Enam belas tahun lalu, tempat pengelolaan sampah (TPA) Leuwigajah mengalami peristiwa yang menjadikan 21 Februari sebagai peringatan nasional. Peristiwa ini tak lain terjadinya longsor gundukan sampah setinggi 60 meter. Panjang gumpalan sampah itu mencapai 200 meter. Itu terjadi akibat hujan deras semalaman. Seketika jutaan ton sampah itu melebur dan menelan korban sebanyak 137 orang. Selain menelan korban, longsornya sampah itu juga berdampak pada dua kampung yang tepat berada di bawahnya, yakni Kampung Cilimus dan Kampung Pojok.
Bencana longsor sampah tersebut juga memicu tingginya konsetrasi gas metana dari dalam gundukan sampah. Peristiwa itu pun dijadikan pemerintah sebagai momentum untuk membenahi penanganan sampah lingkungan di Indonesia. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pun menetapak tanggal 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah Nasional ( HPSN ). Harapannya tentu adalah agar peristiwa kelam itu tak terulang serta menumbuhkan kesadaran nasional terhadap sampah.
Walau sudah diperingati sebanyak 16 kali, momentum itu ternyata belum dapat menghilangkan masalah sampah secara umum. Angka sampah secara nasional pun cenderung meningkat. Itu dipengaruhi akvtivitas penduduk, pertumbuhan penduduk, dan keterbatasan lahan sebagai tempat pembuangan atau pengelolaan akhir sampah. Bahkan muncul kekhawatiran yang lebih terhadap sampah plastik. Terutama di pinggiran sungai.
Dalam kebijakan dan srategi nasional Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga adalah sebanyak 67,8 ton pada tahun 2020 dan 70,8 juta ton pada tahun 2025. Dan pada tahun 2050 jumlahnya diproyeksi akan menyentuh angka dua kali lipatnya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan bahwa timbunan sampah di Indonesia mencapai angka 65,8 juta ton per tahun. Sebanyak 44 persen di antaranya adalah sisa makanan dan 15 persen ranting, daun, atau sampah organik. Sementara sisanya adalah sampah plastik sebanyak 15 persen, kertas 11 persen, kain 3 persen, logam 2 persen, dan lainya sebanyak 8 persen.
Data jumlah sampah di atas paling tidak menunjukkan bahwa produksi sampah kita didominasi sampah rumah tangga. Terutama sampah makanan ( food waste ). Tak dapat dipungkiri bila data ini menunjukkan bagaimana perilaku konsumsi masyarakat Indonesia masih sering membuang-buang makanan.Â
Tak tanggung-tanggung The Economist Inteligence Unit menahbiskan Indonesia sebagai produsen sampah makanan terbesaar kedua di dunia. Artinya Indonesia berkontribusi rendah pada  kehidupan manusia, secara khusus pengentasan kelaparan yang melanda.
Ironisnya lagi, dalam catatan Global Hunger Index menunjukkan bahwa tingkat kelaparan di Indonesia itu berada di tingkat yang serius. Itu berarti ada banyak orang di wilayah Indonesia yang sedang kelaparan. Beberapa studi menyebutkan bahwa meningkatnya produksi food waste disebabkan oleh tidak adanya kesesuaian porsi makanan. Tak hanya itu, gaya hidup juga cukup mempengaruhi.
Momentum Hari Peduli Sampah Nasional ke-16
Masih tingginya jumlah sampah di Indonesia perlu diantisipasi agar tidak memicu peristiwa lagi. Kebijakan-kebijakan yang telah dicanangkan juga diperbarui agar lebih menyentuh pokok permasalahan sampah di masyarakat, terutama rumah tangga.
Hari Peduli Sampah Nasioanal ke-16 yang jatuh pada Minggu, 21 Februari 2021 perlu dijadikan momentum evaluasi dan refleksi kepedulian terhadap masalah sampah nasional. Kepedulian terhadap lingkungan sekitar perlu ditanam dan ditingkatkan. Tentu bukan hal yang mudah. Namun itulah langkah kongkrit yang harus dilakukan. Tak ada pilihan lagi.