KONTRIBUSI KEBIJAKAN MONETER SYARIAH DALAM MENGATASI INFLASI
Persoalan moneter menjadi sesuatu yang sangat kursial dalam kehidupan masyarakat. Salah satu kebijakan saat ini menjadi upaya untuk menanggulangi krisis ekonomi adalah kebijakan moneter. Kebijakan moneter seringkali dibahas dalam dunia perekonomian.
Kebijakan moneter merupakan usaha pemerintah dalam mengatur peredaran uang di masyarakat. Kebijakan moneter adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan bank sentral dalam upaya menjaga kestabilan persediaan uang untuk mencapai perekonomian yang lebih baik. Kebijakan moneter mengatur peredaran uang, inflasi dan kestabilan perekonomian negara. Sedangkan menurut M. Natsir, yang dimaksud dengan monetarypolicy adalah segala tindakan atau upaya bank sentral untuk mempengaruhi perkembangan variabel moneter (uang beredar, nilai tukar, suku bunga, dan suku bunga kredit) untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Kebijakan moneter adalah sebuah kebijakan yang dikeluarkan bank sentral dalam upaya menjaga kestabilan persediaan uang untuk mencapai perekonomian yang lebih baik. Kebijakan moneter mengatur peredaran uang, inflasi dan kestabilan perekonomian negara.
Menurut Undang - Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh Bank Indonesia untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah yang dilakukan antara lain melalui pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga.
Bank Indonesia sebagai lembaga yang menetapkan kebijakan moneter, tertuang dalam PERPU Â No. 1 Tahun 2020 yaitu dengan memberikan wewenang kepada Bank Indonesia untuk: memberi pinjaman likuiditas jangka pendek baik kepada bank baik sistemik maupun selain bank sistemik. Memberi akses penyaluran dana pada sektor swasta melalui repo utang pemerintah melalui perbankan. Menerima pengajuan pinjaman likuiditas khusus jika bank sistemik yang sebelumlah telah menerima pinjaman likuiditas jangka pendek namun masih mengalami kesulitan likuiditas kepada Bank Indonesia. (Herniawati, 2021).
Kebijakan moneter dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut.
1. Kebijakan moneter ekspansif (monetary expansive policy) adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau deperesi. Kebijakan ini disebut juga dengan kebijakan longgar (easy money policy).
2. Kebijakan moneter kontraktif (monetary contractive policy) adalah kebijakan dalam rangka mengurangi jumalah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan pada saat perekonomian mengalami inflasi. Hal ini disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policy). (Latifah, 2015)
Tujuan utama kebijakan moneter dalam Islam menurut Umer Chapra (2000) dalam buku karyanya yang berjudul Sistem Moneter Islam, sebagai berikut.
1) Mewujudkan kesempatan kerja penuh dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang optimal.
2) Mewujudkan keadilan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang sepadan.
3) Menjaga stabilitas mata uang Negara.
Dalam buku yang berjudul Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam karya Adiwarman Azwar Karim (2001), Kebijakan moneter dalam islam berpijak pada prinsip-prinsip dasar ekonomi islam sebagai berikut :
a) Kekuasaan tertinggi adalah milik Allah dan Allah lah pemilik yang absolut.
Manusia merupakan pemimpin (kholifah) di bumi, tetapi bukan pemilik yang sebenarnya.
b) Semua yang dimiliki dan didapatkan oleh manusia adalah karena seizin Allah, dan oleh karena itu saudara-saudara yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
c) Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
d) Kekayaan harus diputar.
e) Menghilangkan jurang perbedaan antara individu dalam perekonomian.
f) Menetapkan kewajiban yang sifatnya wajib dan sukarela bagi semua individu, termasuk bagi anggota masyarakat yang miskin.
Berikut ini adalah instrumen-instrumen moneter syariah yang diterapkan di Indonesia (Bayuni, Srisusilawati, 2018):
1. Sertifikat Bank Indonesia Syariah disingkat dengan SBSI, adalah surat berharga berdasarkan prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia.
2. Reserve Repo Surat Berharga Syariah Negara disingkat dengan RR -- SBSN, atau dapat disebut dengan Sukuk Negara, adalah surat berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN dalam mata uang rupiah.
3. Fasilitas Simpanan bank Indonesia Syariah yang disingkat dengan FASBIS adalah fasilitas yang disediakan oleh Bank Indonesia kepada bank umum syariah, unit usaha syariah pialang pasar uang rupiah dan valas untuk menempatkan dananya di Bank Indonesia dalam bentuk rupiah.
4. Giro Wajib Minimum yang disingkat dengan GWM pada bank syariah ditetapkan Bank Indonesia dan Imbauan Moral (Moral Suassion) untuk perbankan syariah kurang lebih memiliki pengertian yang sama dengan dilakukannya Bank Indonesia terhadap perbankan konvensional.
5. PUAS atau Pasar Uang Antar Bank Syariah adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank yang memiliki kelebihan likuiditas dengan bank lainnya yang membutuhkan likuiditas. Transaksi puas dapat berjangka waktu dari satu hari kerja (overnight) sampai dengan satu tahun.
Pada saat perekonomian mengalami inflasi, maka yang akan dilakukan adalah dengan kebijakan kontraktif. Bank Indonesia melalui Operasi Pasar Terbuka melakukan penjualan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) sebagai Operasi Moneter Syariah nya (OMS). (Bayuni, Srisusilawati, 2018)
Berdasarkan hasil penelitian dalam Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah (Bayuni, Srisusilawati, 2018) mengenai Kontribusi Instrumen Moneter Syariah Terhadap Pengendalian Inflasi di Indonesia, terdapat kontribusi SBIS sangat lemah terhadap pengendalian inflasi. Selain itu tidak terdapat kontribusi FASBIS terhadap inflasi. Selanjutnya, dalam variabel GWMS memiliki kontribusi yang sangat lemah terhadap inflasi namun dalam variabel ini memiliki nilai kontribusi yang cukup besar. Meskipun nilai yang dihasilkan cukup besar, yang perlu diperhatikan adalah kekuatan kontribusinya yang sangat lemah, sehingga tidak cukup berpengaruh dalam pengendalian inflasi.
Kontribusi instrumen moneter syariah terhadap pengendalian inflasi menunjukkan  kontribusi yang cukup lemah sehingga tidak terlalu berpengaruh. Diantara instrumen moneter syariah yang memiliki kontribusi, SBIS merupakan instrumen yang memiliki kontribusi sangat lemah namun memiliki nilai kontribusi yang cukup besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H