Mohon tunggu...
Siko Wiyanto
Siko Wiyanto Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

Seorang hamba Allah, seorang suami, dan seorang PNS.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Cara Meningkatkan Engagement Pasien oleh Praktisi Humas Rumah Sakit

30 Mei 2016   10:50 Diperbarui: 30 Mei 2016   11:05 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pada suatu ketika saya naik GOJEK dari kantor menuju stasiun KRL seperti biasanya. Seperti biasanya saya suka ngajak ngobrol dengan driver GOJEK yang sudah setengah baya. Entah kenapa tiba-tiba saja dia bercerita mengenai anaknya yang baru saja dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sebutlah namanya Pak Yanto (bukan nama sebenarnya), sangat berterima kasih pada perawat yang memberikan informasi kepada dirinya soal keberadaan BPJS untuk kategori penerima bantuan iuran (PBI). Pak Yanto mengatakan, ia dibantu oleh Ketua RT di tempat tinggalnya untuk mengurus BPJS Kesehatan bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI). PBI merupakan penerima iuran BPJS kategori tidak mampu yang preminya dibayarkan oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Setiap tahun anggaran untuk penerima BPJS meningkat. Pak Yanto juga menyatakan sangat berterima kasih pada para dokter dan seluruh staf medis, paramedis, dan non medis di RSCM. Good news still good news.

Dari cerita di atas, dapat dipahami bahwa (1) Peran humas itu vital dalam membangun reputasi sebuah instansi, tanpa terkecuali rumah sakit (2) Siapapun staf di rumah sakit dapat menjalankan fungsi humas, khususnya dalam memberikan layanan informasi (3) Banyak berita baik pada penyelenggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui BPJS Kesehatan. Sebagai praktisi humas, saya ingin menyampaikan saran untuk meraih engagement antara rumah sakit dengan pasien.

  • Pastikan Saluran Layanan Informasi Lengkap

Pasien membutuhkan layanan informasi kepada rumah sakit baik pada kondisi biasa, terlebih pada kondisi darurat. Umumnya rumah sakit hanya menyediakan saluran telepon PSTN, itupun tidak langsung karena terlebih dahulu dijawab oleh mesin penjawab. Seiring dengan perkembangan teknologi mobile dan perkembangan media sosial, maka layanan informasi sebaiknya tidak terpaku pada telepon PSTN saja. Menunggu mesin penjawab menghabiskan banyak pulsa.

Saya terkesan pada sebuah rumah sakit yang menyediakan layanan whatsapp untuk segala pertanyaan. Namun sayangnya, layanan WA atau BBM seringkali khusus untuk pendaftaran rawat jalan saja. "Maaf, BBM ini hanya untuk pendaftaran rawat jalan, silakan hubungi nomor telepon bagian tersebut untuk informasi lebih lanjut." Betapa pasien sebenarnya tidak senang jika "dilempar" apalagi untuk mendapatkan informasi tersebut harus membuang-buang pulsa.

Sekali lagi hal itu membuang waktu dan membuang pulsa. Instan messanger seperti whatsapp dan BBM (dua platform yang banyak dipakai di Indonesia) kiranya dapat menjadi pilihan sebagai saluran layanan informasi onlineuntuk mempermudah masyarakat mendapatkan informasi dari rumah sakit. Usahakan pemberian informasi bersifat costless(minim biaya) bagi pasien.

Aneh jika sebuah rumah sakit sampai tidak memiliki jejaring sosial. Fungsi jejaring sosial seperti facebook, twitter, dan Instagram adalah membangun engagementdengan pasien. Fungsi yang jauh lebih penting dari semua itu adalah edukasi publik. Seiring dengan meningkatknya awareness masyarakat Indonesia untuk peduli dengan kesehatannya, konten-konten jejaring sosial rumah sakit dapat berisi informasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat dan beberapa penyakit. Lebih lanjut, rumah sakit khususnya yang sudah bekerjasama dengan BPJS dapat juga bersinergi dalam melakukan edukasi mengenai segala aspek yang perlu diketahui oleh peserta. Selama ini masyarakat hanya mendapatkan daftar informasi tanpa tahu informasi dasar mengenai penyakit-penyakit tersebut. Padahal, tingkat pemahaman masyarakat mengenai peran dokter, faskes I, dan faskes tingkat lanjutan merujuk pada penyakit-penyakit tersebut.

  • Layanan Informasi yang terpusat

Seringkali rumah sakit menyebarkan informasinya kepada setiap unit sehingga informasi tidak terpusat pada satu unit. Beberapa bulan yang lalu saya ingin menanyakan informasi mengenai tarif rongent untuk tangan, tapi dari bagian informasi saya dialihkan kepada bagian rongent hanya untuk tanya tarif. Saya berpikir, apa tidak ada sistem informasi yang menyatukan informasi-informasi penting dan sensitif

seperti tarif layanan di rumah sakit? sungguh hal ini merepotkan. Tarif layanan memang secara legal artis tidak bisa dipajang pada website. Namun, bagi pasien itu penting karena masyarakat kita yang kebanyak berada di golongan menengah memiliki dana terbatas untuk kebutuhan kesehatan. Pun, jika masyarakat inginn tahu prosedur dalam menggunakan asuransi/jaminan sosial tertentu, petugas layanan informasi idealnya menyampaikan informasi secara lengkap. TIDAK DISUKAI melempar pertanyaan ke bagian lain. Sayangnya ini kerap sekali dilakukan pada rumah sakit.

  • Informasi Pada Website Lengkap dan Dinamis

Jika sebuah rumah sakit tidak memiliki jejaring sosial sudah disebut aneh, maka tidak memiliki website (meski berbasis blog), lebih aneh lagi. Website merupakan identitas online yang resmi bagi sebuah instansi layanan publik. Ada tiga hal yang paling dicari oleh pasien pada website rumah sakit yakni (a) Jenis poliklinik (b) nama dokter (c) layanan penunjang, tentu saja selain alamat rumah sakit dan foto setiap sudut ruangan rumah sakit sendiri. Saya mendapati sebuah website rumah sakit yang tidak menuliskan nama dokternya kecuali "Dokter Anak Jam 09.00-12.00." Udah itu, saja. Saya tidak mendapatkan informasi nama dokternya. Padahal dari persepsi masyarakat, doctor’s profile is matters. Masyarakat lebih mencari dokternya daripada rumah sakitnya, jadi pastikan dokter andalan di rumah sakit Anda lari ke rumah sakit lain.

Satu hal yang menjadi ‘penyakit’ bagi website rumah sakit isinya itu-itu saja. Sudah bagus jika menampilkan hardnews seperti bakti sosial, pembukaan layanan baru, pengumuman dokter baru, atau promo dalam rangka menghadapi hari besar nasional atau hari raya keagamaan. Saya ingin website rumah sakit itu diperkaya dengan artikel-artikel softnews atau feature sehingga dapat dibaca santai tanpa membuat kening berkerut. Menulis kehidupan dokter umum yang sering jaga malam dan kurang istirahat diyakini dapat membangkitkan awareness masyarakat terhadap beban kerja seorang dokter umum. Menampilkan profil dokter, perawat, atau bidan juga diyakini dapat memberikan informasi kepada masyarakat. Website rumah sakit juga sebaiknya mendukung JKN dengan memberikan informasi dan pengetahuan mengenai prosedur dan segala sesuatu tentang JKN.

  • Perbanyak Konten-Konten Edukatif dan Human Interest

Sekarang kita berada di era jejaring sosial saat konten edukatif dan human interest mendapatkan viral organik yang begitu tinggi. Saluran konten edukatif dalam disajikan pada website dan juga jejaring sosial. Rumah sakit jika dipandang dari fungsi sosial jelas kaya akan angle edukatif dan human interest. Namun hal yang harus diperhatikan adalah tidak boleh menampilkan wajah pasien kecuali telah minta ijin darinya. Saya teringat beberapa tahun yang lalu ada foto seorang dokter co-ass menyuapi seorang pasien setengah baya di RSCM. Hal ini menimbulkan viral yang luar biasa baik dari kalangan kesehatan, maupun non kesehatan. Pesan kunci pada foto tersebut adalah “ada kepedulian seorang dokter co-ass untuk pasien yang tidak punya kerabat”

  • Buat Agenda Setting

Agenda setting bukan hanya milik media. Justru humas memiliki fungsi yang lebih besar daripada redaksi media. Sangat disayangkan jika kegiatan komunikasi tidak memiliki agenda dan seringkali datang rencana tiba-tiba. Agenda setting yang baik disesuaikan dengan momentum hari besar nasional atau hari raya keagaaman, atau peristiwa-peristiwa tertentu. Sebagai contoh, sekarang mendekati bulan puasa, humas rumah sakit dapat membuat kegiatan dengan tema puasa. Pesan kuncinya adalah "puasa dapat bermanfaat dalam menjaga kesehatan” atau “waspada terhadap sindrom metabolik selama bulan puasa”. Dengan demikian, kegiatan kehumasan rumah sakit terencana.

Demikian sedikit ulasan dari saya, semoga bermanfaat.

Siko Dian Sigit Wiyanto, E.P.R (Certified Expert in Public Relations)
Praktisi Humas Pemerintah
Pelaksana Bagian Manajemen Strategi Komunikasi
Biro Komunikasi dan Layanan Informasi
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan

*) tulisan ini adalah pendapat pribadi penulis dan tidak merepresentasikan instansi tempat penulis bekerja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun