Mohon tunggu...
Silpiah
Silpiah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sarjana Akuntansi - NIM 43223110028 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen Pengampu : Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 13 - Diskursus G Peter Hoefnagels pada Skema "Criminal Policy" di Ruang Publik di Indonesia

6 Desember 2024   20:17 Diperbarui: 6 Desember 2024   20:21 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendahuluan

Sejak lama, konsep kebijakan kriminal (criminal policy) menjadi bagian penting dalam pembentukan dan pelaksanaan sistem hukum di berbagai negara, termasuk Indonesia. Salah satu teori yang cukup signifikan dalam diskusi kebijakan kriminal adalah gagasan yang dikemukakan oleh G. Peter Hoefnagels, seorang kriminolog asal Rotterdam. Diskursusnya tentang kebijakan kriminal yang menggabungkan pendekatan hukuman (penal) dan pencegahan (non-penal) memberikan kerangka pemikiran yang komprehensif mengenai cara terbaik dalam menangani tindak kejahatan. Dengan tingkat kriminalitas yang cukup tinggi dan kompleks di Indonesia, pemikiran ini menjadi sangat relevan, terutama dalam ruang publik di mana perdebatan tentang penegakan hukum, rehabilitasi, dan pencegahan kejahatan seringkali mencuat.

Tulisan ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai What (apa itu kebijakan kriminal menurut Hoefnagels), Why (mengapa kebijakan ini penting di ruang publik Indonesia), dan How (bagaimana kebijakan ini dapat diimplementasikan secara efektif). Dalam setiap bagian, akan dijelaskan lebih mendalam berbagai aspek kebijakan kriminal serta penerapannya dalam konteks sosial, hukum, dan budaya Indonesia.

What: Apa Itu Kebijakan Kriminal Menurut G. Peter Hoefnagels?

Definisi dan Ruang Lingkup

G. Peter Hoefnagels mendefinisikan kebijakan kriminal (criminal policy) sebagai pendekatan rasional yang mencakup organisasi sosial dalam menanggapi kejahatan. Kebijakan ini tidak hanya berfokus pada penghukuman (penal), tetapi juga pada pencegahan kejahatan dan pendidikan masyarakat untuk mencegah terjadinya tindak kejahatan. Hoefnagels memandang kebijakan kriminal sebagai sebuah disiplin ilmiah yang tidak hanya mengatur tentang cara masyarakat harus merespons kejahatan, tetapi juga cara untuk menciptakan lingkungan yang mampu mencegah kejahatan sejak awal.

Menurut Hoefnagels, kebijakan kriminal juga melibatkan identifikasi perilaku apa saja yang dianggap sebagai kejahatan, serta bagaimana masyarakat merespons perilaku tersebut. Ini merupakan bagian penting dalam memahami bagaimana hukum pidana berfungsi di dalam masyarakat, yakni bukan hanya sebagai alat penghukuman tetapi juga sebagai alat sosial untuk menciptakan ketertiban.

Komponen Utama Kebijakan Kriminal

1. Penal Policy (Kebijakan Hukuman): Bagian ini berkaitan langsung dengan penjatuhan hukuman bagi mereka yang melakukan tindak kejahatan. Penalogi, atau ilmu tentang hukuman, menjadi bagian dari kebijakan ini. Penalogi mempelajari sejarah, perkembangan, dan tujuan dari hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kejahatan. Dalam hal ini, Hoefnagels mengajak kita untuk memikirkan ulang manfaat dan fungsi hukuman yang tidak hanya berperan sebagai pembalasan (retributive justice), tetapi juga sebagai sarana untuk memperbaiki dan merehabilitasi pelaku kejahatan.

Sebagai contoh, di Indonesia hukuman penjara sering dijatuhkan pada pelaku kejahatan. Namun, tanpa program rehabilitasi yang efektif di dalam penjara, para narapidana seringkali tidak memperoleh keterampilan atau pendidikan yang cukup untuk berintegrasi kembali dengan masyarakat. Hal ini seringkali menyebabkan tingginya angka residivisme, di mana mantan narapidana kembali melakukan tindak kejahatan setelah dibebaskan.

2. Non-Penal Policy (Kebijakan Pencegahan): Kebijakan non-penal Hoefnagels mencakup segala upaya untuk mencegah kejahatan sebelum terjadi. Ini melibatkan pendidikan, intervensi sosial, dan penguatan nilai-nilai moral di masyarakat. Non-penal policy juga mencakup reformasi sosial, di mana perbaikan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat dipandang sebagai langkah penting dalam mencegah kejahatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun