Mohon tunggu...
Keiko Kurosaki
Keiko Kurosaki Mohon Tunggu... lainnya -

i'm a girl with a big dream in a litlle chance. menulis adalah hobiku. pacar pertama dan terakhirku. jika diam adalah emas, akan ku ubah menjadi uranium, biar menjadi nuklir. karena sejatinya, diam yang hanya emas adalah diam yang tanpa berfikir, sedangkan diam yang berfikir adalh uranium yang menjadi bahan utama nuklir yang bisa menghancurkan apapun. jadi, berfikirlah dalam diam. jika aku tak bisa melihat dunia, biar dunia yang akan melihatku.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

The Volley is Came ( Cerbung) Bag-1

16 Oktober 2014   19:35 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:46 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14134376622120216659

Aomori, 2234

"Hujannya tidak turun bukan?" Katsumoto memecahkan kesunyian yang daritadi menyelubungi kami. Seraya menatap langit yang berkabut, dia melanjutkan perkataannya. "Profesor Nakajima sudah menduga hal ini sepuluh tahun lalu ketika beliau meneliti hujan yang turun terakhir kali di Kyoto. Keasaman yang dihasilkan oleh air yang turun dari langit sudah menandakan bahwa untuk beberapa puluh tahun berikutnya akan mungkin terjadi kekeringan."

Aku masih diam menyimak penjelasan Kastumoto. Dia adalah salah satu murid kesayangan Profesor Nakajima. Sayang, lima tahun lalu Profesor Nakajima meninggal karena penyakit gerstmann-straussler-scheinker-nya. Kini, Katsumoto berencana melanjutkan kembali penelitian yang dulu terhenti itu.

"Dunia sudah berubah, Mamura. Laut tak lagi mau menawarkan hujan. Ya, bagaimana menawarkan hujan sedangkan matahari ditutupi kabut seperti itu." Aku senang mengamati gaya bicara Katsumoto. Santai namun serius. Oh iya, kenalkan aku adalah Mamura Nana. Anak dari adik Profesor Nakajima. Setelah kematian Profesor Nakajima-aku tak mau memanggil dia paman karena dia tidak mau dipanggil begitu-, Katsumoto mengirimiku sebuah email ke Kyoto. Surel yang berisikan untuk aku kerja sama dengan dia dalam melanjutkan penelitian tentang kejadian aneh waktu itu.

Didalam surelnya Katsumoto menjelaskan bahwa di Aomori terdapat sedikit kabut berwarna kelabu yang membuat udara menjadi pengap. Belum ada penyelidikan, namun dari pemantauan secara pribadi oleh Profesor Nakajima, beliau mengatakan ada gelembung besar yang keluar dari permukaan laut di sekitar pesisir Aomori.

Aku mengerti kenapa waktu itu Kastumoto langsung mengarahkan surat itu kepadaku, Jabatanku di departemen pemerintahan divisi lingkungan hiduplah yang menjadi alasannya. Tidak mungkin, penelitian ini dilakukan dengan biaya pribadi dari seorang Profesor yang sudah wafat. Mereka butuh dana penuh, butuh investor. Dilain pihak, hal ini setidaknya menguntungkan aku juga dalam mengambil gelar Profesor.

"Kenapa kau diam saja Mamura?" ternyata Katsumoto sudah selesai dengan penjabarannya mengenai kabut yang semakin memekat akhir-akhir ini. Sekarang, dia malah mengamatiku. Aku terkejut dan tersipu.

"Aku mendengarkan penjelasanmu, Katsumoto." elakku.
"Arrgh, sudah berapa kali aku katakan padamu. Hentikan memanggilku dengan nama keluarga." erangnya.
"Oh, baiklah Sano."

Pria berkacamata itu nyengir, memamerkan gigi-gigi rapinya.

" Aku tak menyangka kalau kau berniat melanjutkan penelitian ini Sano. Apa kau mau mati seperti dia? Cukup banyak ilmuwan-ilmuwan mati menggenaskan bukan?" tanyaku diluar topik pembicaraan kami.

"Mamura, "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun