Mohon tunggu...
Raja mataniari
Raja mataniari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bebas

Penulis Realis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Studi Kasus "Student Loan", Wajah Kapitalisme dalam Pendidikan

9 April 2018   23:08 Diperbarui: 9 April 2018   23:23 5827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan telah kita ketahui bersama adalah kebutuhan pokok setelah mendapat memenuhi kebutuhan subsisten. Agar manusia dapat berkembang dalam kehidupan pendidikan adalah jalan kemudian yang sangat diperlukan untuk menjawab tantangan kehidupan.

Pendidikan di Indonesia memiliki sejarah panjang, sejak era feodalisme samapi ke era modern kapitalisme pendidikan menjadi sebuah ruang yang kerap kali dipergunakan untuk menopang tatanan sosial yang mapan di zamannya. Di lain sisi pendidikan juga menjadi jembatan keledai untuk membangun ide baru yang berkembang di lingkungan sosial.

Kondisi itu bisa kita lihat dalam sejarah umat manusia bagaimana peran pendidikan dalam kehidupan. Kesempatan dalam mendapatkan pendidikan bisa kita lihat juga terklasifikasi kepada kelompok yang juga memiliki kesempatan ekonomi dan politik yang kuat. Kelompok yang akrab dengan kekuasaan yang ada mendapat tempat lebih mudah dalam merasakan pendidikan.

Kemerdekaan indonesia membawa angin segar kepada rakyat indonesia untuk dapat merasakan pendidikan tanpa terkecuali. Namun itu pun tak menjadi kenyataan sampai sekarang, bahkan setelah kementrian pendidikan secara dinamis mengalami perubahan samapai saat ini dibagi menjadi 2 (dua) kementerian, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi.

Setali tiga uang, kedua Menteri era kabinet kerja sama-sama memiliki keberpihakan yaitu kesempatan pendidikan harus pula memiliki cadangan uang. Jadi kesimpulan awalnya adalah hak pendidikan itu haruslah membayar alias tidak ada yang gratis.

Setelah Mendikbud Muhadjir Efendi berujar, "jangan percaya jika ada janji sekolah gratis[1]", pun disambut pula oleh Menristekdikti Mohammad Nasir berkata "Saya pada prinsipnya senang sekali kalau ada student loan.[2]" dan juga ditimpali oleh Presiden Jokowi dengan amanatnya mendorong bank yang ada di Indonesia dan lembaga negara untuk menyiapkan Student Loans

"Saya ingin memberi PR kepada bapak ibu sekalian. Dengan yang namanya student loan atau kredit pendidikan ,Kalau di negara kita bisa seperti ini, yang konsumtif akan pindah ke hal-hal yang produktif. Nantinya juga akan memberikan nilai tambah pada intelektualitas, visi ke depan yang sangat basic, yaitu bidang pendidikan[3]".

Pernyataan Jokowi dan Menterinya di beberapa media massa memperlihat bahwa Negara melalui pemerintah sudah mulai tidak ingin menanggung tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan di hari depan.

 Dan terkini khusus di pendidikan tinggi sedang menggalakkan amanat UU Sistem Pendidikan Nasional dan UU Pendidikan Tinggi yang sesat fikir itu. Yang telah secara sistematis mulai menghilangkan peran negara atas penyelenggaran pendidikan.

Realita ini kemudian Kita dapat melihat bahwa hari ini negara telah ramai di orang yang terpelajar, malah memperlihatkan keberpihakan  gagasan dan prakteknya sepakat dengan Kapitalisasi Pendidikan.. dalam segi pembiayaan saat ini di pendidikan tinggi mari kita lihat soal sistem pinjaman Pendidikan ini. Seperti apa konsep dan prakteknya di pendidikan tinggi.

Stundet Loans dan Taktiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun