Mohon tunggu...
Akhmad Ginulur
Akhmad Ginulur Mohon Tunggu... -

Professional Brainwaster

Selanjutnya

Tutup

Money

Looking Backward, Moving Forward: E-Payment dan Smart City, Sebuah Konsep Utopia yang Menjadi Nyata

31 Juli 2016   16:20 Diperbarui: 31 Juli 2016   16:46 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Meskipun baru populer pada akhir abad 20, metode pembayaran menggunakan kartu elektronik (e-payment) rupanya telah diprediksi pada tahun 1887 oleh sastrawan Amerika Serikat, Edward Bellamy dalam novel utopia berjudul “Looking Backward”.

Looking Backward menceritakan kisah Julian West, seorang tentara AS yang tertidur selama 130 tahun sejak tahun 1870 dan terbangun di tahun 2000. Selama perjalanan di dunia masa depan, banyak teknologi baru yang ditemui oleh Julian, antara lain: sistem serupa internet, hypermarket dan yang paling revolusioner & mengejutkan: e-money.

Dalam novel ini, Bellamy menggunakan istilah “credit card”untuk mengacu pada alat pembayaran berbasis kartu. Namun alih-alih berfungsi sebagai alat untuk mendapatkan pinjaman dari bank sebagaimana credit card modern, “credit card” versi Bellamy ini lebih serupa dengan kartu e-money, dimana nilai uang (credit) diinjeksikan kedalam kartu (card).

Ajaibnya novel ini juga telah memprediksikan sinergi antara konsep smart city dengan smart payment! Dalam novel tersebut, diceritakan mengenai metode dimana subsidi pemerintah didistribusikan kepada masyarakat melalui sistem pembayaran berbasis kartu! Sebuah bagian dari paradigma smart city yang sedang berkembang baru-baru ini.

Berkenalan Dengan Konsep Smart City

Belum ada konsensus mengenai apa, bagaimana dan kemana smart city akan dikembangkan. Menurut Anthony Townsend, pakar smart city dari Amerika Serikat, smart city adalah tempat dimana teknologi informasi dikombinasikan dengan infrastruktur, pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan.

Dikutip dari laman smartcityindonesia.org, sebuah kota dikatakan “smart”apabila kota tersebut benar-benar dapat mengetahui keadaan kota di dalamnya, memahami permasalahan tersebut secara lebih mendalam, hingga mampu melakukan aksi terhadap permasalahan tersebut.

Sedangkan menurut Bappenas, Smart City didefinisikan memiliki beberapa aspek kunci, yaitu: smart environment, smart governance, smart mobility, smart economy, smart living dan smart citizen.

Berdasarkan ketiga definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 4 komponen utama dalam pengembangan smart city, yaitu: informasi, infrastruktur, masyarakat serta pemerintah.  

Hampir seluruh ibu kota dan kota besar di belahan dunia telah menerapkan program smart city, baik pada kota di negara Eropa, Amerika, Asia, hingga Afrika. Lima besar kota pintar terbaik di dunia menurut Cities in Motion Index antara lain: Tokyo, London, New York, Zürich dan Paris

Beberapa kota besar di Indonesia juga sudah mulai menerapkan konsep smart city dalam pengembangan kotanya, diantaranya Jakarta, Bandung, Surabaya, Yogyakarta dan Malang. Dan berdasarkan observasi pribadi, mayoritas pelayanan publik di kota-kota yang menerapkan konsep smart citycenderung meningkat.

Smart City, Smart Card

Informasi merupakan komponen vital dalam pengembangan smart city. Tidak bisa dipungkiri bahwa smart city adalah sebuah sistem yang sangat rakus akan data dan informasi. Untuk dapat melayani masyarakat dengan tepat, pengelola smart city memerlukan data yang cepat, akurat dan efisien.

Namun sebagai konsekuensi atas kebutuhan informasi yang semakin tinggi tersebut, masyarakat dijejali dengan berbagai macam kartu, mulai dari kartu kesehatan, asuransi, pendidikan, tempat tinggal, identitas sampai dengan kartu untuk pembayaran. Kartu-kartu ini sendiri berperan sebagai wadah atas berbagai informasi vital  untuk mengakses layanan publik atau bertransaksi dengan pemerintah atau perbankan.

Masalah ini dapat diatasi melalui integrasi informasi yang diperlukan dalam penyelenggaraan kota, baik dalam fungsi identifikasi seperti KTP atau SIM maupun fungsi transaksi seperti akses layanan kesehatan, transportasi dan sistem pembayaran.

Melalui unifikasi kartu, baik masyarakat maupun pemerintah akan mendapatkan beberapa keuntungan. Bagi masyarakat, kartu yang terintegrasi tentu lebih praktis, efisien dan hemat tempat. Sedangkan bagi pemerintah, kartu yang terintegrasi memudahkan pemerintah melakukan monitoring dan evaluasi kebijakan serta memudahkan untuk penyaluran bantuan atau subsidi. Hal ini serupa dengan konsep yang diramalkan oleh Edward Bellamy pada tahun 1887.

Dari Utopia Menjadi Nyata

Namun demikian, berbeda dengan novel “Looking Backward” yang bertajuk utopia atau khayalan belaka, upaya untuk mewujudkan kartu cerdas multifungsi ternyata sudah didepan mata. Bank Indonesia selaku otoritas sistem pembayaran dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan inisiasi untuk menggabungkan sistem dan fungsi e-money, identifikasi penduduk dan akses layanan publik dalam sebuah kartu revolusioner multifungsi bernama kartu Jakarta One sebagai salah satu bagian penting dalam konsep Jakarta Smart City.

Sesuai kewenangannya, BI mendukung pengembangan smart city melalui elektronifikasi dalam sistem pembayaran baik di tingkat pemerintah maupun masyarakat. Bagi Bank Indonesia selaku otoritas sistem pembayaran, penggunaan kartu multifungsi tersebut membantu untuk memasyarakatkan penggunaan e-money sebagai bagian dari Gerakan Nasional Non Tunai dan elektronifikasi keuangan.

Melalui kartu ini, masyarakat dapat menggunakan kartu sebagai alat pembayaran Trans Jakarta, vending machine, Rusun bersubsidi, listrik, air & telepon, apotik dan masih banyak lagi.  Kedepan kartu ini juga direncakan untuk dapat menjadi alat pembayaran untuk Electronic Road Pricing (ERP) dan sarana transportasi MRT dan monorail. Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Identitas Khusus juga turut tercantum dalam kartu ini, sehingga dalam mengakses aneka layanan publik, masyarakat tidak perlu lagi menyimpan aneka macam kartu untuk setiap jenis layanan.

Implementasi kartu Jakarta One tidak hanya meningkatkan efisiensi pengelolaan kartu oleh masyarakat, namun juga dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mendapatkan informasi yang sangat besar mengenai efektivitas kebijakan, permasalahan di lapangan dan mencari solusi terbaik berdasarkan informasi yang dikumpulkan tersebut.

Melalui unifikasi kartu ini juga diharapkan data dan informasi menjadi semakin terbuka, transparan sehingga memungkinkan kolaborasi antara berbagai macam pihak untuk meningkatkan kualitas pelayanan dalam smart city tanpa mengabaikan aspek keamanan. Di masa mendatang bukan tidak mungkin masyarakat mengurus pembuatan KTP di Bank Umum, dikarenakan informasi sudah tersinergi antara pemerintah, perbankan dan masyarakat & batas antara kartu identifikasi dan kartu pembayaran elektronik menjadi semakin bias.

Dalam novel Looking Backward, Bellamy menceritakan bahwa implementasi teknologi secara holistik dalam pembangunan kota dapat memberikan keadilan dan kemhaslahatan bagi masyarakat. Begitu pula dengan implementasi smart city dalam pembangunan kota di Indonesia. Melalui integrasi dan sinergi smart city dengan smart card, diharapkan kebutuhan akan informasi dan solusi pembayaran cerdas sebagai prasyarat suksesnya smart city dapat terpenuhi, dan dapat menghantarkan bangsa Indonesia menjadi smart nation.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun