Mohon tunggu...
Siko Wiyanto
Siko Wiyanto Mohon Tunggu... Pegawai Negeri Sipil -

Seorang hamba Allah, seorang suami, dan seorang PNS.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Poin-poin Transformasi Pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional yang Diharapkan

7 Maret 2016   06:06 Diperbarui: 7 Maret 2016   07:55 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bersamaan dengan momentum aksi damai Dokter Indonesia Bersatu (DIB) dan sudah dua tahun berjalannya Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, ada beberapa permasalahan

1. Dilema Kapitasi

Dari informasi yang kami peroleh, tujuan pembayaran FTKP I melalui kapitasi adalah agar FTKP I mendorong masyarakat untuk tetap hidup sehat dengan kata lain melakukan tindakan preventif. Sedangkan peserta yang terdaftar di sebuah klinik hampir satu tahun bekerjasama, hanya mendapatkan 84 peserta. Jika dihitung, maka kapitasi kami adalah Rp840.000,-. saat kami pertama kali tanda tangan peraturan kerjasama dengan BPJS Kesehatan, kami diberi 0 peserta. Bahkan ada yang lebih 'mengerikan', satu tahun kerjasama, klinik lainnya hanya mendapatkan 7 peserta.

Jika dikatakan harus ada sosialisasi ke masyarakat, masalahnya bukan perkara mudah mau memindahkan FTKP masyarakat jika peserta harus datang sendiri ke kantor cabang atau kantor layanan operasional BPJS. Jarak dari klinik kami ke kantor cabang ditempuh dengan waktu minimal 45 menit. Lagipula masyarakat malas kalau harus datang ke kantor BPJS karena antrean mengular.

Klinik membutuhkan operasional, kesejahteraan dokter, dan obat-obatan yang cukup, namun sayang sistem kapitasi untuk per Faskes yang katanya minimal 2.000 peserta itu urung kami dapatkan. Kurangnya peserta ini diantaranya pasien PBI diharuskan ke Puskesmas.

Berdasarkan narasumber yang kami percaya, di Puskesmas pun juga hampir sama masalahnya. Di beberapa daerah, e-KTP sudah bisa digunakan untuk berobat. Apakah penganggaran di Puskesmas untuk layanan e-KTP ini sudah disusun secara wajar seperti dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Puskesmas, seharusnya pelayanan seorang pasien dengan e-KTP itu terdiri dari (1) jasa medis dokter (2) paket obat (3) biaya administrasi (4) jasa tindakan. Semua itu dengan satuan biaya yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah masing-masing.

Dari 10 pasien yang berobat di Puskesmas, hanya 3 diantaranya menggunakan BPJS. Pasien di Puskesmas hampir tidak pernah putus, bahkan sampai malam hari. Bahkan untuk kasus sangat non emergency pun seperti pasien KB yang datang pukul 23.00, harus dilayani. Alasannya adalah siang hari antrean sangat banyak jadi ingin malam yang sepi. Itu pun jasa pelayanan yang diberikan kepada seorang dokter umum biasanya relatif kecil, beberapa puskesmas dari berbagai propinsirata-rata per bulan dan diberikan lebih dari dua bulan sekali. Ini sangat tidak sebanding dengan beban kerja dan risiko dokter. Perlu diketahui bahwa minimal paling tidak jumlah pasien yang ditangani 200 orang dalam waktu 24 jam, mulai yang sakit panu sampai jantung. Lebih dari itu, ditengarai

2. Sengkarut Penerima Bantuan Iuran

Penerima bantuan iuran mendapatkan dana dari APBN. Hal ini menjadi komitmen pemerintah untuk meningkatkan taraf kesehatan masyarakat Indonesia melalui kebijakan belanja negara yang setiap tahun anggarannya terus meningkat. Akan tetapi, di lapangan kami mendapati anak yatim piatu di sekitar kami tidak mendapatkan PBI dan kebingunangan cara mengurusnya. Padahal sudah 2 tahun JKN berjalan.

Penerima PBI diharuskan ke Puskesmas melalui rekomendasi Komisi Pemberantasan Korupsi membuat puskesmas overload. Memang, alasannya adalah untuk mencegah fraud dokter di puskesmas agar tidak memindahkan ke klinik atau praktik pribadinya. Ini merugikan dokter lain yang tidak bekerja di puskesmas tapi ingin mendapatkan peserta. Langkah tersebut menyelesaikan masalah dengan menambah masalah. Padahal prosedurnya sudah jelas, peserta memindahkan FTKPnya dengan sepengetahuan sendiri.Sistem pengendalian internal yang ditawarkan KPK ini memang efektif mencegah fraud. Tapi, dari sisi kenyamanan pelayanan, ini merugikan peserta.

3. Tolong sesuaikan Tarif

Tarif ANC, bersalin dan kapitasi tidak naik selama kurang lebih 2 tahun ini. Penetapan tarif-tarif tersebut menggunakan peraturan menteri kesehatan, namun update standard biaya yang wajarnya dilakukan setahun sekali, untuk BPJS kesehatan tidak ada kepastian. Tarif bersalin Rp 600,000,- saat itu sudah jauh di bawah harga pasar dan pukul rata untuk setiap kota di Indonesia. Harap ini juga menjadi perhatian. Selain itu, tarif tersebut kiranya dapat menyesuaikan dengan indeks harga konsumsi (atau yang sejenisnya) yang akan dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.

Rekomendasi kami adalah:

1. Ubah sistem kapitasi menjadi pay per service untuk FKTP dengan peserta di bawah 2.000. Untuk peserta di atas FKTP menggunakan sistem kapitasi. Itu juga menjadi pilihan bagi FTKP yang bersangkutan. Sedangkan standard biaya menggunakan satuan biaya yang wajar dan disesuaikan setiap tahun mengikuti angka inflasi. Sistem manage care ini bisa mencontoh salah satu asuransi kesehatan terkemuka.

2. Pemerintah pusat mewajibkan pemerintah daerah untuk mengikutkan seluruh warganya BPJS Kesehatan, kecuali bagi yang sudah memiliki. Dengan demikian, BPJS Kesehatan memiliki likuiditas lebih tinggi, Pemerintah Daerah lebih tenang dalam mengelola programnya, dan tenaga medis mendapatkan remunerasi yang wajar.

3. Mengembalikan sistem alih faskes secara online. Sekarang alih faskes harus minimal 3 bulan dan tidak boleh diwakilkan. Perlu kiranya dipahami bahwa masyarakat yang punya BPJS umumnya bukan pengangguran. Kebutuhan mereka harus dipahami oleh manajemen BPJS Kesehatan. Ketentuan pindah faskes dapat dilakukan minimal 3 bulan dan harus datang sendiri bahkan tidak bisa menggunakan surat kuasa sangat berlebihan. Hal ini ditengarai banyak masyarakat enggan mendaftarkan BPJS karena sistemnya yang sulit.

4. Untuk mengindari fraud dokter yang bisa memindahkan kepesertaan peserta BPJS sistem pendaftaran BPJS tolong agar dibuat lebih canggih terutama sistem pengendalian aplikasinya. Untuk dokter yang sudah terdaftar di Puskesmas tidak bisa memindahkan kepesertaan ke faskes tempat dokter terdaftar yang sudah terdaftar di Puskesmas. Setiap dokter di Puskesmas pasti punya Surat Ijin Praktik dan Surat Tanda Registe. Persamaan nomor STR antara faskes asal dan faskes yang dituju membuat aplikasi tidak bisa digunakan untuk alih faskes. Ini memerlukan ekstra effort namun sebenarnya mudah. Menambahkan database nomor STR dokter tidak serumit yang dibayangkan. Setiap dokter hanya punya satu STR tapi beda SIP.

5. Kiranya tarif yang ditetapkan menggunakan indeks kemahalan tiap daerah. Karena tanpa penggunaan indeks ini, beban yang ditanggung faskes primer bisa lebih tinggi daripada yang seharusnya dan remunerasi tenaga medis tidak sebanding dengan daya beli yang seharusnya.

6. Untuk menjaga likuiditas iuran, kepesertaan mandiri dibekukan sampai membayar kembali dan tidak ada bunga atau denda keterlambatan karena berakibat jatuhnya transaksi RIBA yang sebenarnya efek jera bagi peserta tidak terlalu materiil, namun efek dosanya sangat besar.

7. Tingkatkan komunikasi antara BPJS Kesehatan dengan peserta, pengelola Faskes I, dan tenaga medis. Peraturan BPJS terlalu rumit untuk dimengerti oleh masyarakat umum. Pembuatan infografis mengenai prosedur pelayanan di setiap fasilitas kesehatan dan untuk kasus-kasus tertentu lebih disukai daripada hanya berupa buku teks. Diharapkan ada video edukatif yang bisa dibagikan melalui media sosial dan dicerna oleh semua kalangan.

Siko Dian Sigit Wiyanto, EPR (Certified Expert in PR)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun