Mohon tunggu...
Raja mataniari
Raja mataniari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bebas

Penulis Realis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pendidikan Indonesia dalam MP3EI, MEA dan Krisis Dunia

26 November 2017   23:44 Diperbarui: 27 November 2017   00:12 622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

  1. Pendidikan dan Kehidupan.

            Pendidikan saat belum juga menempati posisi yang sentral dalam pembangunan bangsa dan negara yang arif dan sejahtera. jika kita sadari sejak awal bahwa indonesia merdeka tidak saja karena satu semangat persatuan untuk bebas dari penindasan. tapi juga perkembangan ilmu pengetahuan yang di berikan ke indonesia tidak dapat kita mungkiri sebagai peletak dasar kemerdekaan indonesia. kemerdekaan dari berfikir yang mistik menjadi awal demokrasi diperjuangkan di indonesia.

            Kekayaan alam indonesia yang terkenal ke seantero belahan bumi ternyata tidak berbanding lurus dengan kondisi masyarakat yang arif dan sejahtera. sebelum ada corak negara di Indonesia baik itu ketika masa nusantara, kesejahteraan masih digantungkan kepada segelintir kelompok dan klas dalam masyarakat. hal ini perlu kita bahas bukan untuk membiaskan pokok persoalan kita. karena pola gotong royong dan sebagainya sebagai sisa budaya komunal harus kita kritisi dengan obyektif, mengapa hal ini perlu kita kupas ? karena dari sini lah berangkat kerangka berfikir bangsa kita ditambah bumbu-bumbu liberal yang membuat kita jauh dari kata sejahtera sekarang ini. 

Kekayaan alam di indonesia sejak zaman kerajaan pertama kutai kartanegara yang tersohor juga dapat kita lihat siapa-siapa saja yang dapat kebagian hidup yang sejahtera dan dalam sejarah riak-riak ketidaksenangan tidak tertulis, mengapa ? pertanyaan selanjutnya ini menjadi landasan awal kita berbagi dan mendalami pendidikan kita dewasa ini. kekayaan alam yang diberikan oleh tuhan semesta tidak akan pernah cukup bagi mereka yang serakah. kenyataannya dengan membuat pendidikan sesuatu yang jauh dari masyarakat (eksklusifitas).

Mengapa demikian. disinilah beberapa peribahasa menemukan kebenarannya, misalkan Si bodoh makanan si pintar, pengetahuan adalah kekuatan, dan lain sebagainya. dengan pengasingan pendidikan itu maka kekayaan alam dapat di manfaatkan secara perorangan oleh mereka yang berpengetahuan lebih dan memperbudak manusia lainnya yang belum mendapat perkembangan pengetahuan.  perjalanan pendidikan tradisional yang hanya dapat di duduki oleh mereka yang berlatar belakang orang berada, atau bangsawan. Bawaan kasta atau klas dalam masyarakat dalam ajaran hindu di kutai tidak memperkenankan kasta selain brahmana dan ksatria untuk mempelajari kitab sucinya, para resi yang diagungkan para ksatria mengajar secara terasing di padepokan - padepokan meraka. sehingga pengetahuan hanya di dapat oleh dua klas ini dan mampu merekayasa kehidupan mereka selanjutnya. 

Sehingga dari komunal ke masyarakat berkelompok atau berklas pendidikan di jadikan instrumen penindasan. Eksklufitas pendidikan ini terus terjadi walau dengan wajah yang berbeda-beda. baik itu di masa kerjaan budha, islam, ataupun setelah masuknya kolonial belanda, portugis, inggris dan jepang. pendidika bagi kelompok berkuasa digunakan bukan untuk mewujudkan tatanan yang arif dan sejahtera. dan masyarakat yang tidak masuk kelompok mereka akan mengalami ketertinggalan merasakan kemajuan pengetahuan. walau dalam masyarakatnya pendidikan nonformal akan memberikan pengetahuan yang sederhana yang mampu memberikan bekal bertahan hidup kerasnya rekayasa hidup yang dibuat oleh mereka yang berpendidikan.

            Pendidikan yang setara dapat memberikan kesejahteraan dan kearifan bagi masyarakatnya.  Maka mau tidak mau pendidikan dan pengetahuan tidak bisa bersifat netral dia harus berpihak walau azas kebenaran, kejujuran dan keterusterangan harus dijaga agar pengetahuan itu abadi. Alam diberikan oleh pencipta untuk kita usahai dan terpenuhilah kebutuhan kita sebagai manusia yang layak. Dari luas daratan nusantara sekitar 1,91 juta km dalam kenyataan tidak dapat memberikan kesejahteraan dan kearifan bagi 230 juta lebih jiwa di indonesia. Pendidikan kita telah rusak sejak dari awal, semangat pendidikan modern Ki Hajar Dewantara di Taman Siswa, KH Ahmad Dahlan di Muhammadiyah, Tan Malaka dengan Sekolah Rakyatnya dan lain sebagainya tidak ditopang secara kuat oleh landasan negara kita. walau anggaran pendidikan sudah mencapai 20 % tapi juga tidak dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat. 

Paradigma kalau pendidikan itu hak dalam artian wajib 9 tahun seperti amanat UUD 1945 pasal 31 tapi tidak di imbangi oleh paradigma akan kesatuan ekonomi, politik dan pengetahuan tidak akan menghantarkan indonesia kepada hal yang diharapkan. karena pengetahuan akan dihegemoni oleh pertarungan ekonomi, politik dari kelompok atau klas berkuasa dengan yang dikuasai. contoh kongkritnya adalah praktek politik etis yang diberlakukan belanda. 

Untuk meraup keuntungan yang besar belanda melakukan efesiensi anggaran tenaga kerja yang terlalu boros jika mendatangkan dari belanda, sehingga di didik lah beberapa keluarga ningrat untuk mengenyam pendidikan barat yang telah maju untuk membantu kepentingan ekonomi mereka, tapi tidak sampai disitu kepentingan politik kolonial juga di berikan topeng baru sebagai kolonial humanis, yang sebenarnya rancu dan ambigu. Begitulah bagaimana pendidikan selalu di ciptakan untuk memproduksi pengetahuan yang Pro kepada kepentingan ekonomi dan politik yang berkuasa.

            Jadi pendidikan memiliki peran sentral dalam membangun bangsa ini. dengan prasyarat pendidikan itu dimasyarakatkan atau diberikan secara arti luas kepada seluruh rakyat tanpa ada pengasingan. hingga akan melahirkan pengetahuan yang membela nasibnya sendiri. kehidupan atas rakyat dapat diatur oleh rakyat itu sendiri. semua lembaga dan kegiatan jadi wadah mendidik diri dari masing-masing individu sehingga tidak perlu formalitas yang ribet seperti (UN, sertifikasi dan segala tetek bengek yang mengajarkan dan mempraktekkan penghianatan seperti tindakan korupsi, kolusi dan nepotisme).\

  1. Semangat pendidikan menghadapi Pasar Bebas

Pendidikan yang di cita-citakan oleh perintis republik ini rupanya akan meghadapi satu batu ganjalan yang begitu besar. Semangat pasar bebas yang di bangga-banggakan oleh pejabat berwenang tak dapat dibendung lagi oleh yang dirugikan. Segala kebijakan tentang pendidikan moderat kepada perkembangan pasar, ini di buktikan dengan persiapan-persiapan pendidikan berbasis pembangunan industrial dan menghilangkan semangat humanisasi dari pendidikan itu sendiri. Kejadian - kejadian yang menjadi sarat konflik di Indonesia menjadi satu bukti bagaimana pendidikan Indonesia tidak mengakarkan pemikiran yang ilmiah dan obyektif.

Arus ekonomi dan politik yang bernafaskan pasar bebas menjadi satu persoalan bagi pendidikan Indonesia. Bagaimana tidak, segala kebijakan pendidikan mengalami banyak perubahan sejak Pasar Bebas menghinggapi Indonesia mulai masa orde baru. Jika pada masa orde lama pendidikan di siapkan untuk menciptakan manusia yang bermental merdeka dan Revolusioner tidak begitu ketika masa orde baru. Semangat untuk berdaulat di tanah airnya sendiri tidak mengalami frekuensi yang sama pada masa orde baru. 

Semangat pasar bebas menjadi "Tuhan" baru di era orde baru ini. Situasi Dunia paska Perang dunia II dan di lanjutkan pada perang Dingin antara 2 kutub yaitu kubu timur di wakili uni Soviet dan negara Tirai lainnya menjadi sekutu dengan rival Amerika Serikat berserta negara bebas lainnya menjadi konconya, ternyata mampu menyeret indonesia kepada ketidak mandirian. Terbukti indonesia harus mampu merangkul 2 kutub ini dan dimanfaatkan untuk membangun indonesia, sehingga 2 kutub ini bersaing secara tertutup di indonesia, dan kemenangan akhirnya di raih oleh kubu liberalis yang bersemangat Free Marketnya Kapitalisme. Setelah peristiwa 1 oktober 1965, modal asing mulai masuk dengan gegap gempita ke indonesia. Hal ini di tandai 2 tahun setelah tragedi yakni pada 1967 melanggenglah dengan lahirnya regulasi UU penanaman Modal asing No.1 tahun 1967 tanpa batasan terhadap usaha - usaha yang vital. 

Di tengah semangat Developmentalisme paska perang dunia ke dua, Indonesia menjadi lahan empuk koorporasi global, lebih lanjut indonesia semakin terjebak dalam jaring pasar bebas sejak Suharto yang di daulat menjadi Bapak pembangunan secara sembrono memasukkan indonesia dalam agenda GATT pada tahun 1994. Yang mana GATT (General Agreements of Trade and Tariff) adalah biang kerok kekacauan di Negara-Negara yang baru dan Telah Merdeka. 

Kekuatan penuh bank Dunia, IMF dan lembaga keuangan lainnya, PBB yang menjadi forum status quonya pemenang perang dunia ke II melembagakan Ajang Pertemuan GATT menjadi WTO. Sejak saat itu berbagai agenda pasar bebas (Free Trade Area) di berbagai belahan dunia, di Amerika Utara ada NAFTA, di Eropa yang terlebih dahulu membuat corak ini dengan Masyarakat Ekonomi Eropa, lalu yang teranyar di kawasan Asia Tenggara adalah ASEAN FTA yang akan bertransformasi menjadi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Sejak saat itu seluruh sendi Ekonomi dan Politik Indonesia mulai bergeser ke arah Liberalisasi atau pada masa orde baru yang terkenal dengan Istilah Swastanisasi.

Hal di atas perlu disampaikan dalam tulisan ini sebagai pijakan pemikiran tulisan ini dalam menganalisa kondisi pendidikan yang telah menggeser makna penting pendidikan yang dapat menjemput masyarakat yang arif dan sejahtera. Sehingga kita dapat melihat bagaimana pendidikan dimanfaatkan oleh kelompok dan kelas berkuasa untuk mendapatkan tujuan mereka.

Semangat Pendidikan yang asli dari perintis Republik ini kian jauh dari harapan mereka. Jika Ki Hajar Dewantara, Tan Malaka, KH Ahmad Dahlan serta tokoh pendidikan lainnya memulai pendidikan dengan turut serta masyarakat secara jujur dan wajar tidak begitu dalam perkembangannya ketika di kuasai oleh kelompok yang berposisi sebagai pendukung Semangat Pasar Bebas.

Pada masa orde lama dari 1945 hingga 1966 pendidikan masih dipakai oleh sukarno untuk mendukung semangat revolusi kemerdekaan. Sehingga kondisi ekonomi yang masih merangkak membutuhkan sumber daya manusia yang berilmu pengetahuan dalam menunjang kondisi ekonomi tesebut, sehingga hasil kerja sama politik di manfaatkan untuk mengambil ilmu pengetahuan dari barat yang di praktekkan dengan mengirim pelajar-pelajar keluar negeri seperti, Amerika Serikat, Uni Soviet, Cina dan negara lain yang mempunyai hubungan baik dengan Indonesia. Di masa Orde Baru, pendidikan digunakan untuk menyukseskan agenda Developmentalisme yang menggenjot pembangunan infrastruktur secara besar-besaran. 

Mulai dari 1967 sampai 1999 pendidikan dimanfaatkan untuk indoktrinasi semangat pasar bebas, intervensi militer dengan dwi fungsi ABRI cukup signifikan mempengaruhi pemerintah dan terkhusus kementerian Pendidikan. Munculnya gerakan yang meminta mundur sukarno tidak terlepas dari bagaimana militer menyetir pendidikan yang akhirnya melahirkan kesatuan-kesatuan aksi yang di pelopori oleh mahasiswa, pelajar dan pemuda untuk mengahncurkan sisa-sisa paham komunisme dengan memberangus organisasi, atibut dan kader-kadernya. Pada fase selanjut Proyek P4 (Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila) dijadikan cara indoktrinasi terhdap semangat Pasar Bebas nan liberal yang kemudian mampu menjadikan pendidikan gaya kerajaan yang anti-kritik sehingga jauh dari kata ilmiah, obyektif dan berkesinambungan. 

Pada tahun 1978 gerakan mahasiswa yang saat itu jadi corong kritik pendidikan indonesia dihadapkan pada sikap anti demokratik yang menelurkan kebijakan NKK/BKK ( Normalisasi kehidupan kampus/Badan Koordinasi Kampus) yang menghilangkan suara mahasiswa dengan menghapus dewan mahasiswa yang akhirnya mahasiswa dikungkung suaranya. Sedangkan pendidikan dasar dan menengah masih terus di cekoki oleh doktrin P4. Pendidikan yang kehilangan independensinya mulai di komersilkan Sejak 1999, dengan dikeluarkannya PP No.60 dan 61 Tahun 1999 tentang BHMN, gelombang swastanisasi mulai merambah kampus. Pilot projeknya adalah UI, ITB, IPB, dan UGM.

Pada fase ini kita lihat pendidikan di stir untuk kepentingan pembangunan ala barat yang menjunjung tinggi azas free marketnya Adam Smith. Sedari awal pendidikan saat ini tidak mengajarkan bagaimana memahami fungsi pendidikan sebenarnya. Sehingga kaum terpelajarnya hanya mereka yang lahir dari rahim pendidikan barat, misalkan BJ Habibie yang kemudian menjadi Wakil dan menggantikan Suharto setelah kelengserannya pada 21 mei 1998 adalah insan yang di didik secara ilmiah di negara Jerman. Sedangkan mereka yang belajar di Indonesia dibesarkan layaknya katak dalam tempurung tanpa dapat melihat bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan di dunia. Inilah yang terjadi kala pemerintah suharto mengedepankan kondusifitas untuk memenuhi industri asing di Indonesia. Hingga akhirnya indonesia Kolaps dan mengalami krisis pada tahun 1998.

Pendidikan masa orde Reformasi ternyata tidak terlalu mendapat penerangan layaknya pola demokrasi yang tirainya sedikit terbuka. Di era Presiden Gusdur, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono hingga Joko widodo sama sekali sifat pendidikan tidak menyentuh arti sebenarnya. Misalkan beberapa kebijakan yang lahir berurutan di masa pemimpin-pemimpin ini mulai dari UU Sisdidiknas No.20 tahun 2003, UU BHP No.9 tahun 2008, UU PT No.12 tahun 2012 dan berbagai UU dan Peraturan lainnya yang dilahirkan untuk menunjang pendidikan yang berkesesuaian dengan kondisi global saat ini.

MP3EI

1.Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

2. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Unesco yang memperkenalkan Long Life Education ( Pendidikan Seumur hidup ) yang terinspirasi dari Paul Lengrand .  lebih lanjut DR. Philip H. Coombs yang membagi 3 pendidikan dengan sistem Informal, Formal, dan nonformal. Yang akhirnyasaling mengasingkan pendidikan itu sendiri.(soelaiman Joesoef dan Slamet Santoso : Pengantar Pendidikan Sosial)

MEA

Sifat ilmuwan yang hanya menemukan fakta dari yang terlihat dari luar dan berusaha memposisikan dirinya sebagai insan yang netral tanpa harus melibatkan dirinya pada satu ideologi tertentu. Sifat rausyanfikr yang menndefenisikan intelektual adalah pemikir tercerahkan yang mengikuti ideologi yang dipilihnya secara sadar. Intelektual ini lahir bukan karena pendidikan formal namun mereka adalah insan yang sadar untuk memperbaiki masyarakat yang ada.(Ali Syariati : Ideologi Kaum Intelektual)

Krisis Dunia

Kegagalan Pasar Bebas (Globalisasi) yang di dukung oleh Lembaga keuangan yang di danai oleh Perusahaan TNC/MNC pada awalnya hanya menggantungkan pada keunggulan kooperatifnya suatu negara ala David Ricardo, menemui kegagalan sehingga pencarian keuntungan yang absolut akan digenjot dengan mencari daerah yang mempunyai upah yang rendah dan tingkat refresi yang tinggi untuk mendirikan industri manufakturnya. Yang akhirnya memperlihatkan kegagalan asumsi-asumsi tentang bagaimana pasar dan perdagangan bekerja, sehingga menjadi salah kaprah sejak awal. (Budi Winarno : Pertarungan Negara Vs Pasar).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun