Dalam suatu Angelus tahun 2013, tidak lama setelah ia terpilih menjadi pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus mengecam budaya materialisme.
"Kita hidup di tengah budaya 'buang-buang'. Semakin banyak kita memiliki, semakin kita merasa kosong. Hanya dengan memberi dan berbagi kita akan benar-benar dipuaskan."
Pesan ini memiliki relevansi yang mendalam bagi Indonesia, di mana jurang antara kaya dan miskin semakin nyata. Perayaan Natal Nasional yang melibatkan semangat berbagi dan aksi kemanusiaan adalah langkah konkrit untuk kembali pada makna Natal yang sejati.
Simbol keterbukaan dan inklusivitas
Sebagai tempat kelahiran Yesus, Betlehem mengandung simbol keterbukaan universal. Kunjungan para gembala dan orang Majus mencerminkan inklusivitas yang melampaui sekat-sekat sosial, budaya, dan agama.
Dalam kotbah Natal 2020, Paus Fransiskus menyatakan: "Kelahiran Kristus adalah kabar sukacita bagi semua manusia. Tuhan datang tidak untuk segelintir orang, tetapi untuk semua, terutama mereka yang terpinggirkan."
Indonesia, sebagai bangsa yang majemuk, dapat belajar dari peristiwa ini. Semangat kolaborasi para pemimpin gereja dan pemimpin bangsa adalah contoh bagaimana iman harus berbuah dalam solidaritas lintas komunitas.
Sebagai penutup, saya menegaskan kembali bahwa ajakan kembali ke Betlehem adalah ajakan untuk peduli pada isu kemanusiaan dan lingkungan.
Pertama, kita diajak untuk mendukung kaum miskin dan lemah karena dalam diri mereka, wajah Yesus yang lahir di palungan hadir kembali.
Kedua, kita diajak untuk menjaga bumi sebagai rumah bersama. Natal adalah panggilan untuk hidup sederhana dan bertanggung jawab terhadap alam.
Ketiga, kita diajak untuk mengutamakan kasih di atas kerakusan. Kita diajak untuk menolak sistem yang hanya mementingkan keuntungan materi tanpa memperhatikan kesejahteraan bersama.