Mohon tunggu...
Jack Silupapulang
Jack Silupapulang Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Side Job Become Main Job... Let The Nature Be Our Teacher..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jejak Penjelajah.......(bahagian 2)

22 Mei 2011   12:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:21 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku gantian duduk di batang pohon dan mengambil makanan bagianku dan segera melahapnya, agak jengkel juga perasaanku dengan kejadian tadi. Aku makan sambil melihat Nardi membidik kawanan burung yang tak beterbangan karena tembakanku tadi. Tharr.. Nardi menembak, burung2 beterbangan tapi tak ada satupun yang jatuh. “Lhah.. ga ada yang kena..!!!” dia melihatku sambil nyengir kuda. Aku, Yanto dan Junaedi serentak tertawa terbahak-bahak sampai aku hamper tersedak, “Tuh kan, makanya jangan suka meremehkan dulu. Kau yang paling jitu aja meleset, makanya tadi Sendlup juga ga kena, iya kan Ndlup?” aku cuma mengangguk soalnya mulutku lagi penuh makanan. Yanto berdiri, membuang bungkus makanannya kemudian melangkah ke arahku dan mengambil senapan yang tadi aku pake. “Aku coba juga deh, hehe..ikut pemanasan ceritanya.”

Setelah menghabiskan bekal dan minuman juga kandas tak tersisa kami melanjutkan perjalanan, masuk lebih dalam ke hutan. Melewati sebuah bukit yang rimbun pepohonan, pas di tengah2 tiba2 Yanto berhenti, matanya tajam menatap pucuk pohon sengon 10 meter di depan kita. Dia segera memompa dan mengisi peluru terus cepat membidik seekor burung Srigunting yang lumayan besar ukurannya. Kami diam memberi kesempatan dia tuk kosentrasi membidik, dan…Tharrr.. keplekk..keplekk.. burung  itu terbang merendah dengan oleng. Ternyata tembakan Yanto kena dan Junaedi langsung lari kea rah burung itu mendarat, tak lama kemudian dia berteriak memanggil kami sambil tangannya mengacungkan Srigunting yang tadi ditembak Yanto. Kami pun lari menghampirinya dan melihat ternyata pelurunya cuma nyerempet sayap burung itu. Burung yang cantik dengan bulu warna hitam biru dan ekor panjang menyerupai gunting kini kita dapatkan, di ikat kakinya oleh Junaedi dan di bawa bersama kita meneruskan masuk hutan.

Naik bukit turun bukit kami terus menjelajah dan semakin masuk hutan, karena Nardi bilang hafal medannya maka kami tenang2 aja dan percaya diri ga bakal tersesat. Sampai di kaki bukit ketiga, kami melihat segerombolan monyet yang berloncatan di pohon2 waru dan akasia yang banyak tumbuh di hutan itu. Aku melihat Nardi tersenyum aneh, menandakan dia punya rencana yang agak mencurigakan. “Kita buru monyet itu yuk, lumayan kalo dapet idup2 kita pelihara tapi kalo mati ntar kita bisa pesta makan daging monyet, gimana..?” dia ngomong ke kami dengan alis mata yang turun naik dan senyum yang mencurigakan. Junaedi kaget, sambil melongo dia berkata, “Haahh…. Pesta daging monyet!!!! Ga salah tuh? Emang enak pa dagingnya?” “Gila kau Nar. Mbayangin aja aku dah mual, apalagi disuruh makan daging monyet!!!!” akupun agak ga setuju dengan rencana Nardi karena tujuan kami bukan berburu monyet. “Enak kok, dulu aku pernah makan pas waktu berburu ama Pak Is. Coba deh ntar kalian rasain langsung, oke?” Dia menjelaskan. Aku dan Junaedi minta pendapat Yanto yang dari tadi ga ad tanggapan, tapi ternyata dia cuma bilang terserah mo apa aja pokoknya dia ngikut. Ya udah akhirnya kami pun ngikut rencana Nardi.

Sebelum kami mengejar kawanan monyet tersebut, Nardi berpesan pada kami kalo musti siap mental dan tenaga. “Pokoknya kalian kudu siap, kalo lagi sial ntar kita bisa di keroyok monyet2 itu. Soalnya kalo ada temennya tertembak, monyet2 itu akan menyerang secara bergerombol karena monyet adalah hewan yang setia kawan. Jadi siap2 bawa tongkat kayu untuk jaga2 kita berkelahi dengan monyet.” Agak kaget aku mendengarnya, “Eh..tadi kan ga ada cerita kita pake bertengkar ama monyet, kok sekarang baru ngomong?” “Ya udah terlanjur setuju ya oke2 aja lah asal kita kompak yah…” Junaedi pun menetapkan hati.

Dalam hati aku berpikir kalo sampe aku menemui ajal di sini dikarenakan berkelahi dengan monyet bukannya kedengaran ga ada kerennya sama sekali. Tapi karena semua dah bertekad bulat akhirnya aku cuma ngikut aja, tapi dengan catatan aku bukan eksekutornya. Soalnya aku ga tega kalo monyet yang aku bunuh. “Oke deh aku siap, tapi aku ga janji mau makan dagingnya loh. Dan juga kalian musti janji kalo sampe bener2 terjadi jangan ada yang lari, kita hadapi bareng2 oke..” mereka menganggukkan kepala. Aku menarik nafas panjang dan menghembuskannya, dengan tekad yang bulat kami pun mengejar monyet2 itu.

Berlari aku mengikuti temen2ku yang mengejar monyet ke arah pohon2 yang semakin tinggi dan rimbun sekali daunnya. Tak terasa kami sudah terlalu masuk ke hutan yang belum pernah di jamah manusia, “Hei, berhenti dulu deh!” aku teriak memanggil mereka yang sudah jauh di depanku. “Bukannya tadi kita janji ga masuk terlalu jauh, ntar kalo kesasar ga bisa pulang gimana?” “Tenang aja Ndlup, kita pasti bisa pulang kok. Udah deket nih, tuh kawanan monyet dah keliatan berhenti di pohon mangga depan tuh” Nardi menjawab sambil tetep lari mendekati pohon itu.

Mengendap-endap Nardi dan Yanto semakin mendekat, Aku dan Junaedi cuma melihat dari jauh dan berjaga-jaga dengan tongkat kayu di tangan. Siapa tau ntar terjadi hal seperti yang dikatakan Nardi tadi. Aku melihat mereka berdua secara bersamaan membidik monyet yang paling deket jaraknya, tak lama kemudian THARR…..THARR…. mereka menembak bersamaan. Monyet2 tersebut berhamburan lari berlompatan dari pohon ke pohon menyelamatkan diri, tapi ga ada satupun dari mereka yang mengenai sasaran. “Yaahh… meleset lagi” tampak wajah kecewa keduanya. Mereka mau mengejar lagi tapi monyet2 itu dah jauh lari ke hutan, akhirnya mereka menghampiri kami yang menunggu di balik semak2. Tapi aku sedikit banyak agak lega, disamping ga jadi berkelahi dengan kawanan monyet juga aku emang awalnya kan ga setuju dengan memburu monyet.

“Sudah lah kita istirahat dulu, cape nih tadi lari2 ngejar sampe sini. Mana haus, lapar lagi!” Yanto menghempaskan pantatnya di atas tumpukan daun2 kering. “Eh, bekal kita ternyata dah abis soale aku ga bawa banyak tadi”. Hari sudah siang, matahari terik menyinari di atas kepala kita, bikin kepanasan dan keringetan. Nardi di sela2 istirahatnya melihat sekeliling, dia terlihat agak bingung dan merasa asing dengan tempat itu. “Ngomong2 kayaknya aku belum pernah sampe sini deh. Mungkin kita ntar agak susah nyari jalan pulangnya”. Aku, Yanto dan Junaedi tercengang, ga nyangka Nardi bakal ngomong kayak gitu. Soalnya dari tadi Nardi kan koar2 kalo dia dah hafal daerah situ. “Wadhuh, kau kudu tanggung jawab Nar kalo kita ntar ga bisa pulang!” “Kau sih tadi keasyikan ngejar2 sampe ga merhatiin jalan kita lewat mana. Kalo gini kan namanya kita tersesat. Mana bekal dah abis lagi, gimana dong?” Junaedi agak khawatir, dia kepikiran dua anaknya di rumah kalo dia ga pulang gimana nasib mereka.

Kami duduk berempat memikirkan apa yang akan kita lakukan selanjutnya, karena saat ini kita bener2 tersesat. “Yahh mo gimana lagi dah terlanjur gini, untuk situasi terburuk mungkin kita bermalam di hutan ini kalo sampe sore kita ga ketemu jalan pulang. Soalnya sangat berbahaya jalan di hutan malam2” Nardi bilang dengan setengah hati karena dia juga merasa bertanggung jawab akan semua yang terjadi. “Oke deh, sekarang kita tenang dulu. Kita cari jalan tuk pulang bareng2, tapi sebelumnya kita isi dulu nih perut biar ada tenaga. Tadi kan banyak pohon mangga yang berbuah di tempat kalian nembak monyet, juga kayaknya aku juga ngeliat ada pohon jambu di tempat yang kita lewati tadi”. Aku mencoba menenangkan mereka, walaupun aku sendiri sebenarnya ga tenang juga. Tapi aku punya prinsip kalo udah keluar dari kampung dan berpetualang maka aku kudu siap mental dan berani bertaruh nyawa.

.......(bersambung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun