Jakarta, 2234
" Saya sudah camkan dari dulu!" Suara berat itu menggema dalam ruangan tanpa jendela tersebut. " Ini bukan hanya bencana, ini Kiamat!" sambungnya.
Aku mendarat di Jakarta dua hari lalu. Bersama Katsumoto dan juga beberapa stafku yang kemarin melakukan penelitian di Aomori. Kini, kami berada di dalam markas pertahanan Tentara Negara Indonesia atau yang lebih di kenal TNI. Orang yang baru saja berbicara melalui jaringan telekomunikasi rahasia tadi bernama Bapak Waluyo. Jendral bintang empat yang di tempatkan di satuan resimen wilayah timur Indonesia.
" So, Mrs. Mamura... Bagaimana dengan penelitian di Aomori? " Bapak Waluyo segera mengalihkan pikirannya dengan tujuan kedatangan kami.
"Buruk. Mungkin Katsumoto bisa menjelaskannya kepada anda, Jendral." Aku lebih suka Katsumoto yang menjelaskan ini. Karena dia yang lebih paham mengenai getaran yang semakin mengkhawatirkan itu.
"Baiklah, Mr. Katsumoto. Bisakah anda menjelaskannya kepada saya?"
"Begini Jendral, beberapa minggu yang lalu kami menemukan lubang di dasar laut sebelah utara Aomori. Lubang tersebut mengeluarkan gas metan beracun yang menyebabkan populasi ikan dan semua kehidupan bagian utara Aomori rusak. Kami berasumsi, lubang ini merupakan bekas galian minyak lepas pantai yang dilakukan secara brutal. Seperti yang Jendral ketahui, beberapa tahun lalu kita tak mengelak bahwa terjadi revolusi energi besar-besaran di negara-negara yang memiliki potensial akan minyak bumi, gas alam, batu bara, dan semua jenis kekayaan alam lainnya. Hal ini menyebabkan isi perut bumi yang memiliki masa lama dalam merekonstruksi dirinya menjadi kosong. Apalagi, hutan-hutan dan tumbuhan yang memiliki andil dalam pembentukan partikel-partkel minyak maupun gas di babat habis dalam kurun waktu dua tahun ini untuk memenuhi bahan bakar." Katsumoto terhenti, dia menatap Jendral yang sedang seksama menatapnya. Memahami setiap inchi penjelasan dari Katsumoto.
"Lanjutkan." Ucapnya pendek.
"Kami sudah menutup lubang itu. Teknologi yang dibuat oleh Profesor Nakajima membantu kami dalam hal ini." Katsumoto mengeluarkan sketsa sebuah mesin yang terdapat dalam gulungan yang dia bawa dari Aomori. Bapak Waluyo menerimanya dengan rasa penasaran.
" Kapal Selam?"
" Bukan Pak, bukan kapal selam. Itu sejenis mesin yang mengubah gas menjadi oksigen."
"Berapa lama alat ini berfungsi? "
"Saya tidak bisa memperkirakan, namun saya menjamin alat ini akan berfungsi maksimal."
"Baiklah, Sketsa ini kami ambil dan kami pelajari. Negara kita sama-sama memiliki bencana yang serupa. Kerjasama ini cuma anda, Mrs. Mamura dan beberapa staf kalian yang tahu. Saya harap hal ini jangan samai bocor. " Jendral menutup perjumpaan kami dan berjanji akan memberikan keputusan secepatnya.
***
" Kenapa kau berbohong?"
"Soal apa?" Kami baru saja turun dari taksi yang membawa kami ke hotel tempat kami menginap. Dan aku segera mencecar Katsumoto akan pernyataan yang dia katakan kepada Bapak Waluyo.
"Nana, butuh waktu lama jika aku menjelaskannya kepadamu." jawabnya
"Tidak, Kau tidak butuh waktu lama jika harus membohongi Jendral itu."
"Kita butuh dukungan Nana, Jepang sama sekali tidak peduli dengan hal ini. Mereka hanya mempedulikan kemajuan teknologi, nuklir, dan sebagai macam yang akan membahayakan alam. Dukungan itu kita dapat dari negara-negara yang menjadi korban juga."
"Tapi kau kan tidak harus berbohong Sano."
"Politik itu tak sebersih itu, Nana." Katsumoto menutup pintu kamarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H