Mohon tunggu...
Ersa Cantika JuliBani
Ersa Cantika JuliBani Mohon Tunggu... Lainnya - Freelancer

Halo salam kenal! Saya Ersa semoga kita bisa berkembang bersama-sama.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bocah Peniru Cerita

6 Desember 2023   16:11 Diperbarui: 6 Desember 2023   16:22 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua anak pasti pernah mendengar sebuah kata perbandingan yang terucap dari lisan seseorang entah itu orang tua, keluarga, kakak, adik, atau bahkan teman.

Satu kata yang kadang sulit untuk di artikan dengan tujuan sesungguhnya. Entah membangun, entah menjatuhkan, atau mungkin hanya terucap tanpa makna.

Hanya kalimat "Itu lihat dia. Hebat ya! Bisa sukses hingga ke luar negeri." Atau mungkin kalimat yang dengan tujuan memotivasi seperti "Coba kamu lihat deh, anaknya bu Marni rajin belajarnya, punya banyak teman. Coba kamu tiru dia biar kamu sukses."

Seorang bocah yang belum paham makna motivasi dengan penggambaran orang lain akhirnya memvalidasi semua tindakan yang di lakukan orang lain untuk di tiru.

Selalu mengintai orang lain dan meneliti apa yang orang lain punya dan dia tidak punya, memikirkan apa yang kurang darinya? Bagaimana orang itu memiliki itu? Mengapa orang itu bisa punya banyak teman? Mengapa dia bisa menjadi juara kelas? Mengapa dia bisa? Mengapa? Mengapa dia punya sesuatu yang si Bocah itu tak punya.

Mengamati bagai pemangsa yang melihat mangsa. Tersadar dan timbul rasa cemburu di hati si Bocah, tentang semua yang tak ia punya.

Mengupayakan jadi yang terbaik tetapi dengan meniru seseorang. Berusaha menghalalkan segara cara demi jadi sang juara di mata orang tua. Berharap ceritanya bisa di hargai dan terlihat oleh orang tuanya. Berharap dunia ini akan tak berarti dan tidak berwarna jika si Bocah tidak ada.

Harapan agar terus bisa terus di banggakan oleh orang di sekitar. Harapan agar orang-orang mau mengakui dan selalu membutuhkannya. Terus berlari dengan meniru orang lainnya. Menjadikan si Bocah tak punya jati diri.

Jati diri yang seharusnya terbangun sejak kecil, menjadi fondasi penentu masa depan dengan lebih leluasa tanpa beban dan bahagia.

Tapi.... Bocah itu telah terjun terlalu dalam peran menjadi bayangan orang lain, menjadi manusia yang bingung jika tak ada seseorang yang bisa dia tiru. Tidak bisa memilih sesuatu yang si Bocah mau, hilang di perempatan jalan tanpa arahan. Mencari jawaban akan diri sendiri, terlepas dari bayangan orang lain dan berjuang untuk menumpu diri sendiri dengan lebih kuat dan memilik keputusannya sendiri.

Semangat Bocah, ujianmu adalah jawaban doamu dari Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun