1. Model Komunikasi Harold Lasswell
What: Model komunikasi Harold Lasswell sering disebut sebagai model linear komunikasi yang sederhana. Lasswell memandang komunikasi sebagai sebuah proses yang melibatkan beberapa elemen penting, yaitu:
-Who (Siapa yang berbicara)
-Says What (Apa yang dikatakan)
-In Which Channel (Melalui media apa)
-To Whom (Kepada siapa pesan disampaikan)
-With What Effect (Dengan efek apa)
Model ini memberikan kerangka analisis komunikasi yang mencakup pengirim pesan, pesan itu sendiri, saluran atau media yang digunakan, penerima pesan, dan dampak yang dihasilkan dari komunikasi tersebut.
Selain memecah komunikasi menjadi lima elemen dasar (Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect), model Lasswell juga sering digunakan dalam analisis propaganda dan komunikasi politik. Model ini efektif digunakan untuk memahami bagaimana pesan-pesan politik dikonstruksi dan disebarkan ke masyarakat untuk mempengaruhi opini publik. Dalam konteks ini, etika menjadi penting karena pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi persepsi masyarakat secara luas.
Why: Lasswell mengembangkan model ini sebagai cara untuk memahami bagaimana komunikasi bekerja, terutama dalam konteks politik dan media massa. Model ini memungkinkan penilaian bagaimana pesan disampaikan dan efeknya pada audiens. Dalam konteks etika komunikasi, model ini membantu dalam meneliti transparansi, objektivitas, dan tujuan di balik penyampaian pesan.
How: Dalam penerapannya, model Lasswell digunakan untuk mengevaluasi efektivitas iklan, propaganda politik, dan pesan sosial. Misalnya, saat sebuah iklan disiarkan di televisi, kita dapat menganalisis siapa yang membuat iklan, apa pesannya, saluran yang digunakan, audiens yang ditargetkan, dan dampak dari iklan tersebut.
Contoh Aplikasi: Misalnya, dalam sebuah kampanye politik, pengirim pesan (kandidat politik) menyampaikan pesan kampanye melalui iklan televisi (media) kepada pemilih potensial (penerima), dengan tujuan untuk mendapatkan dukungan suara (efek).
Etika komunikasi dalam model Lasswell sangat terkait dengan transparansi. Komunikator harus memastikan bahwa pesan yang disampaikan tidak menyesatkan dan bahwa tujuan komunikasi tersebut tidak hanya menguntungkan satu pihak, tetapi mempertimbangkan kepentingan umum.
2. Model Komunikasi Martin Buber
What: Martin Buber memperkenalkan konsep komunikasi berdasarkan hubungan manusia, yang dibagi menjadi tiga kategori:
I-It: Komunikasi ini bersifat objektif dan instrumental, di mana orang lain diperlakukan sebagai "benda" atau objek tanpa memperhatikan keberadaannya sebagai individu.
I-You: Hubungan ini lebih bersifat dialogis, di mana ada pengakuan akan eksistensi orang lain, tetapi tetap terdapat batasan dalam kedalaman hubungan.
I-Thou: Hubungan ini adalah yang paling dalam, di mana dua individu saling berkomunikasi secara penuh, menghargai satu sama lain tanpa ada batasan atau distorsi.
Why: Buber mengembangkan model ini untuk menunjukkan bahwa komunikasi tidak hanya tentang pertukaran informasi, tetapi juga tentang membangun hubungan manusia yang lebih dalam. Menurutnya, komunikasi yang etis harus didasarkan pada penghormatan terhadap martabat dan individualitas orang lain.
How: Dalam praktiknya, model komunikasi Buber mendorong orang untuk berkomunikasi dengan cara yang lebih manusiawi dan empatik. Komunikasi yang bersifat "I-It" cenderung bersifat manipulatif dan tidak menghormati nilai kemanusiaan. Sebaliknya, komunikasi "I-Thou" melibatkan penghormatan dan kepercayaan yang tinggi terhadap lawan bicara.
Contoh Aplikasi: Misalnya, dalam hubungan profesional, seorang atasan dapat berkomunikasi dengan karyawannya secara "I-It" hanya untuk mencapai tujuan bisnis, atau dapat memilih untuk berkomunikasi dengan cara "I-Thou", yang lebih melibatkan rasa hormat dan pengakuan terhadap hak dan perasaan karyawan tersebut.
Komunikasi yang beretika menurut Buber adalah komunikasi "I-Thou", di mana terdapat rasa hormat, kesetaraan, dan pengakuan penuh atas keberadaan manusia lain. Dalam hubungan ini, komunikator tidak boleh memanfaatkan atau memanipulasi pihak lain demi keuntungan pribadi.
3. Model Komunikasi Raden Mas Panji Sosrokartono
What: Model komunikasi dari Panji Sosrokartono dikenal sebagai Catur Murti, yang berarti empat nilai atau prinsip dasar dalam kehidupan yang harmonis. Nilai-nilai ini mencakup:
-Pikiran benar: Berpikir secara jernih dan objektif.
-Perasaan benar: Mengatur emosi dan perasaan secara positif.
-Perkataan benar: Berbicara dengan jujur dan benar.
-Perbuatan benar: Bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral.
Why: Model ini dibangun atas dasar pandangan moral dan spiritual, di mana seseorang diharapkan untuk hidup dalam kebenaran dan keseimbangan. Komunikasi yang baik adalah yang memadukan keempat unsur ini, sehingga tercipta komunikasi yang tidak hanya baik dari sisi kata-kata, tetapi juga dari segi niat dan tindakan.
How: Dalam aplikasinya, model ini menekankan pentingnya keselarasan antara pikiran, perasaan, perkataan, dan tindakan. Seseorang yang berkomunikasi dengan baik harus memastikan bahwa apa yang mereka katakan (perkataan) sesuai dengan apa yang mereka rasakan dan pikirkan (perasaan dan pikiran), serta diikuti dengan tindakan yang benar.
Sebagai tokoh yang dipengaruhi oleh kebijaksanaan Jawa, Panji Sosrokartono percaya bahwa komunikasi yang baik harus mencerminkan nilai-nilai harmoni, keseimbangan, dan kebenaran. Catur Murti adalah refleksi dari filosofi hidup yang komprehensif di mana tindakan dan kata-kata harus mencerminkan pikiran dan perasaan yang baik dan benar. Dalam masyarakat Jawa, konsep ini sering diterapkan dalam praktik "guyub", yaitu hidup berdampingan secara harmonis dengan orang lain.
Contoh Aplikasi: Dalam konteks etika komunikasi, seseorang yang menerapkan model ini tidak hanya memperhatikan kata-kata yang diucapkan, tetapi juga memastikan bahwa kata-kata tersebut didasarkan pada niat yang baik dan tindakan yang benar. Misalnya, dalam memberikan kritik, seseorang harus melakukannya dengan niat untuk memperbaiki (pikiran dan perasaan benar), menyampaikannya dengan cara yang sopan dan tidak menyakiti (perkataan benar), serta memastikan bahwa kritik tersebut diikuti dengan solusi yang membangun (perbuatan benar).
Menurut Panji Sosrokartono, etika komunikasi yang baik adalah yang dilandasi oleh empat pilar ini. Komunikasi yang tidak etis adalah yang dipenuhi dengan iri hati, kebencian, kebohongan, dan tindakan manipulatif.
Hubungan dengan Agama dan Spiritualitas :
Catur Murti juga memiliki relevansi spiritual, di mana komunikasi yang benar mencerminkan kejujuran dan kedalaman moral seseorang. Dalam banyak tradisi spiritual, seperti agama Hindu, Buddha, atau Islam, kejujuran dalam perkataan dan tindakan adalah kunci untuk menjalani kehidupan yang bermakna dan seimbang.
Untuk melengkapi penjelasan sebelumnya, penting juga memahami bagaimana ketiga model komunikasi ini dapat diterapkan dalam konteks modern, terutama dengan berkembangnya teknologi dan media sosial. Dalam era digital, model komunikasi Harold Lasswell dapat diterapkan untuk menganalisis bagaimana informasi disebarkan melalui platform-platform seperti Twitter, Instagram, dan YouTube. Aspek "Channel" menjadi sangat penting, karena setiap media memiliki karakteristik dan audiens yang berbeda, yang memengaruhi cara pesan diterima dan dampak yang dihasilkan.
Pada saat yang sama, model Martin Buber menjadi semakin relevan dalam hubungan digital, di mana hubungan antarpribadi seringkali terdistorsi oleh interaksi online yang bersifat "I-It". Untuk menjaga kualitas komunikasi, kita harus berusaha membangun hubungan "I-Thou" meskipun berkomunikasi secara virtual, dengan tetap menghargai dan menghormati orang lain sebagai individu.
Model Catur Murti dari Sosrokartono juga sangat relevan dalam era digital. Di tengah maraknya penyebaran informasi yang salah atau hoaks, kita dituntut untuk berkomunikasi dengan integritas---dengan pikiran, perasaan, perkataan, dan tindakan yang benar---demi menjaga keharmonisan sosial dan kebenaran.
Kesimpulan
Ketiga model komunikasi ini memberikan pendekatan yang berbeda namun saling melengkapi dalam memahami proses komunikasi dan etika yang terlibat di dalamnya.
1. Model Lasswell memberikan kerangka analisis yang jelas untuk memahami siapa, apa, saluran, siapa penerima, dan dampak dari komunikasi.
2. Model Buber menekankan pentingnya hubungan yang autentik dan etika dalam komunikasi antarpribadi, mendorong kita untuk berkomunikasi dengan empati dan kehadiran penuh.
3. Model Sosrokartono memperlihatkan pentingnya konteks sosial dan budaya dalam berkomunikasi, sehingga kita dapat berkomunikasi dengan lebih efektif dalam masyarakat yang beragam.
Dengan memahami dan menerapkan ketiga model ini, kita dapat meningkatkan kualitas komunikasi kita, baik dalam konteks pribadi maupun profesional, serta menciptakan hubungan yang lebih bermakna dan produktif.
Daftar Pustaka
1. Prof. Apollo. (2024). Model Komunikasi.
2. Lasswell, H. D. (1948). Struktur dan Fungsi Komunikasi dalam Masyarakat. Jakarta: Gramedia.
3. Buber, M. (1958). Aku dan Engkau. Jakarta: Pustaka Pelajar.
4.Sosrokartono, R. M. P. (1877-1952). Catur Murti: Harmoni dalam Kehidupan dan Komunikasi. Yogyakarta: Penerbit Universitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H