekitar 4 jutaan, naik dari dua tahun kemarin yang sekitar 2 jutaan.

Sebenarnya, yang jadi bahasan penulis pada tulisan ini bukan pada deskripsi tukang sampah, tapi pada istilah yang dipakai profesi ini: tukang sampah. Entah berangkat dari mana nama ini dipakai. 

Apakah karena ia memang setiap hari bergelut dengan sampah? Jika iya, kenapa tidak diganti saja menjadi tukang kebersihan, atau minimal jika ingin lebih spesifik bisa memakai istilah tukang bersih sampah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun